BI RATE VS BI REPO RATE
Oleh : Nur Halimah
Jika kembali
pada kasus tentang masalah krisis ekonomi tahun 2008 yang pertama terjadi di
Amerika Serikat. Pada mulanya krisis tersebut disebabkan oleh kredit macet yang
terjadi bank-bank komersial Amerika dikarenakan banyaknya kredit perumahan
tanpa adanya kualifikasi pembayaran yang baik dari para peminjam sehingga
terjadi kredit macet dan banyak bank yang kesulitan dalam hal likuiditas.
Singkat cerita pada akhirnya bank sentral Amerika yaitu The Fed mengeluarkan
kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut, kebijakan yang dikeluarkan disebut
sebagai quantitive easing. Quantitive easing merupakan suatu
kebijakan penggelontoran uang kepada lembaga keuangan dengan cara membeli
obligasi jangka panjang baik dalam bentuk surat utang negara AS ataupun dalam
bentuk surat utang perumahan yang menjadi cikal bakal krisis.
Quantitive
easing dilakukan oleh Bank sentral Amerika
atau The Fed karena sebelum setelah lima tahun telah menerapkan suku bunga nol
sehingga tidak mungkin lagi untuk menurunkan suku bunga menjadi minus, oleh
karena itu The Fed menggelontorkan uang secara langsung untuk memberi stimulus
dana yang dapat digunakan untuk memperlancar sirkulasi keuangan. Quantitive
easing menyebabkan banyak dana keluar dari Amerika dan ditanamkan pada
negara-negara berkembang seperti Indonesia, akhirnya Indonesia mengalami exces
atau kelebihan likuiditas yang menyebabkan suku bunga overnight
mengalami penurunan jauh dibawah suku bunga acuan BI rate, hal tersebut
dikarenakan bank-bank konvensional masih membutuhkan kucuran dana dari
pihak asing untuk menjalankan kegiatan lembaganya, baik dari segi ekspansi
usaha ataupun pemberian fasilitas-fasilitas baru kepada nasabah. Suku bunga overnight
diterapkan untuk transaksi pertukaran mata uang yang menginap, jadi setiap
harinya penginapan dari mata uang tersebut dikenai biaya overnight
hingga masa inap selesai. Suku bunga overnight juga bisa disebut sebagai suku
bunga untuk Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB o/n), jadi setiap transaksi
inap antar bank yang ada di Indonesia dikenai suku bunga overnight.
Sebelum krisis
ekonomi tahun 2008 terjadi suku bunga bank sentra atau biasa disebut BI rate
mampu mempengaruhi suku bunga bank secara efektif, namun setalah quantative
easing diterapkan oleh The Fed BI rate tidak mampu lagi mempengaruhi suku
bunga bank komersial atau berjalan sendiri-sediri. Padahal penerapan suku bunga
bank sentral (BI rate) dilandasi dengan keadaan perekonomian negara.
Jika ekonomi sedang membutuhkan stimulus maka kebijakan moneter yang salah satu
target operasi adalah BI rate dapat diturunkan sehingga banyak uang yang
dapat dipinjam dari bank-bank komersial untuk di investasikan pada sektor riel,
dan ketika sedang terjadi inflasi BI rate dapat dinaikkan sehingga suku
bunga acuan bank komersial ikut naik dan uang masyarakat akan cenderung di
tabung dari pada meminjam.
