Blogroll

Minggu, 26 Juni 2016

GNNT : Efisiensi Transaksi Non Tunai

GNNT : Efisiensi Transaksi Non Tunai
Oleh : Ika Wahyu Cahyani
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Jember; Konsentrasi Ekonomi Moneter

Menilik sejarah perkembangannya, uang merupakan suatu komoditas yang memiliki fungsi yaitu sebagai alat tukar/ alat pembayaran dan komoditas yang dapat diperjual belikan. Fungsi uang ini digunakan untuk melakukan suatu transaksi atas penukaran barang dan jasa untuk konsumsi serta dapat diperjual belikan melalui lembaga tertentu (pasar uang). Seiring berjalannya waktu dengan tuntutan teknologi yang sedemikian canggihnya, kini uang bukan saja diartikan dalam bentuk fisik semata, namun juga bisa menggunakan media lain yang fungsinya dapat menggantikan bentuk fisik uang itu sendiri. Hal tersebut merupakan sebuah inovasi yang muncul sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga keberadaannya semakin mempermudah kegunaannya untuk bertransaksi karena tidak harus menggunakan fisik uang secara langsung.
Berdasarkan uraian tersebut, sebagai otoritas moneter yang berwenang mengatur dan mengendalikan uang, Bank Indonesia mencanangkan sebuah progam yang bernama GNNT (Gerakan nasional non tunai) pada tanggal 14 Agustus 2014. Gerakan ini memiliki tujuan yakni mengurangi penggunaan uang tunai dalam transaksi di masyarakat. Pengurangan penggunaan uang tunai dalam transaksi dimaksudkan untuk meminimalisir risiko, seperti pemalsuan uang secara fisik, pencurian dan lain sebagainya serta yang akan mempermudah transaksi. Jika ditinjau dalam sistem pembayaran, transaksi non-tunai memiliki kelebihan yaitu dapat mewujudkan akuntabilitas dan efisiensi dalam transaksi. (Sumber : Buletin Bank Indonesia edisi 50 Tahun 2014).
Dewasanya, penggunaan uang non tunai ini memiliki keunggulan secara jangka panjang. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa uang tunai terlalu berisiko sehingga uang non tunai hadir sebagai solusi. Selain mempermudah dan mengurangi risiko dalam bertransaksi, juga dapat meminimalisir biaya yang dikeluarkan untuk mencetak uang tunai sehingga akan memperkecil pengeluaran anggaran suatu negara. Keunggulan lain yang dirasakan ketika bertransaksi dengan menggunakan uang non tunai yakni mengurangi tingkat kesalahan saat bertransaksi dalam jumlah yang besar. Kesalahan tersebut meliputi kesalahan erhitungan, pemcatatan, pelaporan dan lain-lain. Contoh produk dari  uang non tunai tersebut ialah, kartu kredit, kartu debit, uang elektronik, dan lain sebagainya.
Memasuki era perdagangan bebas dan integrasi ekonomi ASEAN, transaski dengan uang non tunai digunakan sebagai acuan kesetaraan sistem keuangan dan sistem pembayaran oleh perbankan antar negara anggota. Di indonesia sendiri, penggunaan uang non tunai dalam transasksi masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Menurut data Bank Indonesia, penggunaan uang tunai dalam pembayaran di Indonesia sekitar 99,4 % atau 0,6% secara non tunai. Sedangkan di Singapura, transaksi non tunai sebesar 55,5% dari keseluruhan transaksi. (Sumber : Buletin Bank Indonesia edisi 50 Tahun 2014). Sementara itu, jumlah uang beredar (M1) Indonesia masih terbilang sangat tinggi. Menurut data yang dihimpun Bank Indonesia, pada Desember 2015 jumlah uang beredar (M1) sebesar Rp 1.055,33 triliun.
Namun, paradigma masyarakat kebanyakan masih berprinsip tradisional sehingga cenderung lebih senang bertransaksi secara tunai. Hal tersebut merupakan hambatan yang harus dihadapi oleh Bank Indonesia untuk menyukseskan GNNT. Pasalnya, sebagian besar masyarakat belum mengenal transaksi non tunai beserta alat pembayarannya, dikarenakan kondisi Indonesia secara geografis masih menimbulkan ketimpangan secara pengetahuan dan informasi. Untuk itu, perlu adanya sosialisasi dan pendekatan pada masyarakat tersebut untuk mengenalkan konsep transaksi non tunai tersebut. Dengan upaya sosialisasi tersebut, Bank Indonesia dapat menasionalisasi progam GNNT.

Untuk merealisasikannya, Bank Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi/ lembaga terkait, misalnya institusi pendidikan dan swadaya masyarakat. Melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya manusia seperti peranan mahasiswa dan tenaga kependidikan, sehingga yang ada diharapkan mampu menyukseskan progam tersebut dengan memanfaatkan peranan mahasiswa, sehingga masyarakat mampu beralih menggunakan transaksi tunai ke non tunai. Dengan demikian, risiko dalam sistem keuangan secara keseluruhan dapat diminimalisir dan beban biaya percetakan uang pun akan berkurang.

0 komentar:

Posting Komentar