Kebijakan makro prudential oleh Bank Indonesia (BI)
dikeluarkan guna menjaga kestabilan ekonomi. Kebijakan makro prudential sangat
penting dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI), dengan adanya kebijakan makro
prudential di Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) maka Bank
Indonesia (BI) mampu mengatur ataupun menjaga stabilitas ekonomi negara
Indonesia. Dalam kebijakan makro prudential tersebut berisi mengenai
kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang bagaimana sistem menjaga stabilitas
ekonomi dan juga nantinya akan menekan jika terjadi krisis moneter. Jika
perekonomian Indonesia mengalami krisis atau sewaktu-waktu mengalami tingkat
inflasi maka diperlukan kebijakan makro prudensial, dimana diperlukannya
kebijakan makro prudensial untuk mengembalikan kembalinya kelancaran
perekonomian Indonesia. Saat ini kondisi perekonomian Indonesia masih dalam
keadaan stabil. Hal ini dikarenakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat dalam keaadaan menguat.
Seperti halnya pada saat terjadi krisis moneter pada
tahun 2008 dimana negara Indonesia mampu melewati krisis tersebut. Krisis yang
terjadi pada tahun 2008 dimana krisis yang bermula di negara Amerika Serikat
dan pada akhirnya menyerang negara-negara yang lain terjadi di seluruh negara,
negara Indonesia pun ikut mengalami krisis ekonomi global tersebut tapi mampu
melewatinya. Krisis ekonomi yang terjadi di negara Amerika Serikat bermula pada
masyarakat Amerika Serikat dimana peningkatan pendapatan di negara Amerika
Serikat mengalami pertumbuhan, hal ini membuat tingkat konsumerisme masyarakat
di negara Amerika Serikat meningkat drastis. Dengan meningkatnya pertumbuhan
konsumerisme yang trerjadi pada masyarakat Amerika Serikat, hal ini membuat
tingkat kredit mulai meningkat. Hal ini pun banyaknya penggunaan kartu kredit
yang dilakukan di Amerika Serikat sehingga memudahkan masyarakat dalam pemenuhan
konsumerisme yang ada. Sehingga dengan adanya kartu kredit tersebut masyarakat
Amerika Serikat semakin mudah untuk memenuhi tingkat konsumsinya, dan yang
ditakutkan adalah ketidakmampuan untuk membayar apa yang dikeluarkan.
Bank Indonesia (BI) merupakan bank sentral yang ada di
negara Indonesia. Banyaknya tugas-tugas yang perlu dilakukan oleh Bank
Indonesia (BI). Bank Indonesia (BI) yang mengatur kebijakan-kebijakan yang ada
dalam urusan perekonomian Indonesia. Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan
mengenai kebijakan makro prudensial. Dimana kebijakan ini mengenai bagaimana
menjaga kestabilan perekonomian di Indonesia. Bank Indonesia (BI) mempunyai posisi yang sangat penting dalam menjaga
kestabilan perekonomian di Indonesia. Bank umum yang ada seperti BNI,BRI, dan
lain sebagainya yang harus mengikuti peraturan bank sentral Bank Indonesia
(BI). Dimana nantinya Bank Indonesia (BI) telah membuat kebijakan-kebijakan
yang berhubungan utamanya mengenai pengkreditan yaitu kebijakan makro
prudential.
Nilai tukar rupiah juga berperan sangat penting dalam
stabilitas perekonomian di Indonesia. Dimana Bank Indonesia (BI) mempunyai
peran dalam menjaga kestabilan perekonomian yang ada di negara Indonesia.
Sehingga Bank Indonesia juga melakukan pengawasan dalam urusan perekonomian
yang ada di Indonesia. Meskipun nilai tukar rupiah selalu mengalami fluktuasi
yang terkadang mengalami peningkatan terkadang pula mengalami penurunan, dalam
hal ini masih tidak mempengaruhi dalam kestabilan perekonomian di Indonesia. Untuk
menjaga keseimbangan dalam kestabilan perekonomian negara Indonesia, hal ini
memberikan dorongan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menjaga kestabilan ekonomi
negara Indonesia dengan menerbitkan kebijakan makro prudential di Indonesia.
Keadaan perekonomian Indonesia saat ini masih stabil atau bisa dikatakan dalam
keadaan baik. Tapi hal ini tidak bisa dianggap remeh, dikarenakan hai ini bisa
saja sewaktu-waktu dapat memicu terjadinya resiko sistemik. Ketidakseimbangan
kondisi perekonomian di Indonesia dan secara global bisa saja memicu terjadinya resiko sistemik.
