Blogroll

Mahasiswa Konsentrasi Moneter 2013

Perkuliahan terakhir TA 2015/2016 semester genap Mata Kuliah Ekonomi Moneter 2 bersama Bapak Adhitya Wardono SE., M.Sc., Ph.D

Moment Setelah UAS Semester Genap TA 2015/2016

Moment setelah Ujian Mata Kuliah Ekonomi Moneter 2 Selasa 14 Juni 2016

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 26 Juni 2016

Makroprudensial, Penjaga Kestabilan Sistem Keuangan

Makroprudensial, Penjaga Kestabilan Sistem Keuangan
Oleh : Ika Wahyu Cahyani

Dalam perekonomian suatu negara, tentunya telah menerapkan berbagai sistem yang mengatur jalannya roda perekonomian. Mulai dari sistem keuangan, pembayaran, anggaran fiskal dan lain sebagainya telah diatur sedemikian rupa sehingga dapat berjalan seimbang. Dalam pengaturannya, terdapat pihak-pihak yang difungsikan untuk memegang otoritas atas sistem-sistem yang ada.cpihak-pihak pemegang inilah yang harus bersinergi untuk mewujudkan kestabilan perekonomian yang ingin dicapai sehingga siklus perekonomian dapat bekerja sebagaimana mestinya.
Berdasar pada hal tersebut, tulisan ini lebih difokuskan pada pembahasan yang berkaitan dengan sistem keuangan saja bukan siklus perekonomian secara menyeluruh. Namun, keberadaan sistem keuangan tersebut juga memiliki andil yang cukup besar dalam perekonomian. Di Indonesia, institusi yang memegang otoritas tertinggi untuk mengatur perjalanan kestabilan sistem keuangan adalah Bank Indonesia. Secara institusi, Bank Indonesia bekerja secara independen, tidak dapat terintervensi oleh pihak manapun sehingga dalam merumuskan suatu kebijakan tertentu tidak dapat dipengaruhi oleh pihak lain. Sebagaimana tugas dan fungsi Bank Indonesia dalam menjaga kestasbilan sistem keuangan, Bank Indonesia memperkenalkan salah satu produk kebijakannya yaitu kebijakan makroprudensial. Kebijakan ini lahir sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan banyak pergeseran paradigma dalam perekonomian khususnya yang berkaitan dengan ekonomi moneter.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah menciptakan sejarah perkembangan baru dalam bidang keuangan. Sejauh yang kita tahu, transaksi keuangan di era sekarang bisa dilakukan secara digital dan tanpa menggunakan uang tunai. Hal tersebut dirasa lebih mudah dengan transparasi yang diatur oleh sistem keuangan itu sendiri. Maka, kebijakan makroprudensial terfokus pada pengendalian pada sistem keuangan secara keseluruhan dan lebih menekankan pada antisipasi risiko didalamnya. Bahkan, kebijakan makroprudensial telah diterapkan di beberapa negara karena dinilai efektif untuk menjaga kestabilan sistem keuangan di negara tersebut.
