Blogroll

Jumat, 10 Juni 2016

Merumuskan stimulus perekonomian dengan kebijakan makroprudensial

Merumuskan stimulus perekonomian dengan kebijakan makroprudensial
        Dalam perekonman dewasa ini peekonomian sealu mendapat berbagai sentuhan operasional yang berubah- seuai dengan gejolak perekonomian yang terjadi. Tidak dapat di pungkiri pengambilan keputusan menjadi sentral keberlangsungan jalannya perekonomian yang akan datang. Banyak bidang dan sektor yang dapat digunakan sebagai instrumen dalam meningkatkan gairah perekonomian atau menjaga suatu kesetabilan dalam perekonomian.
            Benar adanya ketika kita masih dalam suatu tekanan yang sangat kuat. Tekanan tersebut dari sumber yang berbeda dan kita harus berbenah bagaimana kita dapat bertahan bahkan dapat membalikkan suatu keadaan. Dalam saat ini perekonomian indonesia memang dalam tekan perekonomian dunia di tengah lesunya perekonomian dalam negri. Perlu sebuah stimulus yang harus di keluarkan guna membangkitkan gairah perekonomian negri dewasa ini.
            Dalam layaknya permainan ketika kita dalam sebuah tekan ada dua opsi yaitu merotasi atau memperbaiki suatu instrumen yang ada atau mengganti dengan instrumen yang baru. man yang harus di lakukan..? dalam hal ini bank indonesia melakukan evaluasi tentang beberapa kebijakan yang di nilai kurang tepat sasaran dengan kondisi realita saat ini. Saya setuju ketika di lakukan evaluasi dalam bidang pelonggaran kebijakan makroprudensial karena kebijakan ini dinilai lebih responsif.
            Peluang di dalam makroprudensial memang lebih berpotensi karena pelonggaran dalam sektor lain seperti moneter sulit dilakukan terkait dengan berbagai keterbatasan. Belum lagi berbicara dengan tekanan global yang semakin menekan sektor moneter. Opsi lain yang dapat digunakan dalam mengembalikan kondisi perekonomian yang stabil adalah dengan mengeluarkan paket kebijakan baru yang sesuai dengan kebutuhan yang diminta dan di ikuti dengan kebijakan makroprudensial yang baru. Evaluasi yang dilakkan oleh BI tidak sia-sia yang akhirnya dapat mengeluarkan kebijakan baru. Dengan melihat kondisi pasar perekonomian yang berjalan dengan mengubah beberapa ketetapan dalam makroprudensial yang meliputi bidang yang bersinggungan secara langsung dengan pelaku ekonomi dengan mengeluarkan langkah- langkah strategisnya dalam ranah makroprudensial.
            Terkait dengan langkah strategis yang di bahas oleh bank indonesia pembagian fungsi, tugas, dan cakupan wewenang bank indonesia dan makro prudensial memang harus gamblang. Dengan di lakukan kanalisasi dalam pengambilan keputusan baik secara fokus atau umum, hal ini harus di pertegas guna medapati suatu kesamaan tujuan atau harapan yang sama sehingga tidak terjadi kontraproduktif dalam setiap penetapan kebijakan.
            Dalam langkah yang kedua ini saya menangkap adanya singkronisasi dalam menjaga kecukupan keuangan dalam arti likuiditas anatar bank indonesia dan otoritas jasa keuangan.  Ketahanan dalam permodalan lembaga keuangan dalam mendorong laju perekonomian yang saat ini memang mengalami penurunan aktivitas. Kedua lembaga tersebut mencoba mendorong melalui stimulus finansial dalam menggerakkan atau memacu perekonomian dengan menerapkan LCR dan regulasi pendalaman pasar keuangan.
             Dalam pembahasan langkah kedua memang perlu sebuah kesadaran dengan tidak mengedepankan ego antara pembuat kebijakan antara fiskal, moneter, makro prudensial dan ojk dalam penetapan kebijakannya. Namun perlu di harapkan sebuah kolaborasi atau formulasi yang tepat di dalamnya. Bergambar pada langkah satu dan dua memang saat ini di nilai perlu suatu dorongan dari sektor keuangan dan sebuah koordinasi yang tepat.
            Berbeda dengan langkah satu dan dua, dalam langkah selajutnya saya  memahami lebih di bahas pada bagaimana aplikasi dari apa yang di usahakan atau di bicarakan pada langkah sebelumnya seperti koordinasi dan penguatan sumber keuangan. Dalam langkah ketiga penekanan lebih di tujukan pada bagaimana fungsi intermediasi atau penghubung lembaga keuanagan dalam mengfasilitasi masyarakat luas dalam lingkup nasional maupun regional. Jadi disini di harapkan nantinya dapat terjadi kredit yang akan menggerakkkan roda perekonomian dalam daerah tersebut.
            Sedangkan dalam langkah yang terkhir disini dilakukan suatu kolaborasi antara lembaga konvensional dan sistem syariah melalui pengembangan instrumen moneter baru dengan berbasis syariah. Dalam kaca mata saya Sebenarnya ini hanya untuk lebih mepermudah dalam pengaturan dan pemetaan investasi yang berjalan dari segi likuiditas keuangannya yang mana nanti di harapkan dapat di koordinasikan oleh satu basis yang sama.
            Banyak langkah yang dapat di tempuh dalam menstimulus sektor makroprudensial. Namun dalam dampak perekonomian kita tidak dapat mentik beratkan pada satu kebijakan saja karen kita harus melihat kondisi pasar dan kekuatan perekonomian negara. Seperti yang tengah dilakukan otositas manapun baik dala sektor moneter, makroprudentianl ataupun yang telah diakukan oleh Pemerintah ketika mengeluarkan atau melakukan deregulasi bebas visa 100 negara dengan harapan akan memicu arus masuk yang disebaban oleh datangna turis mancanegara dan mau membelajakan uangnya seketika paska dikeluarkannya kebijakan tersebut. Namun ini digunakan untuk menggerkkan sektor riil untuk sejtinya dapat mempersiapkan apa yang akan di sajikan kedepannya untuk hal ini.
Sama halnya dengan dampak yang akan disebabkan dengan kebijakan pelonggaran kebijana LTV yang tengah dikeluarkan tidak dapat menggerakkan sektor kredit dengan seketika, seperti yang tengah dibahas diatas bahwa dalam pengaruhnya atau cakupan kredit sangat luas bukan hanya dilaksanakan oleh pihak likuiditas, dan pemangku kebijakan saja, kondisi perekonomian yang sedang melambat. Ini tercermin dari daya beli masyarakat yang menurun.
Disisi lain masih banyak lagi ketika kita membahas bahwa prioritas konsumsi di indonesia atau pangsa konsumsi di indonesia harus di cermati.  Permintaan akan sektor properti yang sepertinya kurang diminati juga mungkin jadi suatu kendala, atau mungkin sektor komoditas diniai lebih menggoda ketimbang melakukan konsumsi di bidang properti itu sendiri. Dari pihak penyandang kredit sendiri seperti juga tidak merespon  baik dengan kedakpastian akan lembaga perbankkan sendiri. Bahkan pada saat booming pelonggaran akan LTV belum juga bisa berkontribusi.
Dalam penerapan LTV sendiri di indonesia saya setuju ketika harus di barengi dengan kebijakan lain seperti pelonggaran dalam giro wajb minimum (GWM), suku bunga pinjaman dan masih banyak kebijakan lainnya sehingga kebijakan tersebut seperti terkawinkan hingga menemui daya jual baik dari sektor sasaran kredit maupun pelaksana kredit ( lembaga perbankkan) itu sendiri sehingga dapat memberika kontribusi sesuai dengan arah dan harapan kebijakan pelonggaran LTV tersebut.
            Dalam kajian ini kita dapat merasakan bahwa bahkan dapat sediki menyimpulkan bahwa dalam penetapan suatu keputusan atau kebijakan harus melihat kemampuan pasar, kebutuhan pasar, kondisi pasar dan perekonomian negara tersebut. Apabila tiadak ada support untuk salah satunya maka kebijaka tersebut harus di dorong dengan kebijakan baru yang akan mendorong dan mendukung kelancaran tujuan kebijakan awal.
           