Saat ini pertumbuhan pengkreditan industry perbankan
masih dalam keadaan kurang. Dengan menerapkan adanya salah satu kebijakan yaitu
Giro Wajib Minimum (GWM), hal ini diharapkan bisa membantu dalam peningkatan
usaha pengkreditan sector Industri perbankan di Indonesia. Berita terbaru saat
ini direncanakan nantinya Giro Wajib Minimum (GWM) akan mengalami penurunan
sekitar 1% dari sebelumnya. Giro Wajib Minimum (GWM) lalu sekitar 7,5% jika
nantinya akan diturunkan sebesar 1% maka Giro Wajib Minimum yang akan
ditetapkan mengalami fluktuasi sebesar 6,5%. Hal ini diharapkan oleh Bank
Indonesia (BI) nantinya akan ada peningkatan fluktuasi dalam hal usaha
pengkreditan yang ada di sector industry perbankan di Indonesia. Situasi
perekonomian global saat ini sangat tidak menentu, hal ini yang mengakibatkan
tidak adanya kepastian dalam nilai tukar rupiah di negara Indonesia saat ini.
Bank Indonesia (BI) telah menurunkan tingkat BI rate sehingga terjadi fluktuasi
atau perubahan dari kisaran 7,5% menjadi ke arah 7%. Dengan adanya penurunan BI
rate serta Giro Wajib Minimum (GWM) saat ini , diharapkan sector fundamental
perbankan saat ini bisa lebih kuat dari sebelumnya. Penerapan kebijakan moneter
diharapkan bisa lebih baik dari sebelumnya dan lebih cepat. Hal ini dilakukan
guna mendorong kestabilan serta pertumbuhan ekonomi di negara Indonesia ini
sendiri.
Penurunan Kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) ini
sendiri diharapkan mampu meningkatkan usaha sector pengkreditan sendiri, hal
ini dianggap lebih efektif. Likuiditas sendiri juga akan menjadi lebih efektif
lagi kedepaanya. Tingkat pengkreditan saat ini juga dirasa masih sangat
minimum, karena dulunya suku bunga serta Giro Wajib Minimum (GWM) sendiri
dirasa masih sangat tinggi sehingga membuat masyarakat untuk berfikir 2 kali
dalam hal melakukan pengkreditan. Dengan terjadinya fluktuasi atau mengalami
penurunan terhadap suku bunga serta Giro Wajib Minimum (GWM) saat ini yang
sangat diharapkan untuk dapat memancing para kreditur atau loan untuk kredit.
Apabila Bank Indonesia (BI) masih
menetapkan tingkat suku bunga atau BI rate serta Giro Wajib Minimum (GWM) hal
ini mungkin tidak dapat meningkatkan usaha pengkreditan ini sendiri. Dengan
turunnya suku bunga atau Bi rate dapat memancing para investor untuk menabung
uangnya, karena investor juga sangat berperan penting terhadap pertumbuhan
ekonomi negara di Indonesia. Serta dengan adanya penurunan atau fluktuasi
sendiri terhadap kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) sendiri hal ini sangat diharkan juga memancing usaha kredit. Dengan
kini kemungkinan likuiditas di perbangkan serta pertumbuhan ekonomi Indonesia
dapat berjalan dengan lancar dan bisa mengarah kea rah lebih baik serta lebih
cepat lagi dari sebelumnya. Meskipun pada dasarnya ada sebagian yang mengatakan
bahwa sector perbankan di Indonesia saat ini dirasa masih sangat tradisional
dibandingkan sector perbankan di negara tetangga. Tapi jika dilakukan sebaik
mungkin dan berjalan sesuai sistem kebijakan yang berlaku maka sistem kebijakan
makro prudential akan berjalan dengan lancar yang mengarah pada kebijakan
moneter itu sendiri.
Tiap-tiap individu mempunyai peran yang sangat penting
dalam sector perbankan ini sendiri, serta kebijakan makro prudential juga
mempunyai peran yang sangat penting bagi bank-bank umum yang ada. Permasalahan
disini sebenarnya sangat bergantung terhadap permasalahan intern lebih fokusnya
yaitu permassalahan tiap-tiap individu ini sendiri. Tolak indicator dari
keberhasilan suatu sistem kebijakan sangat bergantung juga terhadap
masing-msing individu yang ada. Dengan adanya penurunan atau fluktuasi terhadap
suku bunga dan juga Giro Wajib Minimum (GWM) hal ini nantinya akan memancing
para kreditur atau loan untuk melakukan kredit. Tapi yang perlu diketahui juga
pemberian kredit kepada para kreditur harus ada yang namanya pembatasan.