Jika Bank
Indonesia rate tidak mampu lagi mempengaruhi suku bunga bank komersial
pada umumnya, inflasi tidak akan mampu dikendalikan lagi secara maksimal,
meskipun BI rate naik untuk mengedalikan inflasi dan suku bunga overnight
dan suku bunga lainnya tetap saja rendah secara otomatis sirkulasi uang
tetap saja besar dan terus meningkat. Ilustrasi lainnya yaitu ketika Bank
Indonesia menaikkan suku bunganya melalui BI rate maka yang diinginkan
adalah menarik jumlah uang yang beredar di masyarakat yang terlalu banyak dan
menyebabkan inflasi maka bank-bank komersial akan cenderung membeli surat utang
negara (SUN) dengan tenor 12 bulan dan suku bunga yang telah ditentukan
sehingga dana bank-bank komersial berada pada Bank Indonesia untuk jangka waktu
12 bulan dan ketika keadaan inflasi sudah stabil BI rate akan diturunkan
sehingga sirkulasi uang diharapkan akan meningkat, namun disisi lain sebagian
uang perbankan komersial masih ada pada Bank Indonesia (BI) sehingga harus
menunggu jangka waktu 12 bulan untuk bisa dicairkan, secara otomatis
pertumbuhan ekonomi yang diinginkan tidak langsung terwujud, bank komersial
juga bisa berfikir untuk menanamkan modal dengan cara membeli surat utang
negara pada pemerintah karena harus mengurangi aset likuid yang dimiliki oleh
bank sehingga inflasi tidak secara cepat dapat turun.
Keadaan
tersebut menyebabkan dilema penggunaan kebijakan dan ketidak efektivan dari
penerapan kebijakan yang akhirnya memunculkan kebijakan baru dari Bank
Indonesia yaitu seven days reserve repo rate yang dianggap lebih bisa
mengimbangi dari arus modal yang datang ke Indonesia dan tentunya tetap menjaga
kestabilan inflasi. Ketika seven days reserve repo rate diterapkan maka
bank-bank komersial dapat menempatkan uangnya ketika suku bunga dinaikkan hanya
dalam kurun waktu paling sedikit 7 hari dengan kelipatan seterusnya, sehingga ketika Bank Indonesia (BI) kembali
menurunkan suku bunganya maka dapat menariknya dalam kurun waktu yang tidak
terlalu lama sehingga sirkulasi uang dapat berjalan lancar, yang terpenting
adalah Bank Indonesia memiliki kontrol untuk mempengaruhi suku bunga yang ada
di bank-bank komersial. Namun Bank Indonesia tidak serta merta menerapkan
kebijakan seven days reserve repo rate ini melainkan untuk awalnya
mengeluarkan dua kebijakan suku bunga yaitu BI rate yang tetap dikeluarkan
serta seven days reserve repo rate yang akan terjadi pada bulan agustus
mendatang.
Pada dasarnya
berdasarkan pemaparan Bank Indonesia (2016) bahwa dari penerapan seven days
reserve repo rate ini yaitu untuk penguatan kerangka operasi dan transmisi
kebijakan moneter yang bertujuan (1) untuk memperkuat sinyal dari kebijakan
moneter dengan penerapan seven days reserve repo rate sebgai acuan suku
bunga utama pada pasar uang, (2) memperkuatan efektifitas dari transmisi
kebijakan moneter melalui suku bunga serta (3) mendorong pendalaman pasar
keuangan khususnya transaksi pembentuan suku bunga pada Pasar Uang Antar Bank
(PUAB) dengan tenor 3 bulan hingga 12 bulan. Jika mencermati keadaan tersebut
maka yang perlu diperhatikan adalah kebijakan yang baru-baru ini dikeluarkan
oleh The Fed yaitu tapering off yang merupakan kebalikan dari quantitative
easing, The Fed telah kembali menarik dananya dari yang sebelumnya
melakukan penggelontoran untuk kelancaran perekonomian, berdasarkan kebijakan
tersebut lalu mengapa Bank Indonesia masih menerapkan seven days reserve
repo rate yang disebabkan karena sirkulasi yang terlalu cepat dari uang
antar bank karena arus dana asing yang sangat besar. Namun tapering off disini
mengindikasikan bahwa sirkulasi uang yang berasal dari luar cukup berkurang
meskipun tidak banyak, selain itu penerapan dua suku bunga yaitu BI rate
dan seven days reserve repo rate dapat menyebabkan kebingungan bagi
pelaku bisnis yang masih belum paham dan malah cenderung membuat malas nasabah
untuk menaruh uangnya di Indonesia melalui perbankan. Oleh karena itu
mencermati kebijakan seven days reserve repo rate saat ini harus dilakukan.
0 komentar:
Posting Komentar