Tidak berhenti sampai disini saja, gubernur bank indonesia juga menyatan akan adanya penguatan di dalam sistem keuangan dengan merancang undang-undang jaring pengaman sistem keuangan yang tengah di bicarakan dengan komisi IX DPR tegasnya. Ketakutan akan terjadi krisis keuangan seperti yang dialami pada tahun 1997-1998 dan krisis jkeuangan tahun 2008 akan sedikit terobati atau tersendu dengan bisa dikatakan sebagai alat pendeteksi atau penjaring di bidang keuangan. Bank indonesia sebagai lembaga yang berwenang mengatur sektor monetary mecanankan untuk pemebentukan jaring keamanan untuk meminimalisir bahka mendeteksi akan gejolak dalam perekonomian dari segi sistem keuangannya.
Meski masih di belum di tetapkan dan masih dalam proses pembahasan yang akan di ajukan dalam rapat bersama dewan perwakilan rakyat (DPR), Agus Martowardojo yang saat ini menjabat sebagai gubernur bank indonesia (BI) saat ini yakin akan selesai di bahas dan akan segera di jalankan. Menanggapi hal tersebut, ini merupakan langkah yang sangat cepat dan semoga DPR sendiri mampu mengkaji dengan cermat apa yang terlapir dalam rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman sistem keuangan (JPSK).
Dalam pertemuan pers-nya pada tanggal 19 februari 2016, penuturan gubernur  bank indonesia tersebut  memaparkan dalam pertemuannya dengan komisi IX DPR beberapa isu terkait dengan sudah dibahas dengan lugas terkait dengan rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman sistem keuangan (JPSK) dan tuntas. Dalam bahasnnya juga di singgung masalah terkait kebijakan makro prudensial yang dapat diselesaikan dalam minggu ini. Dari sisni kita dapat mendapat gambaran bahwa dari keduanya mempunyai kesamaan persepsi dalam memandang kondisi perekonomian saat ini dan yang akan datang.

            Bergambar pada krisis keuangan yang pernah dialami oleh indonesia  langkah bank indonesia saat ini memang seharusnya dilakukan bila tidak ingin terjungkal dalam permasalahan berdampak yang snagat luar biasa ini. Perlu kita ketahui bahwa respon dalam perekonomian dalam jangka setelah terjadi krisis di bidang keuangan berdampak lebih besar dan lebih lama bila di bandingkan dengan sektor riil. Pasalnya perekonomian kita yang cenderung lemah dalam pengawasan bahkan dalam pegamanan  di bidang keuangan hingga sering kali terjadi krisis keuangan yang di akibatkan akan lemahnya sistem keuangan negara kita. 

0 komentar:

Posting Komentar