Tujuan yang ingin dicapai kebijakan makroprudensial tersebut memang terfokus pada kestabilan sistem keuangan dengan menekan segala kemungkinan risiko yang dapat timbul secara sistemik, namuan ada beberapa tujuan yang tak kalah penting lainnya yakni : meningkatkan efisiensi pada sistem keuangan dan mempermudah akses keuangan serta mendorong keseimbangan fungsi intermediasi pada lembaga-lembaga keuangan. Kebijakan makroprudential ditujukan pada sistem keuangan secara keseluruhan dengan lembaga/ institusi keuangan seperti perbankan termasuk didalamnya atau perilaku institusi keuangan secara kolektif yang menyebabkan perubahan pada sistem keuangan itu sendiri sehingga akan menimbulkan dampak pada siklus perekonomian secara menyeluh.
Berdasarkan laporan perekonomian Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia tahun 2014 (LPI BI 2014), menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2014 penerapan kebijakan makroprudensial berdampak pada stabilisasi sistem keuangan yang berada pada level normal yakni senilai 0,65, lebih kecil dari tahun sebelumnya sebesar 1,10. Level tersebut diukur melalui indeks stabilisasi sistem keuangan (ISSK) tahun 2014. Dampak lain yang ditimbulkan yakni meningkatnya ketahanan perbankan dalam intimigasi risiko kredit dan likuiditas pada saat kondisi moneter yang ketat sehingga industri perbankan dapat terus tumbuh dan menopang perekonomian, tingginya rasio kecukupan modal dan rasio kredit bermasalah tetap berada pada level rendah dan juga risiko pada pasar keuangan masih tetap terjaga dengan dibuktikan dengan meningkatnya transaksi pasar uang antar bank dan kenaikan pada indeks harga saham gabungan (IHSG).
Sebagai bank sentral yang bertindak sebagai otoritas moneter, memegang kendali penuh terhadap sistem keuangan. Instrument yang diterapkan untuk memperlancar pelaksanaan kebijakan makroprudensial melalui pengendalian tingkat suku bunga. Secara tidak langsung akan mempengaruhi lembaga-lembaga keuangan terutama dalam menentukan tingkat bunga kredit. Hal tersebut berlaku pula dalam pasar keuangan. Ketika kebijakan terhadap suku bunga kredit diperlonggar maka perankan akan lebih leluasa bertindak dalam penyaluran kredit pada masyarakat. Dengan meningkatnya kredit dalam masyarakat akan diharapkan tingkat investasi pun akan meningkat karena dana kredit digunakan untuk keperluan investasi. Selain itu, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kebijakan makroprudensial akan semakin memberi kemudahan pada transaksi anatar bank di pasar keuangan. Hal tersebut akan menciptakan sistem transaksi yang lebih kondusif dan transparan.



