Blogroll

Jumat, 10 Juni 2016

Kebijakan makro prudential oleh Bank Indonesia (BI) dikeluarkan guna menjaga kestabilan ekonomi. Kebijakan makro prudential sangat penting dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI), dengan adanya kebijakan makro prudential di Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) maka Bank Indonesia (BI) mampu mengatur ataupun menjaga stabilitas ekonomi negara Indonesia. Dalam kebijakan makro prudential tersebut berisi mengenai kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang bagaimana sistem menjaga stabilitas ekonomi dan juga nantinya akan menekan jika terjadi krisis moneter. Jika perekonomian Indonesia mengalami krisis atau sewaktu-waktu mengalami tingkat inflasi maka diperlukan kebijakan makro prudensial, dimana diperlukannya kebijakan makro prudensial untuk mengembalikan kembalinya kelancaran perekonomian Indonesia. Saat ini kondisi perekonomian Indonesia masih dalam keadaan stabil. Hal ini dikarenakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dalam keaadaan menguat.
Seperti halnya pada saat terjadi krisis moneter pada tahun 2008 dimana negara Indonesia mampu melewati krisis tersebut. Krisis yang terjadi pada tahun 2008 dimana krisis yang bermula di negara Amerika Serikat dan pada akhirnya menyerang negara-negara yang lain terjadi di seluruh negara, negara Indonesia pun ikut mengalami krisis ekonomi global tersebut tapi mampu melewatinya. Krisis ekonomi yang terjadi di negara Amerika Serikat bermula pada masyarakat Amerika Serikat dimana peningkatan pendapatan di negara Amerika Serikat mengalami pertumbuhan, hal ini membuat tingkat konsumerisme masyarakat di negara Amerika Serikat meningkat drastis. Dengan meningkatnya pertumbuhan konsumerisme yang trerjadi pada masyarakat Amerika Serikat, hal ini membuat tingkat kredit mulai meningkat. Hal ini pun banyaknya penggunaan kartu kredit yang dilakukan di Amerika Serikat sehingga memudahkan masyarakat dalam pemenuhan konsumerisme yang ada. Sehingga dengan adanya kartu kredit tersebut masyarakat Amerika Serikat semakin mudah untuk memenuhi tingkat konsumsinya, dan yang ditakutkan adalah ketidakmampuan untuk membayar apa yang dikeluarkan.
Bank Indonesia (BI) merupakan bank sentral yang ada di negara Indonesia. Banyaknya tugas-tugas yang perlu dilakukan oleh Bank Indonesia (BI). Bank Indonesia (BI) yang mengatur kebijakan-kebijakan yang ada dalam urusan perekonomian Indonesia. Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan mengenai kebijakan makro prudensial. Dimana kebijakan ini mengenai bagaimana menjaga kestabilan perekonomian di Indonesia. Bank Indonesia (BI) mempunyai  posisi yang sangat penting dalam menjaga kestabilan perekonomian di Indonesia. Bank umum yang ada seperti BNI,BRI, dan lain sebagainya yang harus mengikuti peraturan bank sentral Bank Indonesia (BI). Dimana nantinya Bank Indonesia (BI) telah membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan utamanya mengenai pengkreditan yaitu kebijakan makro prudential.
Nilai tukar rupiah juga berperan sangat penting dalam stabilitas perekonomian di Indonesia. Dimana Bank Indonesia (BI) mempunyai peran dalam menjaga kestabilan perekonomian yang ada di negara Indonesia. Sehingga Bank Indonesia juga melakukan pengawasan dalam urusan perekonomian yang ada di Indonesia. Meskipun nilai tukar rupiah selalu mengalami fluktuasi yang terkadang mengalami peningkatan terkadang pula mengalami penurunan, dalam hal ini masih tidak mempengaruhi dalam kestabilan perekonomian di Indonesia. Untuk menjaga keseimbangan dalam kestabilan perekonomian negara Indonesia, hal ini memberikan dorongan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menjaga kestabilan ekonomi negara Indonesia dengan menerbitkan kebijakan makro prudential di Indonesia. Keadaan perekonomian Indonesia saat ini masih stabil atau bisa dikatakan dalam keadaan baik. Tapi hal ini tidak bisa dianggap remeh, dikarenakan hai ini bisa saja sewaktu-waktu dapat memicu terjadinya resiko sistemik. Ketidakseimbangan kondisi perekonomian di Indonesia dan secara global bisa saja memicu  terjadinya resiko sistemik.
