Merumuskan stimulus perekonomian
dengan kebijakan makroprudensial
Dalam perekonman dewasa
ini peekonomian sealu mendapat berbagai sentuhan operasional yang berubah-
seuai dengan gejolak perekonomian yang terjadi. Tidak dapat di pungkiri
pengambilan keputusan menjadi sentral keberlangsungan jalannya perekonomian
yang akan datang. Banyak bidang dan sektor yang dapat digunakan sebagai
instrumen dalam meningkatkan gairah perekonomian atau menjaga suatu kesetabilan
dalam perekonomian.
Benar adanya ketika kita masih dalam
suatu tekanan yang sangat kuat. Tekanan tersebut dari sumber yang berbeda dan
kita harus berbenah bagaimana kita dapat bertahan bahkan dapat membalikkan
suatu keadaan. Dalam saat ini perekonomian indonesia memang dalam tekan
perekonomian dunia di tengah lesunya perekonomian dalam negri. Perlu sebuah
stimulus yang harus di keluarkan guna membangkitkan gairah perekonomian negri
dewasa ini.
Dalam layaknya permainan ketika kita
dalam sebuah tekan ada dua opsi yaitu merotasi atau memperbaiki suatu instrumen
yang ada atau mengganti dengan instrumen yang baru. man yang harus di
lakukan..? dalam hal ini bank indonesia melakukan evaluasi tentang beberapa
kebijakan yang di nilai kurang tepat sasaran dengan kondisi realita saat ini.
Saya setuju ketika di lakukan evaluasi dalam bidang pelonggaran kebijakan
makroprudensial karena kebijakan ini dinilai lebih responsif.
Peluang di dalam makroprudensial
memang lebih berpotensi karena pelonggaran dalam sektor lain seperti moneter
sulit dilakukan terkait dengan berbagai keterbatasan. Belum lagi berbicara
dengan tekanan global yang semakin menekan sektor moneter. Opsi lain yang dapat
digunakan dalam mengembalikan kondisi perekonomian yang stabil adalah dengan
mengeluarkan paket kebijakan baru yang sesuai dengan kebutuhan yang diminta dan
di ikuti dengan kebijakan makroprudensial yang baru. Evaluasi yang dilakkan
oleh BI tidak sia-sia yang akhirnya dapat mengeluarkan kebijakan baru. Dengan
melihat kondisi pasar perekonomian yang berjalan dengan mengubah beberapa
ketetapan dalam makroprudensial yang meliputi bidang yang bersinggungan secara
langsung dengan pelaku ekonomi dengan mengeluarkan langkah- langkah
strategisnya dalam ranah makroprudensial.
Terkait
dengan langkah strategis yang di bahas oleh bank indonesia pembagian fungsi,
tugas, dan cakupan wewenang bank indonesia dan makro prudensial memang harus
gamblang. Dengan di lakukan kanalisasi dalam pengambilan keputusan baik secara
fokus atau umum, hal ini harus di pertegas guna medapati suatu kesamaan tujuan
atau harapan yang sama sehingga tidak terjadi kontraproduktif dalam setiap
penetapan kebijakan.
Dalam
langkah yang kedua ini saya menangkap adanya singkronisasi dalam menjaga
kecukupan keuangan dalam arti likuiditas anatar bank indonesia dan otoritas
jasa keuangan. Ketahanan dalam
permodalan lembaga keuangan dalam mendorong laju perekonomian yang saat ini
memang mengalami penurunan aktivitas. Kedua lembaga tersebut mencoba mendorong
melalui stimulus finansial dalam menggerakkan atau memacu perekonomian dengan
menerapkan LCR dan regulasi pendalaman pasar keuangan.
Dalam pembahasan langkah kedua memang perlu
sebuah kesadaran dengan tidak mengedepankan ego antara pembuat kebijakan antara
fiskal, moneter, makro prudensial dan ojk dalam penetapan kebijakannya. Namun
perlu di harapkan sebuah kolaborasi atau formulasi yang tepat di dalamnya.
Bergambar pada langkah satu dan dua memang saat ini di nilai perlu suatu
dorongan dari sektor keuangan dan sebuah koordinasi yang tepat.
Berbeda
dengan langkah satu dan dua, dalam langkah selajutnya saya memahami lebih di bahas pada bagaimana
aplikasi dari apa yang di usahakan atau di bicarakan pada langkah sebelumnya
seperti koordinasi dan penguatan sumber keuangan. Dalam langkah ketiga
penekanan lebih di tujukan pada bagaimana fungsi intermediasi atau penghubung
lembaga keuanagan dalam mengfasilitasi masyarakat luas dalam lingkup nasional
maupun regional. Jadi disini di harapkan nantinya dapat terjadi kredit yang
akan menggerakkkan roda perekonomian dalam daerah tersebut.
Sedangkan dalam langkah yang terkhir
disini dilakukan suatu kolaborasi antara lembaga konvensional dan sistem
syariah melalui pengembangan instrumen moneter baru dengan berbasis syariah.
Dalam kaca mata saya Sebenarnya ini hanya untuk lebih mepermudah dalam
pengaturan dan pemetaan investasi yang berjalan dari segi likuiditas
keuangannya yang mana nanti di harapkan dapat di koordinasikan oleh satu basis
yang sama.