Sisi Lain The Fed: Sebuah Propaganda atau Fakta Tak Terungkap?

 Sisi Lain The Fed: Sebuah Propaganda atau Fakta Tak Terungkap?
Oleh: Rizki A. Santoso
Setiap bank sentral di berbagai negara dunia sudah tentu memiliki karakteristik mengenai peraturan dan tujuan yang ingin dicapai. Bank sentral yang tedapat baik di negara maju maupun negara sedang berkembang juga memiliki sejarah mandat yang berbeda-beda. Sebagai contoh bank sentral Kanada dengan berbagai evolusi dan transformasi sejarah mandatnya seperti mengatur kredit dan mengatur mata uangnya dengan memainkan suku bunga sebagai instrumen terbaiknya, mengontrol dan melindungi nilai satuan moneter, memitigasi pengaruh fluktuasi tingkat harga umum dan juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan keunagan Kanada. Berbeda dengan bank sentral Inggris dimana tujuan kebijakan moneternya mengalami perubahan sejak dinasionalisasi pada tahun 1946 yaitu mencapai dan mengurangi angka pengangguran, mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, menciptakan inflasi yang rendah dan memelihara kestabilan nilai tukar. Sedangkan untuk mandat kebanyakan bank sentral yang ada di negara berkembang tidak jauh berbeda dengan bank sentral negara maju yaitu menjaga stabilitas harga dan nilai tukar, hanya saja yang membedakannya adalah beberapa bank sentral di negara sedang berkembang juga ikut terlibat dalam membiayai defisit fiskal yang berhubungan dengan program pembangunan pemerintah, sehingga hal ini berdampak pada independensi bank sentral dari pemerintah karena kebijakan moneternya yang tunduk pada kebijakan fiskal.
Sementara tujuan atau mandat dari bank sentral Amerika atau The Fed dijelaskan pada sebuah literatur, dimana The Fed sebagai bank sentral yang di dirikan pada tahun 1913 memiliki tujuan kebijakan moneter untuk membantu mengatasi pergerakan inflasi dan deflasi, menciptakan dan mempertahankan tingkat tenaga kerja yang tinggi, menjaga kestabilan nilai tukar, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi negara. Setelah mengalami berbagai transformasi dan evolusi mengenai kerangka kebijakan moneternya, bank sentral di berbagai negara maju dan berkembang sampai saat ini memiliki tujuan utama kebijakan moneter untuk menciptakan inflasi yang rendah, hal ini disebabkan salah satunya adalah karena keraguan tentang relevansi dan validitas resep kebijakan yang diberikan oleh Keynesian, yang memunculkan unsur kebangkitan dari teorema Friedman dengan dalilnya bahwa terdapat trade off antara inflasi dan pengangguran dalam jangka pendek, tetapi tidak ada trade off dalam jangka panjang antara inflasi dan pengangguran. Sehingga akibat keberhasilan sasaran inflasi untuk mengurangi inflasi jangka panjang di tahun 1980an dengan meningkatkan output dan tenaga kerja telah mengakibatkan sasaran inflasi sebagai adopsi umum tujuan utama bank sentral di beberapa negara, termasuk BI yang memiliki tujuan untuk menciptakan dan menjaga kestabilan nilai mata uangnya, baik nilai uang terhadap barang dan jasa yang diproksi melalui inflasi, maupun nilai uang terhadap nilai mata uang negara lain yang dicerminkan melalui nilai tukar.