Saat ini pertumbuhan pengkreditan industry perbankan masih dalam keadaan kurang. Dengan menerapkan adanya salah satu kebijakan yaitu Giro Wajib Minimum (GWM), hal ini diharapkan bisa membantu dalam peningkatan usaha pengkreditan sector Industri perbankan di Indonesia. Berita terbaru saat ini direncanakan nantinya Giro Wajib Minimum (GWM) akan mengalami penurunan sekitar 1% dari sebelumnya. Giro Wajib Minimum (GWM) lalu sekitar 7,5% jika nantinya akan diturunkan sebesar 1% maka Giro Wajib Minimum yang akan ditetapkan mengalami fluktuasi sebesar 6,5%. Hal ini diharapkan oleh Bank Indonesia (BI) nantinya akan ada peningkatan fluktuasi dalam hal usaha pengkreditan yang ada di sector industry perbankan di Indonesia. Situasi perekonomian global saat ini sangat tidak menentu, hal ini yang mengakibatkan tidak adanya kepastian dalam nilai tukar rupiah di negara Indonesia saat ini. Bank Indonesia (BI) telah menurunkan tingkat BI rate sehingga terjadi fluktuasi atau perubahan dari kisaran 7,5% menjadi ke arah 7%. Dengan adanya penurunan BI rate serta Giro Wajib Minimum (GWM) saat ini , diharapkan sector fundamental perbankan saat ini bisa lebih kuat dari sebelumnya. Penerapan kebijakan moneter diharapkan bisa lebih baik dari sebelumnya dan lebih cepat. Hal ini dilakukan guna mendorong kestabilan serta pertumbuhan ekonomi di negara Indonesia ini sendiri.
Penurunan Kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) ini sendiri diharapkan mampu meningkatkan usaha sector pengkreditan sendiri, hal ini dianggap lebih efektif. Likuiditas sendiri juga akan menjadi lebih efektif lagi kedepaanya. Tingkat pengkreditan saat ini juga dirasa masih sangat minimum, karena dulunya suku bunga serta Giro Wajib Minimum (GWM) sendiri dirasa masih sangat tinggi sehingga membuat masyarakat untuk berfikir 2 kali dalam hal melakukan pengkreditan. Dengan terjadinya fluktuasi atau mengalami penurunan terhadap suku bunga serta Giro Wajib Minimum (GWM) saat ini yang sangat diharapkan untuk dapat memancing para kreditur atau loan untuk kredit. Apabila  Bank Indonesia (BI) masih menetapkan tingkat suku bunga atau BI rate serta Giro Wajib Minimum (GWM) hal ini mungkin tidak dapat meningkatkan usaha pengkreditan ini sendiri. Dengan turunnya suku bunga atau Bi rate dapat memancing para investor untuk menabung uangnya, karena investor juga sangat berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi negara di Indonesia. Serta dengan adanya penurunan atau fluktuasi sendiri terhadap kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) sendiri hal ini sangat  diharkan juga memancing usaha kredit. Dengan kini kemungkinan likuiditas di perbangkan serta pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat berjalan dengan lancar dan bisa mengarah kea rah lebih baik serta lebih cepat lagi dari sebelumnya. Meskipun pada dasarnya ada sebagian yang mengatakan bahwa sector perbankan di Indonesia saat ini dirasa masih sangat tradisional dibandingkan sector perbankan di negara tetangga. Tapi jika dilakukan sebaik mungkin dan berjalan sesuai sistem kebijakan yang berlaku maka sistem kebijakan makro prudential akan berjalan dengan lancar yang mengarah pada kebijakan moneter itu sendiri.
Tiap-tiap individu mempunyai peran yang sangat penting dalam sector perbankan ini sendiri, serta kebijakan makro prudential juga mempunyai peran yang sangat penting bagi bank-bank umum yang ada. Permasalahan disini sebenarnya sangat bergantung terhadap permasalahan intern lebih fokusnya yaitu permassalahan tiap-tiap individu ini sendiri. Tolak indicator dari keberhasilan suatu sistem kebijakan sangat bergantung juga terhadap masing-msing individu yang ada. Dengan adanya penurunan atau fluktuasi terhadap suku bunga dan juga Giro Wajib Minimum (GWM) hal ini nantinya akan memancing para kreditur atau loan untuk melakukan kredit. Tapi yang perlu diketahui juga pemberian kredit kepada para kreditur harus ada yang namanya pembatasan. Sehingga akan menekan tingkat konsumsi tiap-tiap individu. Permasalahan yang ditakutkan dalam