Blogroll

Jumat, 17 Juni 2016

Kebijakan Makroprudensial Wujudkan Stabilitas Sistem Keuangan



Kebijakan Makroprudensial Wujudkan Stabilitas Sistem Keuangan
Oleh: Kenit Ambar Ayu

Kebijakan makroprudensial, mungkin tidak banyak yang tahu. Pada intinya kebijakan makroprudensial adalah kebijakan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan secara keseluruhan dengan mencegah dan mengurangi resiko-resiko sistemik. Risiko Sistemik adalah potensi terganggunya seluruh atau sebagian dari sistem keuangan dan kecenderungan perilakunya untuk mengikuti siklus ekonomi yang dapat menimbulkan ancaman terhadap perekonomian nasional.
Sistem keuangan memiliki fungsi yang vital dalam perekonomian, yaitu sebagai udara segar bagi perekonomian, intermediary roles, transmisi kebijakan moneter, pengelolaan aset (wealth management), sumber pembiayaan bagi sektor riil dan sistem pembayaran dan setelmen.
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) memiliki definisi kondisi dimana institusi keuangan dan pasar keuangan berfungsi secara efektif dan efisien dalam alokasi sumber daya serta mampu bertahan terhadap tekanan dan mampu mengatasi keseimbangan keuangan sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas sistem keuangan tidak hanya tentang stabilitas harga tetapi juga pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan.
Munculnya kebijakan makropudensial bukan tanpa alasan. Ini dilatarbelakangi oleh adanya krisis keuangan Indonesia tahun 2008 yang bermula dari krisis Amerika Serikat serta biaya sosial dan politik yang sangat tinggi. Juga dipicu karena kegagalan kebijakan makroekonomi, kegagalan pasar dan kegagalan regulasi. Oleh karena itu, dalam pemecahan permasalahannya tidak bisa hanya menggunakan satu kebijakan saja, perlu adanya kebijakan yang melengkapi kebijakan makroekonomi (termasuk kebijakan moneter) dan kebijakan mikroprudensial yang sudah dulu mapan serta untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Kebijakan yang dimaksudkan adalah kebijakan makroprudensial.
Terdapat perbedaan antara kebijakan makroekonomi, kebijakan mikroprudensial dan kebijakan makroprudensial. Yaitu kebijakan maroekonomi fokus pada harga barang dan jasa secara agregat, dengan menyeimbangkan permintaan dan penawaran. Kebijakan mikroprudensial fokus pada kesehatan institusi keuangan secara individual.
Sedangkan fokus utama dari kebijakan makroprudensial adalah menstabilkan sistem keuangan secara menyeluruh sebagai kumpulan dari individu lembaga keuangan dan resiko secara agregat, misalnya terkait dengan perubahan perilaku institusi keuangan secara kolektif. Juga menekan biaya krisis yaitu penurunan terhadap PDB, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang bagi sektor perekonomian, serta meningkatkan akses keuangan dan efisiensi sistem keuangan dam rangka menjaga stabilitas keuangan, serta mendukung stabilitas moneter dan stabilitas sistem pembayaran.
Dalam penerapan kebijakan makroprudensial harus saling berkoordinasi dengan kebijakan lainnya agar tidak tumpang tindih dan lebih efektif dalam penerapannya. Kebijakan makroprudensial lebih fokus pada stabilitas sistem keuangan sedangkan kebijakan moneter lebih fokus pada stabilitas harga dan tingkat pengangguran.
Landasan hukum Makroprudensial adalah PBI No. 16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial  pada tanggal 1 Juli 2014. Yang menyatakan bahwa pengaturan dan pencegahan makroprudensial mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, meningkatkan akses keuangan dan efisiensi sistem keuangan.
Kebijakan makroprudensial memiliki dimensi yaitu dimensi waktu (time series dimension) dan dimensi ruang (Cross Section Dimension). Dimensi waktu yaitu evolusi dari resiko sistem keuangan sepanjang waktu, termasuk evolusi sektor ekonomi (procyclicality) dan kebijakan yang digunakan adalah countercyclical. Sedangkan dimensi ruang yaitu terdistribusinya resiko dalam sistem keuangan pada suatu periode tertentu yang disebabkan oleh kesamaan eksposur (consentration risk) dan/atau interlink dalam sistem keuangan (contagion risk). Adanya pengaruh negatif dari satu institusi keuangan terhadap institusi keuangan lainnya baik melalui saluran langsung maupun tidak langsung, sehingga menggunakan kebijakan kalibrasi prudential tools.
Alat atau instrumen dari kebijakan makroprudensial yang diterapkan di berbagai negara berbeda satu sama lain karena disesuaikan dengan kondisi perekonomian negara tersebut. Dan implementasi dari kebijakan makroprudensial yang diterapkan di Indonesia adalah Loan to Value Ratio (LTV) untuk KPR dan Down Payment (DP) untuk KKB, Giro Wajib Minimum (GWM) berdasarkan Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit. Tentunya dalam penerapan kebijakan tersebut melalui beberapa pengkajian dan pertimbangan oleh Bank Indonesia mengenai dampaknya terhadap perekonomian. 


0 komentar:

Posting Komentar