The Fed merupakan bank sentral yang hingga saat ini masih menjadi pusat perhatian bagi para bankir, investor dan pemerintah di berbagai negara. Bagaimana tidak, perkataan atau statement seorang Janet Yallen sebagai gubernur bank sentral Amerika pun dapat membuat kepanikan pasar keungan beberapa negara, terbukti ketika beredar setiap isu yang mengatakan  bahwa the fed akan menaikkan suku bunganya, maka pada saat yang sama akan membuat pasar keuangan di berbagai negara akan bergejolak. Namun di balik kesakralan the fed ternyata terdapat beberapa hal entah itu hanya sebuah mitos, suatu propaganda belaka, atau mungkin malah sebuah fakta yang tak terungkap dari bank sentral asal negara Amerika Serikat.
Di balik kekuatannya yang memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian negara di dunia terutama dalam spektrum finansial, terdapat beberapa informasi yang dapat digali mengenai bank sentral asal Amerika Serikat  berupa pro kontra pendiriannya, nama, kepemilikan, dan independensinya. Dari sisi berdirinya, ternyata terdapat sejarah yang membungkus kisah tentang pro kontra pendirian bank sentral AS. Beberapa tokoh besar AS pada saat itu tidak setuju dengan adanya bank sentral, bahkan dalam sebuah literatur tentang The American Dream, Thomas Jefferson sebagai Presiden Ke-3 AS menolak dan berjuang mati-matian agar tidak ada bank sentral, karena menurutnya bank sentral yang ada telah ditunggangi kepentingan-kepentingan orang tertentu dan adanya campur tangan dari Rothschild sebuah dinasti bankir asal Jerman yang disebutkan bahwa ia lah yang membiayai perang waterlo antara Napoleon dan Inggris. Dalam statement Thomas disebutkan bahwa bank sentral merupakan lembaga permusuhan yang paling mematikan terhadap prinsip-prinsip maupun bentuk konstitusi negaranya, karena jika kontrol atas penerbitan mata uang mereka di serahkan kepada bank sentral, maka akan merampas hak milik warganya melalui inflasi dan deflasi. Thomas Jefferson merupakan presiden yang menempatkan ekonomi di atas segalanya, dimana ia lebih memilih ekonomi dan kebebasan daripada kekayaan dan perbudakan.
Hingga pada saat itu, bank sentral pertama AS hanya mampu bertahan sekitar 20 tahun. Tokoh besar selanjutnya yang menentang adanya bank sentral adalah Presiden ke-7 AS, Andrew Jackson. Dia sangat menentang para bankir sebagai musuhnya, yang pada tahun 1836 berhasil menghapus bank sentral. Hingga seiring berjalannya waktu para bankir yang bersifat ambius terus berupaya agar bank sentral tetap didirikan di AS, sampai pada 23 Desember 1913 bank sentral dengan nama The Federal Reserve berhasil didirikan. Salah satu kaum yang setuju dengan adanya bank sentral pada masa pemerintahan presiden ke-3 pada saat itu adalah Alexander Hamilton, selaku sekretaris bendara AS yang mendukung adanya bank sentral untuk mengamankan finansial negaranya. Inilah pro kontra berdirinya bank sentral AS.