Sehingga akan menekan tingkat konsumsi tiap-tiap individu. Permasalahan yang
ditakutkan dalam hal ini yaitu dengan memudahkan para kreditur dengan adanya
penurunan terhadap Giro Wajib Minimum (GWM) hal ini malah di manfaatkan oleh
para individu atau masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Sebagai contoh,
misalnya : Seorang kreditur yang ingin melakukan kredit terhadap pembelian
perumahan ataupun kendaraan dalam nominal besar dan pada akhirnya tidak mampu
untuk membayar. Hal ini yang akan
merugikan sector perbankan ini sendiri. Tingkat konsumerisme ini sendiri pada
tiap individu juga dihrapkan dapat terkontrol. Jangan sampai krisis yang
terjadi di Amerika Serikat juga terjadi di Indonesia. Secara riil, yang kita
ketahui sendiri bahwa tingkat konsumsi di Indonesia sangat tinggi sedangkan
untuk pendapatan sendiri sangat tidak sebanding dengan tingginya tingkat
konsumsi yang ada. Hal ini dikarenakan banyaknya tingkat pengangguran yang ada
di Indonesia sendiri. Dimana negara Indonesia merupakan negara yang sedang
berkembang dalam hal ini maka dinyatakan bahwa tingginya tingkat konsumsi
terhadap penduduk di Indonesia sehingga dengan diturunkannya Giro Wajib Minimum
(GWM) akan memudahkan penduduk untuk melakukan kredit. Diharapkan juga ada
kesadaran oleh tiap-tiap individu untuk mematuhi peraturan dalam pengkreditan
yang mereka lakukan. Dalam hal ini diharapkan pula penduduk mampu untuk
membayar hutang kredit mereka secara tapat waktu, jika hal ini dapat terlaksana
dengan baik maka bisa dipastikan pertumbuhan ekonomi negara juga akan membaik.
Untuk korporasi non-bank sendiri yang berpacu terhadap
utang luar negeri (ULN) diharapkan menggunakan sebuah sistem yang dinamakan
sistem kehati-hatian. Hal ini dilakukan guna untuk memenuhi rasio lindung nilai
minimum, rasio likuiditas minimum, credit rating minimum. Bank Indonesia (BI)
selalu mengawasi korporasi non-bank ini sendiri, dengan melihat laporan atau
dari beberapa dokumen korporasi non-bank ini sendiri. Bank Indonesia sangat
benar-benar akan memantau kegiatan serta bagaimana kepatuhan yang dilakukan
oleh korporasi non-bank ini sendiri. Berbagai cara yang dilakukan oleh Bank
Indonesia (BI) dalam memantau kegiatan korporasi non bank itu sendiri, yaitu
dengan meminta penjelasan serta bukti yang terkait, melakukan turun lapangan
langsung untuk melakukan pemeriksaan terhadap korporasi non bank, dan mencari
atau bahkan menunjuk beberapa pihak untuk mewakilkan Bank Indonesi (BI) dalam
melakukan penelitian atau riset secara
langsung. Hal ini dilakukan guna untuk mengurangi terjadinya tingkat
likuiditas yang ada.
Bank Indonesia telah menerbitkan kebijakan baru
mengenai Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) dalam kebijakan
makro prudential, dimana kebijakan ini mengenai tentang bagaimana kredit
kepemilikan properti serta kredit konsumsi yang berhubungan dengan properti.
Bank Indonesia (BI) berharap dengan adanya kebijakan mengenai Loan To Value
(LTV) atau Financing To Value (FTV) dapat mengurangi terjadinya tingkat resiko likuiditas.
Dan menggunakan sistem kehati-hatian dalam prospek kebijakan Loan To Value
(LTV) atau Financing To Value (FTV). Berdasarkan
masa lalu, jika ditinjau dari pengalaman krisis ekonomi global lalu Bank Indonesia
(BI) melakukan pengketatan sekaligus pemeliharaan terhadap stabilitas ekonomi
negara di Indonesia. Dimana kebijakan tersebut telah dibedakan menjadi
kebijakan mikro prudential dan kebijakan makro prudential.
Sejak terjadinya krisis ekonomi global dimana tingkat
inflasi terjadi secara brutal atau besar-besaran. Hal inilah yang akan memicu
gejolak perekonomian suatu negara. Apabila dalam suatu negara mengalami gejolak
perekonomian dimana pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat berperan
penting ke arah kemajuan perekonomian negara. Salah satu penyebab yang dapat
mengakibatkan krisis ekonomi global adalah terjadinya pelumpuhan terhadap nilai
tukar rupiah. Nilai tukar rupiah dimana yang mempunyai peran penting terhadap
perekonomian di negara Indonesia. Kredit yang dilakukan di sektor perbankan
pada saat ini
0 komentar:
Posting Komentar