hal ini yaitu dengan memudahkan para kreditur dengan adanya penurunan terhadap Giro Wajib Minimum (GWM) hal ini malah di manfaatkan oleh para individu atau masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Sebagai contoh, misalnya : Seorang kreditur yang ingin melakukan kredit terhadap pembelian perumahan ataupun kendaraan dalam nominal besar dan pada akhirnya tidak mampu untuk membayar. Hal ini yang  akan merugikan sector perbankan ini sendiri. Tingkat konsumerisme ini sendiri pada tiap individu juga dihrapkan dapat terkontrol. Jangan sampai krisis yang terjadi di Amerika Serikat juga terjadi di Indonesia. Secara riil, yang kita ketahui sendiri bahwa tingkat konsumsi di Indonesia sangat tinggi sedangkan untuk pendapatan sendiri sangat tidak sebanding dengan tingginya tingkat konsumsi yang ada. Hal ini dikarenakan banyaknya tingkat pengangguran yang ada di Indonesia sendiri. Dimana negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dalam hal ini maka dinyatakan bahwa tingginya tingkat konsumsi terhadap penduduk di Indonesia sehingga dengan diturunkannya Giro Wajib Minimum (GWM) akan memudahkan penduduk untuk melakukan kredit. Diharapkan juga ada kesadaran oleh tiap-tiap individu untuk mematuhi peraturan dalam pengkreditan yang mereka lakukan. Dalam hal ini diharapkan pula penduduk mampu untuk membayar hutang kredit mereka secara tapat waktu, jika hal ini dapat terlaksana dengan baik maka bisa dipastikan pertumbuhan ekonomi negara juga akan membaik.
Untuk korporasi non-bank sendiri yang berpacu terhadap utang luar negeri (ULN) diharapkan menggunakan sebuah sistem yang dinamakan sistem kehati-hatian. Hal ini dilakukan guna untuk memenuhi rasio lindung nilai minimum, rasio likuiditas minimum, credit rating minimum. Bank Indonesia (BI) selalu mengawasi korporasi non-bank ini sendiri, dengan melihat laporan atau dari beberapa dokumen korporasi non-bank ini sendiri. Bank Indonesia sangat benar-benar akan memantau kegiatan serta bagaimana kepatuhan yang dilakukan oleh korporasi non-bank ini sendiri. Berbagai cara yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dalam memantau kegiatan korporasi non bank itu sendiri, yaitu dengan meminta penjelasan serta bukti yang terkait, melakukan turun lapangan langsung untuk melakukan pemeriksaan terhadap korporasi non bank, dan mencari atau bahkan menunjuk beberapa pihak untuk mewakilkan Bank Indonesi (BI) dalam melakukan penelitian atau riset secara  langsung. Hal ini dilakukan guna untuk mengurangi terjadinya tingkat likuiditas yang ada.
Bank Indonesia telah menerbitkan kebijakan baru mengenai Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) dalam kebijakan makro prudential, dimana kebijakan ini mengenai tentang bagaimana kredit kepemilikan properti serta kredit konsumsi yang berhubungan dengan properti. Bank Indonesia (BI) berharap dengan adanya kebijakan mengenai Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) dapat mengurangi terjadinya tingkat resiko  likuiditas. Dan menggunakan sistem kehati-hatian dalam prospek kebijakan Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV). Berdasarkan masa lalu, jika ditinjau dari pengalaman krisis ekonomi global lalu Bank Indonesia (BI) melakukan pengketatan sekaligus pemeliharaan terhadap stabilitas ekonomi negara di Indonesia. Dimana kebijakan tersebut telah dibedakan menjadi kebijakan mikro prudential dan kebijakan makro prudential.

Sejak terjadinya krisis ekonomi global dimana tingkat inflasi terjadi secara brutal atau besar-besaran. Hal inilah yang akan memicu gejolak perekonomian suatu negara. Apabila dalam suatu negara mengalami gejolak perekonomian dimana pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat berperan penting ke arah kemajuan perekonomian negara. Salah satu penyebab yang dapat mengakibatkan krisis ekonomi global adalah terjadinya pelumpuhan terhadap nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah dimana yang mempunyai peran penting terhadap perekonomian di negara Indonesia. Kredit yang dilakukan di sektor perbankan pada saat ini

0 komentar:

Posting Komentar