Melihat dari sisi nama dan kepemilikan the fed, ada sebuah literatur entah itu sebuah mitos atau fakta yang mengatakan bahwa nama federal dibuat hanya untuk menciptakan sebuah kesan atau mengelabuhi publik. The fed merupakan bank swasta atau bank privat yang kepemilikannya berada pada para pemegang saham, dimana tidak ada satu pun yang diizinkan untuk masuk ke dalam kantor wilayahnya baik penduduk AS, pemerintah, CIA, FBI, maupun mahkamah agungnya. Inilah yang menjadikan sebuah mitos, atau mungkin bahkan sabagai propaganda atau justru sebuah fakta tak terungkap dari bank sentral yang paling independen di dunia.

Melihat Sisi Lain Inflasi



 Melihat Sisi Lain Inflasi
Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa inflasi merupakan suatu hal yang harus menjadi fokus perhatian utama dalam segala aktivitas ekonomi yang ada di setiap Negara-negara di dunia. Tidak memandang entah itu negara maju, negara sedang berkembang, maupun negara-negara terbelakang. Inflasi seperti yang kita kenal adalah naiknya harga-harga barang secara kontinyu atau terus menerus. Setiap negara tentunya mempunyai peran dan strategi dalam menangani hal-hal yang berkaitan dengan masalah inflasi. Begitu pula dengan Indonesia, sebagai negara emerging market, Indonesia memiliki Bank Indonesia selaku otoritas moneter yang mempunyai tujuan untuk menciptakan dan memelihara kestabilan nilai rupiah, salah satunya adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang atau jasa yang di proksi atau dikenal dengan inflasi. Dalam menjaga agar inflasi tetap stabil, Bank Indonesia membuat kerangka kerja kebijakan yang dikenal dengan istilah inflation targeting framework yang disingkat ITF, dimana periode penetapan kerangka kerja ITF ini dibuat pada bulan Juli 2005. ITF ini merupakan kerangka kerja untuk mencapai tingkat inflasi sesuai yang ditargetkan
            Inflasi dapat diartikan sebagai dua sisi mata pisau, karena di satu sisi inflasi dapat menjadi masalah jika tidak dijaga, di sisi lain inflasi dapat dijadikan prasyarat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Inflasi dapat menjadi sebuah masalah ketika inflasi mempunyai presentase angka yang tinggi, dengan tingkat inflasi yang tinggi, maka mencerminkan rendahnya atau menurunkan daya beli masyarakat. Sedangkan inflasi dibutuhkan sebagai suatu indikator pertumbuhan ekonomi adalah ketika dalam suatu negara mempunyai tingkat inflasi yang stabil, karena pada dasarnya inflasi dapat mejadi sebuah indikator atau cerminan bahwa suatu negara sedang mengalami pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga berarti bahwa inflasi yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan atau daya beli bisa dikatakan sebagai indikator membaiknya ekonomi. Tetapi dengan catatan inflasi yang terjadi adalah stabil, tidak terlaalu tinggi, dan juga tidak terlalu rendah.
            Banyak faktor yang mempengaruhi naik turunnya inflasi, seperti inflasi yang disebabkan karena meningkatnya permintaan dimana penawaran tidak bisa mengimbanginya (Permintaan lebih banyak dari penawaran barang) merupakan penyebab inflasi yang dinamakan demand pull inflation. Lalu penyebab inflasi yang kedua adalah meningkatnya harga bahan baku atau meningkatnya pendapatan merupakan inflasi yang dinamakan sebagai cost push inflation. Dari kedua sumber penyebab inflasi ini, kita dapat membandingkan mana inflasi yang bagus untuk sebuah negara agar jalannya aktivitas perekonomian tidak teganggu dengan adanya inflasi, karena Inflasi merupakan konsekuensi yang terjadi akibat adanya suatu aktivitas ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Demand pull inflation bisa dikatakan menjadi penyebab inflasi yang lebih baik daripada cost push inflation. Dengan meningkatnya permintaan masyarakat¸ maka dapat membuat produsen untuk dapat berpikir bagaimana untuk menambah kapasitas produksi barang dan jasa untuk memenuhi naiknya permintaan masyarakat, untuk mencapai agar permintaan dan penawaran seimbang, langkah yang dilakukan produsen adalah melakukan ekspansi usahanya (menambah kapasitas produksi) dengan cara melakukan investasi baru. Dengan timbulnya ekspansi usaha atau investasi yang baru ini tentunya akan menambah faktor produksi, seperti terserapnya tenaga kerja yang dilibatkan dalam proses produksi, hal ini akan bermuara pada menurunnya tingkat pengangguran. Berbeda dengan demand pull inflation, cost push inflation yang merupakan inflasi yang disebabkan karena meningkatnya harga-harga dari bahan baku dan meningkatnya pendapatan dari pekerja bisa berbahaya yang dapat menyebabkan terganggunya aktivitas perekonomian yang ada pada suatu negara. Dengan meningkatnya harga-harga dari bahan baku, akan menyebabkan biaya produksi menjadi lebih tinggi, hal ini akan menuntut seorang produsen untuk bisa efisien dalam melakukan proses produksi. Inflasi yang disebabkan karena faktor ini dapat menimbulkan terjadinya PHK, karena dalam hal ini produsen berpikir secara rasional untuk dapat menekan biaya produksi menjadi lebih efisien.