Banyak
langkah yang dapat di tempuh dalam menstimulus sektor makroprudensial. Namun
dalam dampak perekonomian kita tidak dapat mentik beratkan pada satu kebijakan
saja karen kita harus melihat kondisi pasar dan kekuatan perekonomian negara. Seperti yang
tengah dilakukan otositas manapun baik dala sektor moneter, makroprudentianl
ataupun yang telah diakukan oleh Pemerintah ketika mengeluarkan atau melakukan
deregulasi bebas visa 100 negara dengan harapan akan memicu arus masuk yang
disebaban oleh datangna turis mancanegara dan mau membelajakan uangnya seketika
paska dikeluarkannya kebijakan tersebut. Namun ini digunakan untuk menggerkkan
sektor riil untuk sejtinya dapat mempersiapkan apa yang akan di sajikan
kedepannya untuk hal ini.
Sama halnya dengan dampak yang akan
disebabkan dengan kebijakan pelonggaran kebijana LTV yang tengah dikeluarkan
tidak dapat menggerakkan sektor kredit dengan seketika, seperti yang tengah
dibahas diatas bahwa dalam pengaruhnya atau cakupan kredit sangat luas bukan
hanya dilaksanakan oleh pihak likuiditas, dan pemangku kebijakan saja, kondisi
perekonomian yang sedang melambat. Ini tercermin dari daya beli masyarakat yang
menurun.
Disisi lain masih banyak lagi ketika
kita membahas bahwa prioritas konsumsi di indonesia atau pangsa konsumsi di
indonesia harus di cermati. Permintaan
akan sektor properti yang sepertinya kurang diminati juga mungkin jadi suatu
kendala, atau mungkin sektor komoditas diniai lebih menggoda ketimbang
melakukan konsumsi di bidang properti itu sendiri. Dari pihak penyandang kredit
sendiri seperti juga tidak merespon baik
dengan kedakpastian akan lembaga perbankkan sendiri. Bahkan pada saat booming
pelonggaran akan LTV belum juga bisa berkontribusi.
Dalam penerapan LTV sendiri di
indonesia saya setuju ketika harus di barengi dengan kebijakan lain seperti
pelonggaran dalam giro wajb minimum (GWM), suku bunga pinjaman dan masih banyak
kebijakan lainnya sehingga kebijakan tersebut seperti terkawinkan hingga
menemui daya jual baik dari sektor sasaran kredit maupun pelaksana kredit (
lembaga perbankkan) itu sendiri sehingga dapat memberika kontribusi sesuai
dengan arah dan harapan kebijakan pelonggaran LTV tersebut.
Dalam
kajian ini kita dapat merasakan bahwa bahkan dapat sediki menyimpulkan bahwa
dalam penetapan suatu keputusan atau kebijakan harus melihat kemampuan pasar,
kebutuhan pasar, kondisi pasar dan perekonomian negara tersebut. Apabila tiadak
ada support untuk salah satunya maka kebijaka tersebut harus di dorong dengan
kebijakan baru yang akan mendorong dan mendukung kelancaran tujuan kebijakan
awal.
Tidak
berhenti sampai disini saja, gubernur bank indonesia juga menyatan akan adanya
penguatan di dalam sistem keuangan dengan merancang undang-undang jaring
pengaman sistem keuangan yang tengah di bicarakan dengan komisi IX DPR
tegasnya. Ketakutan akan terjadi krisis keuangan seperti yang
dialami pada tahun 1997-1998 dan krisis jkeuangan tahun 2008 akan sedikit
terobati atau tersendu dengan bisa dikatakan sebagai alat pendeteksi atau
penjaring di bidang keuangan. Bank indonesia sebagai lembaga yang berwenang
mengatur sektor monetary mecanankan untuk pemebentukan jaring keamanan untuk
meminimalisir bahka mendeteksi akan gejolak dalam perekonomian dari segi sistem
keuangannya.
Meski
masih di belum di tetapkan dan masih dalam proses pembahasan yang akan di
ajukan dalam rapat bersama dewan perwakilan rakyat (DPR), Agus
Martowardojo yang saat ini menjabat sebagai gubernur bank indonesia (BI) saat
ini yakin akan selesai di bahas dan akan segera di jalankan. Menanggapi hal
tersebut, ini merupakan langkah yang sangat cepat dan semoga DPR sendiri mampu
mengkaji dengan cermat apa yang terlapir dalam rancangan Undang-Undang Jaring
Pengaman sistem keuangan (JPSK).
Dalam
pertemuan pers-nya pada tanggal 19 februari 2016, penuturan gubernur bank indonesia tersebut memaparkan dalam pertemuannya dengan komisi
IX DPR beberapa isu terkait dengan sudah dibahas dengan lugas terkait dengan rancangan Undang-Undang
Jaring Pengaman sistem keuangan (JPSK) dan tuntas. Dalam bahasnnya juga di
singgung masalah terkait kebijakan makro prudensial yang dapat diselesaikan
dalam minggu ini. Dari sisni kita dapat mendapat gambaran bahwa dari keduanya
mempunyai kesamaan persepsi dalam memandang kondisi perekonomian saat ini dan
yang akan datang.
Bergambar pada krisis keuangan yang
pernah dialami oleh indonesia langkah
bank indonesia saat ini memang seharusnya dilakukan bila tidak ingin terjungkal
dalam permasalahan berdampak yang snagat luar biasa ini. Perlu kita ketahui
bahwa respon dalam perekonomian dalam jangka setelah terjadi krisis di bidang
keuangan berdampak lebih besar dan lebih lama bila di bandingkan dengan sektor
riil. Pasalnya perekonomian kita yang cenderung lemah dalam pengawasan bahkan
dalam pegamanan di bidang keuangan
hingga sering kali terjadi krisis keuangan yang di akibatkan akan lemahnya
sistem keuangan negara kita.
0 komentar:
Posting Komentar