Makroprudensial, Penjaga Kestabilan Sistem Keuangan
Oleh : Ika Wahyu Cahyani
Dalam
perekonomian suatu negara, tentunya telah menerapkan berbagai sistem yang
mengatur jalannya roda perekonomian. Mulai dari sistem keuangan, pembayaran,
anggaran fiskal dan lain sebagainya telah diatur sedemikian rupa sehingga dapat
berjalan seimbang. Dalam pengaturannya, terdapat pihak-pihak yang difungsikan
untuk memegang otoritas atas sistem-sistem yang ada.cpihak-pihak pemegang
inilah yang harus bersinergi untuk mewujudkan kestabilan perekonomian yang
ingin dicapai sehingga siklus perekonomian dapat bekerja sebagaimana mestinya.
Berdasar
pada hal tersebut, tulisan ini lebih difokuskan pada pembahasan yang berkaitan
dengan sistem keuangan saja bukan siklus perekonomian secara menyeluruh. Namun,
keberadaan sistem keuangan tersebut juga memiliki andil yang cukup besar dalam
perekonomian. Di Indonesia, institusi yang memegang otoritas tertinggi untuk
mengatur perjalanan kestabilan sistem keuangan adalah Bank Indonesia. Secara institusi,
Bank Indonesia bekerja secara independen, tidak dapat terintervensi oleh pihak
manapun sehingga dalam merumuskan suatu kebijakan tertentu tidak dapat
dipengaruhi oleh pihak lain. Sebagaimana tugas dan fungsi Bank Indonesia dalam
menjaga kestasbilan sistem keuangan, Bank Indonesia memperkenalkan salah satu
produk kebijakannya yaitu kebijakan makroprudensial. Kebijakan ini lahir
sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
menyebabkan banyak pergeseran paradigma dalam perekonomian khususnya yang
berkaitan dengan ekonomi moneter.
Berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi telah menciptakan sejarah perkembangan baru dalam
bidang keuangan. Sejauh yang kita tahu, transaksi keuangan di era sekarang bisa
dilakukan secara digital dan tanpa menggunakan uang tunai. Hal tersebut dirasa
lebih mudah dengan transparasi yang diatur oleh sistem keuangan itu sendiri. Maka,
kebijakan makroprudensial terfokus pada pengendalian pada sistem keuangan
secara keseluruhan dan lebih menekankan pada antisipasi risiko didalamnya. Bahkan,
kebijakan makroprudensial telah diterapkan di beberapa negara karena dinilai
efektif untuk menjaga kestabilan sistem keuangan di negara tersebut.
Tujuan
yang ingin dicapai kebijakan makroprudensial tersebut memang terfokus pada
kestabilan sistem keuangan dengan menekan segala kemungkinan risiko yang dapat
timbul secara sistemik, namuan ada beberapa tujuan yang tak kalah penting
lainnya yakni : meningkatkan efisiensi pada sistem keuangan dan mempermudah
akses keuangan serta mendorong keseimbangan fungsi intermediasi pada
lembaga-lembaga keuangan. Kebijakan
makroprudential ditujukan pada sistem keuangan secara keseluruhan dengan
lembaga/ institusi keuangan seperti perbankan termasuk didalamnya atau perilaku
institusi keuangan secara kolektif yang menyebabkan perubahan pada sistem
keuangan itu sendiri sehingga akan menimbulkan dampak pada siklus perekonomian
secara menyeluh.
Berdasarkan
laporan perekonomian Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia tahun 2014
(LPI BI 2014), menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2014
penerapan kebijakan makroprudensial berdampak pada stabilisasi sistem keuangan
yang berada pada level normal yakni senilai 0,65, lebih kecil dari tahun
sebelumnya sebesar 1,10. Level tersebut diukur melalui indeks stabilisasi
sistem keuangan (ISSK) tahun 2014. Dampak lain yang ditimbulkan yakni meningkatnya
ketahanan perbankan dalam intimigasi risiko kredit dan likuiditas pada saat kondisi
moneter yang ketat sehingga industri perbankan dapat terus tumbuh dan menopang
perekonomian, tingginya rasio kecukupan modal dan rasio kredit bermasalah tetap
berada pada level rendah dan juga risiko pada pasar keuangan masih tetap
terjaga dengan dibuktikan dengan meningkatnya transaksi pasar uang antar bank
dan kenaikan pada indeks harga saham gabungan (IHSG).
Sebagai bank sentral
yang bertindak sebagai otoritas moneter, memegang kendali penuh terhadap sistem
keuangan. Instrument yang diterapkan untuk memperlancar pelaksanaan kebijakan
makroprudensial melalui pengendalian tingkat suku bunga. Secara tidak langsung akan mempengaruhi
lembaga-lembaga keuangan terutama dalam menentukan tingkat bunga kredit. Hal
tersebut berlaku pula dalam pasar keuangan. Ketika kebijakan terhadap suku
bunga kredit diperlonggar maka perankan akan lebih leluasa bertindak dalam
penyaluran kredit pada masyarakat. Dengan meningkatnya kredit dalam masyarakat
akan diharapkan tingkat investasi pun akan meningkat karena dana kredit
digunakan untuk keperluan investasi. Selain itu, seperti yang telah disebutkan
sebelumnya bahwa kebijakan makroprudensial akan semakin memberi kemudahan pada
transaksi anatar bank di pasar keuangan. Hal tersebut akan menciptakan sistem
transaksi yang lebih kondusif dan transparan.