            Pemerintah dan otoritas moneter khususnya, terus melakukan upaya dalam menciptakan dan memelihara stabilitas harga. Kebijakan yang dilakukan pun berupa kebijakan moneter dan kebijakan non-moneter. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai masalah yang berkaitan dengan distribusi. Bagaimana sebuah komoditas mampu didistribusikan ke setiap pulau dan dapat menyentuh ke setiap pelosok negeri merupakan pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Karena di Indonesia, inflasi yang terjadi kebanyakan disebabkan karena masalah distribusi logistik. Terganggunya suatu distribusi ke setiap pulau akan menyebakan terjadinya disparitas harga. Untuk mengatasi hal ini, maka pemerintah dituntut untuk terus membangun infrastruktur dalam menghubungkan setiap pulau, sehingga inflasi yang disebabkan karena masalah distribusi logistik dapat segera diatasi. Dalam menjaga stabilitas harga, saat ini pemerintah dan BI telah melahirkan Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Upaya ini sebagai bentuk dalam menangani dan mengontrol stabilitas harga yang ada di setiap daerah.
            Dalam menangani inflasi yang disebabkan karena musim dan cuaca yang terjadi di Indonesia, pemerintah dituntut untuk menjaga stok agar ketika suatu komoditas terutama pada sektor pertanian terganggu dengan adanya gagal panen yang disebabkan karena faktor cuaca. Manajemen stok komoditas merupakan salah satu upaya untuk menjaga agar pasokan pangan yang terjadi akibat gagal panen, sedini mungkin dapat diatasi dengan menjaga stok pangan sebelum faktor cuaca menjadi penghambat kelangkaan komoditas di sektor pertanian. Seperti diketahui bahwa komoditas yang ada pada sektor pertanian seperti sayuran, cabe, dan komoditas lain merupakan barang yang panennya tergantung pada faktor cuaca. Inflasi pada sektor ini menjadi salah satu penyumbang inflasi yang terbilang cukup signifikan. Untuk itu baik pemerintah pusat maupun pemda, BI, dan TPID harus memperkuat koordinasi dalam rangka mengatasi inflasi yang timbul akibat masalah pasokan dari sektor pertanian.
            Upaya-upaya yang sudah disebutkan seperti yang ada diatas merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dan otoritas moneter melalu sektor riil untuk menjaga stabilitas harga agar inflasi tetap terjaga. Strategi pemerintah dalam menjaga inflasi dipengaruhi oleh sumber penyebab inflasi itu sendiri. Artinya pemerintah akan membuat kebijakan entah itu kebijakan moneter maupun kebijakan non moneter tergantung pada sumber penyebab inflasi. Ketika inflasi yang disebabkan karena masalah manajemen stok komoditas, maka pemerintah, BI, dan TPID akan melakukan kebijakan melalui sektor riil secara langsung. Begitu pula jika inflasi yang disebabkan karena faktor lain misalnya adalah terdepresiasinya rupiah yang disebabkan karena banyaknya capital outflow. Misalkan Capital outflow yang disebabkan karena iklim investasi yang sedang tidak bagus di perekonomian domestik, menyebabkan investor membawa uangnya dan menanamkan modalnya ke negara dengan prospek perekonomiannya yang dianggap baik. Maka terdepresiasinya rupiah ini akan menyebabkan barang impor yang terkait dengan bahan baku akan mengalami kenaikan harga. Dalam hal ini upaya yang dilakukan pemerintah untuk membuat nilai tukar rupiah tetap stabil dan tidak terdepresiasi adalah dengan menurunkan suku bunga untuk menarik para investor yang nantinya berdampak pada banyaknya capital inflow sehingga bermuara pada tingkat harga yang terjaga akibat stabilnya nilai tukar rupiah. Ini merupakan salah satu kebijakan moneter untuk mengendalikan stabilitas harga dengan instrumen suku bunga. Masih banyak instrumen kebijakan moneter lainnya yang dapat dijadikan tools untuk mengatasi inflasi sesuai dengan sumber penyebab inflasi maupun kriteria inflasi, seperti operasi pasar terbuka, moral persuasion, dan lain-lain.


