GNNT : Efisiensi Transaksi Non
Tunai
Oleh : Ika Wahyu Cahyani
Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Jember; Konsentrasi Ekonomi Moneter
Menilik sejarah
perkembangannya, uang merupakan suatu komoditas yang memiliki fungsi yaitu sebagai
alat tukar/ alat pembayaran dan komoditas yang dapat diperjual belikan. Fungsi
uang ini digunakan untuk melakukan suatu transaksi atas penukaran barang dan
jasa untuk konsumsi serta dapat diperjual belikan melalui lembaga tertentu
(pasar uang). Seiring berjalannya waktu dengan tuntutan teknologi yang
sedemikian canggihnya, kini uang bukan saja diartikan dalam bentuk fisik
semata, namun juga bisa menggunakan media lain yang fungsinya dapat
menggantikan bentuk fisik uang itu sendiri. Hal tersebut merupakan sebuah
inovasi yang muncul sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga
keberadaannya semakin mempermudah kegunaannya untuk bertransaksi karena tidak
harus menggunakan fisik uang secara langsung.
Berdasarkan uraian
tersebut, sebagai otoritas moneter yang berwenang mengatur dan mengendalikan
uang, Bank Indonesia mencanangkan sebuah progam yang bernama GNNT (Gerakan
nasional non tunai) pada tanggal 14 Agustus 2014. Gerakan ini memiliki tujuan
yakni mengurangi penggunaan uang tunai dalam transaksi di masyarakat. Pengurangan
penggunaan uang tunai dalam transaksi dimaksudkan untuk meminimalisir risiko,
seperti pemalsuan uang secara fisik, pencurian dan lain sebagainya serta yang akan
mempermudah transaksi. Jika ditinjau dalam sistem pembayaran, transaksi
non-tunai memiliki kelebihan yaitu dapat mewujudkan akuntabilitas dan efisiensi
dalam transaksi. (Sumber : Buletin Bank Indonesia edisi 50 Tahun 2014).
Dewasanya, penggunaan
uang non tunai ini memiliki keunggulan secara jangka panjang. Seperti yang
telah diungkapkan sebelumnya bahwa uang tunai terlalu berisiko sehingga uang
non tunai hadir sebagai solusi. Selain mempermudah dan mengurangi risiko dalam
bertransaksi, juga dapat meminimalisir biaya yang dikeluarkan untuk mencetak
uang tunai sehingga akan memperkecil pengeluaran anggaran suatu negara. Keunggulan
lain yang dirasakan ketika bertransaksi dengan menggunakan uang non tunai yakni
mengurangi tingkat kesalahan saat bertransaksi dalam jumlah yang besar. Kesalahan
tersebut meliputi kesalahan erhitungan, pemcatatan, pelaporan dan lain-lain. Contoh
produk dari uang non tunai tersebut ialah,
kartu kredit, kartu debit, uang elektronik, dan lain sebagainya.
Memasuki era
perdagangan bebas dan integrasi ekonomi ASEAN, transaski dengan uang non tunai
digunakan sebagai acuan kesetaraan sistem keuangan dan sistem pembayaran oleh
perbankan antar negara anggota. Di indonesia sendiri, penggunaan uang non tunai
dalam transasksi masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN lainnya. Menurut data Bank Indonesia, penggunaan uang tunai dalam
pembayaran di Indonesia sekitar 99,4 % atau 0,6% secara non tunai. Sedangkan di
Singapura, transaksi non tunai sebesar 55,5% dari keseluruhan transaksi.
(Sumber : Buletin Bank Indonesia edisi 50 Tahun 2014). Sementara itu, jumlah uang
beredar (M1) Indonesia masih terbilang sangat tinggi. Menurut data yang
dihimpun Bank Indonesia, pada Desember 2015 jumlah uang beredar (M1) sebesar Rp
1.055,33 triliun.
Namun, paradigma
masyarakat kebanyakan masih berprinsip tradisional sehingga cenderung lebih
senang bertransaksi secara tunai. Hal tersebut merupakan hambatan yang harus
dihadapi oleh Bank Indonesia untuk menyukseskan GNNT. Pasalnya, sebagian besar
masyarakat belum mengenal transaksi non tunai beserta alat pembayarannya,
dikarenakan kondisi Indonesia secara geografis masih menimbulkan ketimpangan
secara pengetahuan dan informasi. Untuk itu, perlu adanya sosialisasi dan
pendekatan pada masyarakat tersebut untuk mengenalkan konsep transaksi non
tunai tersebut. Dengan upaya sosialisasi tersebut, Bank Indonesia dapat
menasionalisasi progam GNNT.
Untuk
merealisasikannya, Bank Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi/ lembaga terkait,
misalnya institusi pendidikan dan swadaya masyarakat. Melalui optimalisasi
pemanfaatan sumber daya manusia seperti peranan mahasiswa dan tenaga
kependidikan, sehingga yang ada diharapkan mampu menyukseskan progam tersebut dengan
memanfaatkan peranan mahasiswa, sehingga masyarakat mampu beralih menggunakan
transaksi tunai ke non tunai. Dengan demikian, risiko dalam sistem keuangan
secara keseluruhan dapat diminimalisir dan beban biaya percetakan uang pun akan
berkurang.
0 komentar:
Posting Komentar