Blogroll

Minggu, 12 Juni 2016

Pengaruh Pelonggaran Kebijakan Makroprudensial

Pengaruh Pelonggaran Kebijakan Makroprudensial

Makroprudensial, suatu instrumen kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia guna menjaga stabilitas sistem keuangan. Sistem keuanganmerupakan sebagai kumpulan instuisi atau kebijakan, pasar, ketentuan perundangan, peraturan – peraturan, teknik – teknik dimana surat berharga diperdagangankan, tingkat bunga ditetapkan, dan jasa- jasa keuangan dihasilkan serta ditawarkan ke seleuruh bagian dunia.
Sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus kepada pihak yang mengalami defisit. Apabila sistem keuangan tidak stabil terlebih lagi tidak berfungsi secara efisien, pengalokasian dana tidak akan berjalan dengan baik sehingga dapat menghambat lajunya pertumbuhan ekonomi di suatu Negara. Tugas bank Indonesia salah satunya adalah menjaga stabilitas keuangan guna menjaga instrumen makroprudensial berjalan dengan baik. Dimana dalam makroprudensial ini sering terjadi goncangan-goncangan sistem keuangan. Goncangan atau fluktuasi dari sistem keuangan  di antaranya disebabkan oleh tekanan inflasi dan volatilitas nilai tukar rupiah. Dengan adanya kebijakan makroprudensial ini, maka fluktuasi sistem keuangan yang disebabkan oleh inflasi dan nilai tukar ini dapat dituntaskan secara perlahan.
Kebijakan makroprudensial dikeluarkan oleh Bank Sentral Indonesia ( Bank Indonesia - BI) guna agara dapat meningkat ketahanan sistem keuangan dan mencegah serta mengurangi risiko sistemik yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi di sektor keuangan dan moneter. Dengan adanya kebijakan makroprudensial ini, setiap kebijakan yang dikeluarkan akan di awasi oleh Bank Indonesia. Pengawasan oleh bank indonesia ini bertujuan untuk mewujudkan sistem keuangan yang stabil dan berkualitas. Arah tujuan kebijakan makrprudensial sendiri yaitu untuk membatasi risiko individual institusi keuangan tanpa memperhatikan dampaknya pada makro ekonomi.
Dalam kebijakan makroprudensial, intrumen – instrumen yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu diantaranya instrumen Mitigasi Resiko Kredit yang terdiri dari pembatasan pertumbuhan, pembatasan LDR, LTV (loan to value), dan Dynamic Provisioning. Yang kedua yaitu instrumen Mitigasi Insolvency yang terdiri dari Pembatasan debt to income ratio, leverage ratio, dan permodalan. Ketiga, Instrumen Risiko Pasar yang terdiri dari limit posisi valas dan pembatasam kredit valas. Kemudian yang terakhir yaitu instrumen Mitigasi Risiko Likuiditas yang terdiri dari minimum liquidity mismatch ratio, minimum core funding ratio, reserve requirement, dan pembatasan eksposur interbank. Dari beberapa instrument yang dijabarkan, instrument yang dipakai di Indonesia yaitu hanya Instrumen Pembatasan LDR (loan to deposits ratio), LTV (loan to value), dan limit posisi valas.
Untuk memperlancar kebijakan makroprudensial, perlu diadakannya pengaturan dan pengawasan. Dalam pengaturan dan pengawasan ini dilakukan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan dan pengawasan mengenai makroprudensial, yaitu “dalam rangka mendorong terpeliharanya stabilitas sistem keuangan maka diperlukan upaya-upaya untuk membatasi dan mencegah resiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, dan jua meningkatkan efisensi sistem keuangan dan akses keuangan melalui kegiatan pengaturan dan pengawasan makroprudensial.”
Pada September 2015, Bank Indonesia memutuskan kembali memperlonggar kebijakan makroprudensialnya, meskipun moneter diperketat, LTV (loan to value) dan LFR (loan to funding ratio) sudah diperlonggar. Adanya perlonggaran instrumen kebijakan makroprudensial ini akan diharapkan dapat memperlancar penyaluran kredit dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Saat ini, fokus instrumen kebijakan makroprudensial tidak lagi pada LDR (loan to deposits ratio) namun beralih kepada LFR (loan to funding ratio). Dimana dengan adanya LFR ini dapat menerbitkan obligasi untuk menggantikan deposit.
Pengubahan instrumen ini mempermudah aspek – aspek ekonomi untuk melakukan kredit, dengan adanya kemudahan dalam kredit akan membantu para kreditur menjalankan usahanya. Instrumen ini dirasa sangat membantu dan mempermudah bagi Indonesia, namun adanya perlonggaran instrumen ini juga harus dibarengi dengan pengaturan, pengawasan kebijakan makroprudensial dan harus ada rencana – rencana lain apabila instrumen tersebut tidak menstimulus perekonomian. Dengan adanya pelonggaran kebijakan makroprudensial ini tidak menutup kemungkinan kebijakan moneter menunjukkan kinerja yang baik. seperti pergerakan inflasi diperkirakan bank indonesia sebesar 4,3 persen pada tahun 2016 ini. Dengan begitu, fundamental ekonomi dalam negeri akan baik yang pada akhirnya dapat mendorong stabilitas nilai tukar. 


0 komentar:

Posting Komentar