Blogroll

Jumat, 10 Juni 2016

BI RATE VS BI REPO RATE



BI RATE VS BI REPO RATE
Oleh : Nur Halimah
Jika kembali pada kasus tentang masalah krisis ekonomi tahun 2008 yang pertama terjadi di Amerika Serikat. Pada mulanya krisis tersebut disebabkan oleh kredit macet yang terjadi bank-bank komersial Amerika dikarenakan banyaknya kredit perumahan tanpa adanya kualifikasi pembayaran yang baik dari para peminjam sehingga terjadi kredit macet dan banyak bank yang kesulitan dalam hal likuiditas. Singkat cerita pada akhirnya bank sentral Amerika yaitu The Fed mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut, kebijakan yang dikeluarkan disebut sebagai quantitive easing. Quantitive easing merupakan suatu kebijakan penggelontoran uang kepada lembaga keuangan dengan cara membeli obligasi jangka panjang baik dalam bentuk surat utang negara AS ataupun dalam bentuk surat utang perumahan yang menjadi cikal bakal krisis.
Quantitive easing dilakukan oleh Bank sentral Amerika atau The Fed karena sebelum setelah lima tahun telah menerapkan suku bunga nol sehingga tidak mungkin lagi untuk menurunkan suku bunga menjadi minus, oleh karena itu The Fed menggelontorkan uang secara langsung untuk memberi stimulus dana yang dapat digunakan untuk memperlancar sirkulasi keuangan. Quantitive easing menyebabkan banyak dana keluar dari Amerika dan ditanamkan pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, akhirnya Indonesia mengalami exces atau kelebihan likuiditas yang menyebabkan suku bunga overnight mengalami penurunan jauh dibawah suku bunga acuan BI rate, hal tersebut dikarenakan bank-bank konvensional masih membutuhkan kucuran dana dari pihak asing untuk menjalankan kegiatan lembaganya, baik dari segi ekspansi usaha ataupun pemberian fasilitas-fasilitas baru kepada nasabah. Suku bunga overnight diterapkan untuk transaksi pertukaran mata uang yang menginap, jadi setiap harinya penginapan dari mata uang tersebut dikenai biaya overnight hingga masa inap selesai. Suku bunga overnight juga bisa disebut sebagai suku bunga untuk Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB o/n), jadi setiap transaksi inap antar bank yang ada di Indonesia dikenai suku bunga overnight.
Sebelum krisis ekonomi tahun 2008 terjadi suku bunga bank sentra atau biasa disebut BI rate mampu mempengaruhi suku bunga bank secara efektif, namun setalah quantative easing diterapkan oleh The Fed BI rate tidak mampu lagi mempengaruhi suku bunga bank komersial atau berjalan sendiri-sediri. Padahal penerapan suku bunga bank sentral (BI rate) dilandasi dengan keadaan perekonomian negara. Jika ekonomi sedang membutuhkan stimulus maka kebijakan moneter yang salah satu target operasi adalah BI rate dapat diturunkan sehingga banyak uang yang dapat dipinjam dari bank-bank komersial untuk di investasikan pada sektor riel, dan ketika sedang terjadi inflasi BI rate dapat dinaikkan sehingga suku bunga acuan bank komersial ikut naik dan uang masyarakat akan cenderung di tabung dari pada meminjam.
Jika Bank Indonesia rate tidak mampu lagi mempengaruhi suku bunga bank komersial pada umumnya, inflasi tidak akan mampu dikendalikan lagi secara maksimal, meskipun BI rate naik untuk mengedalikan inflasi dan suku bunga overnight dan suku bunga lainnya tetap saja rendah secara otomatis sirkulasi uang tetap saja besar dan terus meningkat. Ilustrasi lainnya yaitu ketika Bank Indonesia menaikkan suku bunganya melalui BI rate maka yang diinginkan adalah menarik jumlah uang yang beredar di masyarakat yang terlalu banyak dan menyebabkan inflasi maka bank-bank