Permainan perekonomian demi menguasai berbagai lini memang sangat banyak dilakukan, kondisi demgrafis tidak lagi menjadi sebuah hambatan bagimana penguasaan itu berhenti. Penawaran uang di lelang saham minyak badan usaha milik negara arab saudi mulai genjar dilakukan. Dalam taktisnya mereka sedikit demi sedikit mengalihkan sumberdaya yang ada ke berbagai sumberdaya yang masih hal yang sulit dan tidak ada di dala penguasaannnya. Pengalihan makna disini  tersirat bahwa perekonomian mulai berfikir jangka panjang dengan melihat trend dan perkembangan yang ada.
Dalam pergeakannya secara tidak langsung sebuah langkah yang di ambil akan sangat mempengaruhi suatu keseimbangan akan peredaran uang dalam masyarakat. Penjualan surat berharga akan merespon permintaan akan uang bergulir dalam proses tersebut. Tidak hanya dalam proses transaksi yang terjadi saja, namun biaya yang akan di timbulkan juga akan menciptakan sebuah alasan kenapa suatu saat akan terjadi gejolak aka jumlah uang yang beredar. Sebenarnya dalam pergerakan keuangan ini di dasari atas penawaran akan sebuah kebutuhan.
Kebijakan yang dilakukan suatu negara seperti yang dilakukan arab saudi dengan meminta menambah jumlah uang beredar dengan secara implisit. Pasalnya seperti yang tengah disampaikan dalam sebelumnya keseluruhan akan penguasaaan perekonomian juga akan menimbulkan permintaan akan barang lain yang juga dapat menimbukan penawwaran akan uang juga meningkat. Belum lagi jika ini di ikuti dengan arus biaya yang terjdi dalam keberlangsungan perekonomian juga tentunya menciptakan ruang dimana pihak ketiga menjadi ladang berkembangnya akan penawaran uang.
Penawaran uang kini dapat menjadi sebuah gambaran kekuatan maupun kelemahan suatu perekonomian suatu wilayah. Dalam kasus penawaran uang untuk pengalihan kekayaann mutlak ke arah kekayaan yang minoritas dapat di tafsirkan ke dalam penawaran yang positif. Yang dimaksudkan disini adalah penawaran guna membuka sebuah peluang kepemilikan dengan harapan sebuah kemandirian. Pengeluaran tersebut atau penawaran uang menjadi kunci utama kesejahteraan akan pemenuhan kebutuhan yang merata bagi masyarakat sekitarnya.
Dalam pengeluarannya atau penawarannnya yang dikatakan negatif adalah dimana dalam proses berjalannnya mengakibatkan sebuat ketidak efektifan alokasi dana tersebut. Dalam masa yang tengah dilakukan dalam perekonomian ini sering terjadi jika penawaran akan uang hanya terjadi akibat berkembangnya pihak ketiga sebagai gambaran biaya dalam memegang uang. Biayan akan memegang uang tidak tersebut menciptakan gap yang jelas dari permintaan akan penawaran uang berlebih dengan output yang semu. Disni dapat diartikan bahwa suntingan dana tidak lagi di alokasikan dalam ranah yag produktif.
Perekonomian saat yang di gambarkan oleh penawaran uang berlebih oleh masyarakat kini tidak lagi dapat dikaji menjadi suatu gambaran pertumbuhan perekonimian domistik begitu saja. Dalam lapang mungkin ini akan dapat di kelompokkan dala kondisi yang positif dan negatif dalam segi kemanfaatan aplikatifnya. Namun, dalam jangka panjang ini akan mengguncang kestabilan perekonomian yang terjadi di suatu wilayah tersebut. Penawaran akan uang yang berjalan pada bidang produktif dan semu yang diakibatkan oleh pihak ketiga disini sedikit demi sedikit menggeser keseimbangan perekonomian yang ada dalam wilayah tersebut.
Perlu menjadi sebuah pembelajaran juga bahwa ketika seseorang memegang uang disitu akan ada biaya yang akan masuk dan memengaruhi penawaran uang tanpa di sadari. Biaya akan memegang uang menjadi tanggungan yang harus di keluarkan dengan aspek keamanan serta jaminan akan kepemilikan uangnya. Dari sinilah awal mulanya muncul peran pihak ketiga dimana penghantar akan dua kebutuhan yang berbeda. Suatu kondisi dimana salah seorang membutuhkan akan jaminan dan keamanan dan disisi lain membutuhkan sebuah dorongan modal untuk produktif.
Sampai saat ini dorongan akan penawaran uang menjadi berbaga macam bentuk seperti berbagai ranah yang di gunakan sebagai sarana penghantar. Sebagai contoh yang dilakukan disaat diberlakukan kebijakan dengan menurunkan tingkta bunga oleh otoritas moneter, sebenarnya ini membuka peluang akan peningkatan penawaran uang denga pasif. Jalan di buka dengan sengaja dengan harapan kondisi hasil yang positif. Oleh karenanya dalam menjaga sebuah kestabilan sangatlah sulit karena sering di jumpai kontradiksi antar pelaku ekonomi dalam menjalankan perannya. Penyelarasan atau perimbangan dari salah satu pemegang otoritas kebijakan harus dilakukan. Kordinasi dan komunikasi menjadi salah satu kunci utama menjaga kondisi yang stabil.