Kebijakan Makroprudensial Wujudkan
Stabilitas Sistem Keuangan
Oleh: Kenit Ambar Ayu
Kebijakan makroprudensial,
mungkin tidak banyak yang tahu. Pada intinya kebijakan makroprudensial adalah
kebijakan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan secara keseluruhan dengan
mencegah dan mengurangi resiko-resiko sistemik. Risiko Sistemik adalah potensi
terganggunya seluruh atau sebagian dari sistem keuangan dan kecenderungan
perilakunya untuk mengikuti siklus ekonomi yang dapat menimbulkan ancaman
terhadap perekonomian nasional.
Sistem
keuangan memiliki fungsi yang vital dalam perekonomian, yaitu sebagai udara
segar bagi perekonomian, intermediary
roles, transmisi kebijakan moneter, pengelolaan aset (wealth management), sumber pembiayaan bagi sektor riil dan sistem
pembayaran dan setelmen.
Stabilitas
Sistem Keuangan (SSK) memiliki definisi kondisi dimana institusi keuangan dan
pasar keuangan berfungsi secara efektif dan efisien dalam alokasi sumber daya
serta mampu bertahan terhadap tekanan dan mampu mengatasi keseimbangan keuangan
sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas
sistem keuangan tidak hanya tentang stabilitas harga tetapi juga pertumbuhan
ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan.
Munculnya kebijakan
makropudensial bukan tanpa alasan. Ini dilatarbelakangi oleh adanya krisis
keuangan Indonesia tahun 2008 yang bermula dari krisis Amerika Serikat serta
biaya sosial dan politik yang sangat tinggi. Juga dipicu karena kegagalan
kebijakan makroekonomi, kegagalan pasar dan kegagalan regulasi. Oleh karena
itu, dalam pemecahan permasalahannya tidak bisa hanya menggunakan satu
kebijakan saja, perlu adanya kebijakan yang melengkapi kebijakan makroekonomi
(termasuk kebijakan moneter) dan kebijakan mikroprudensial yang sudah dulu
mapan serta untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Kebijakan yang
dimaksudkan adalah kebijakan makroprudensial.
Terdapat perbedaan antara
kebijakan makroekonomi, kebijakan mikroprudensial dan kebijakan makroprudensial.
Yaitu kebijakan maroekonomi fokus pada harga barang dan jasa secara agregat, dengan
menyeimbangkan permintaan dan penawaran. Kebijakan mikroprudensial fokus pada
kesehatan institusi keuangan secara individual.
Sedangkan fokus utama
dari kebijakan makroprudensial adalah menstabilkan sistem keuangan secara
menyeluruh sebagai kumpulan dari individu lembaga keuangan dan resiko secara
agregat, misalnya terkait dengan perubahan perilaku institusi keuangan secara
kolektif. Juga menekan biaya krisis yaitu penurunan terhadap PDB, mendorong
fungsi intermediasi yang seimbang bagi sektor perekonomian, serta meningkatkan
akses keuangan dan efisiensi sistem keuangan dam rangka menjaga stabilitas
keuangan, serta mendukung stabilitas moneter dan stabilitas sistem pembayaran.
Dalam penerapan kebijakan
makroprudensial harus saling berkoordinasi dengan kebijakan lainnya agar tidak
tumpang tindih dan lebih efektif dalam penerapannya. Kebijakan makroprudensial lebih
fokus pada stabilitas sistem keuangan sedangkan kebijakan moneter lebih fokus
pada stabilitas harga dan tingkat pengangguran.
Landasan hukum
Makroprudensial adalah PBI No. 16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Makroprudensial pada tanggal 1 Juli
2014. Yang menyatakan bahwa pengaturan dan pencegahan makroprudensial mencegah
dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan
berkualitas, meningkatkan akses keuangan dan efisiensi sistem keuangan.
Kebijakan makroprudensial
memiliki dimensi yaitu dimensi waktu (time
series dimension) dan dimensi ruang (Cross
Section Dimension). Dimensi waktu yaitu evolusi dari resiko sistem keuangan
sepanjang waktu, termasuk evolusi sektor ekonomi (procyclicality) dan kebijakan yang digunakan adalah countercyclical. Sedangkan dimensi ruang
yaitu terdistribusinya resiko dalam sistem keuangan pada suatu periode tertentu
yang disebabkan oleh kesamaan eksposur (consentration
risk) dan/atau interlink dalam sistem keuangan (contagion risk). Adanya pengaruh negatif dari satu institusi
keuangan terhadap institusi keuangan lainnya baik melalui saluran langsung
maupun tidak langsung, sehingga menggunakan kebijakan kalibrasi prudential tools.
Alat atau instrumen dari
kebijakan makroprudensial yang diterapkan di berbagai negara berbeda satu sama
lain karena disesuaikan dengan kondisi perekonomian negara tersebut. Dan
implementasi dari kebijakan makroprudensial yang diterapkan di Indonesia adalah
Loan to Value Ratio (LTV) untuk KPR dan Down Payment (DP) untuk KKB, Giro Wajib
Minimum (GWM) berdasarkan Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Transparansi Suku
Bunga Dasar Kredit. Tentunya dalam penerapan kebijakan tersebut melalui
beberapa pengkajian dan pertimbangan oleh Bank Indonesia mengenai dampaknya terhadap
perekonomian.
0 komentar:
Posting Komentar