komersial akan cenderung membeli surat utang negara (SUN) dengan tenor 12 bulan dan suku bunga yang telah ditentukan sehingga dana bank-bank komersial berada pada Bank Indonesia untuk jangka waktu 12 bulan dan ketika keadaan inflasi sudah stabil BI rate akan diturunkan sehingga sirkulasi uang diharapkan akan meningkat, namun disisi lain sebagian uang perbankan komersial masih ada pada Bank Indonesia (BI) sehingga harus menunggu jangka waktu 12 bulan untuk bisa dicairkan, secara otomatis pertumbuhan ekonomi yang diinginkan tidak langsung terwujud, bank komersial juga bisa berfikir untuk menanamkan modal dengan cara membeli surat utang negara pada pemerintah karena harus mengurangi aset likuid yang dimiliki oleh bank sehingga inflasi tidak secara cepat dapat turun.
Keadaan tersebut menyebabkan dilema penggunaan kebijakan dan ketidak efektivan dari penerapan kebijakan yang akhirnya memunculkan kebijakan baru dari Bank Indonesia yaitu seven days reserve repo rate yang dianggap lebih bisa mengimbangi dari arus modal yang datang ke Indonesia dan tentunya tetap menjaga kestabilan inflasi. Ketika seven days reserve repo rate diterapkan maka bank-bank komersial dapat menempatkan uangnya ketika suku bunga dinaikkan hanya dalam kurun waktu paling sedikit 7 hari dengan kelipatan seterusnya,  sehingga ketika Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunganya maka dapat menariknya dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama sehingga sirkulasi uang dapat berjalan lancar, yang terpenting adalah Bank Indonesia memiliki kontrol untuk mempengaruhi suku bunga yang ada di bank-bank komersial. Namun Bank Indonesia tidak serta merta menerapkan kebijakan seven days reserve repo rate ini melainkan untuk awalnya mengeluarkan dua kebijakan suku bunga yaitu BI rate yang tetap dikeluarkan serta seven days reserve repo rate yang akan terjadi pada bulan agustus mendatang.
Pada dasarnya berdasarkan pemaparan Bank Indonesia (2016) bahwa dari penerapan seven days reserve repo rate ini yaitu untuk penguatan kerangka operasi dan transmisi kebijakan moneter yang bertujuan (1) untuk memperkuat sinyal dari kebijakan moneter dengan penerapan seven days reserve repo rate sebgai acuan suku bunga utama pada pasar uang, (2) memperkuatan efektifitas dari transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga serta (3) mendorong pendalaman pasar keuangan khususnya transaksi pembentuan suku bunga pada Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dengan tenor 3 bulan hingga 12 bulan. Jika mencermati keadaan tersebut maka yang perlu diperhatikan adalah kebijakan yang baru-baru ini dikeluarkan oleh The Fed yaitu tapering off yang merupakan kebalikan dari quantitative easing, The Fed telah kembali menarik dananya dari yang sebelumnya melakukan penggelontoran untuk kelancaran perekonomian, berdasarkan kebijakan tersebut lalu mengapa Bank Indonesia masih menerapkan seven days reserve repo rate yang disebabkan karena sirkulasi yang terlalu cepat dari uang antar bank karena arus dana asing yang sangat besar. Namun tapering off disini mengindikasikan bahwa sirkulasi uang yang berasal dari luar cukup berkurang meskipun tidak banyak, selain itu penerapan dua suku bunga yaitu BI rate dan seven days reserve repo rate dapat menyebabkan kebingungan bagi pelaku bisnis yang masih belum paham dan malah cenderung membuat malas nasabah untuk menaruh uangnya di Indonesia melalui perbankan. Oleh karena itu mencermati kebijakan seven days reserve repo rate saat ini harus dilakukan.




0 komentar:

Posting Komentar