Laju Rupiah Kembali Berpotensi Melemah
Keadaan rupiah tidak dapat dipungkiri
bahwa selalu mengalami fluktuasi selama beberapa pekan ini. Hal ini dipicu
karena berbagai faktor yang ada, seperti mengenai permasalahan minyak mentah dunia
yang beberapa bulan yang lalu sempat menjadi perbincangan yang hangat di
kalangan para pengamat ekonomi. Kali ini rupiah kembali mengalami pelemahan
ketika menjelang libur panjang. Penyebab pelemahan rupiah ini dikarenakan
adanya faktor dari eksternal sehingga mampu mempengaruhi pelemahan rupiah pada
saat ini. Namun keadaan harga minyak mentah dunia juga masih menjadi faktor
dominan dalam pelemahan rupiah. Perlu kita ketahui bahwa daerah pasar yang
terbesar bagi minyak mentah di Amerika Serikat adalah pada kawasan Asia. Sedangkan
dilain pihak, produksi minyak mentah yang berada di Arab Saudi, Nigeria dan
Aljazair dimana yang pada dulunya menjual minyak untuk daerah Amerika Serikat,
sekarang justru beralih menjual minyak pada daerah pasar Asia pula. Karena hal
tersebut menyebabkan banyaknya supply minyak
mentah di pasaran. Karena banyaknya supply
minyak tersebut, akhirnya menyebabkan harga minyak mentah di dunia
mengalami penurunan secara signifikan pada beberapa periode ini. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa adanya penurunan pada harga selama beberapa periode ini
disebabkan oleh karena adanya kelebihan pada produksi minyak, sedangkan di sisi
lain jumlah akan permintaannya lebih sedikit. Sehingga daya tawar menewar pada
sebuah produk akan selalu menjadi rendah pada saat garis supply pada laju kurva akan lebih tinggi daripada garis demand.
Faktor yang juga dapat menjadi beban bagi rupiah adalah karena adanya
perilaku antisipasi pasar tentang data klaim pengangguran di negara Amerika
Serikat. Karena apabila data tersebut ternyata lebih baik daripada dugaan pada
sebelumnya, maka hal ini kemungkinan dapat menyebabkan optimisme pasar mengenai
adanya peluang pada kenaikan suku bunga The Fed pada FOMC akan kembali lebih
baik. Oleh karena itu, kondisi tersebut nantinya akan berimbas negatif bagi
mata uang yang berlawanan dengan dollar AS termasuk pada rupiah. Terlebih
apabila hal ini nantinya akan diikuti dengan sikap profit taking yang kemungkinan semakin berlanjut sehingga
menyebabkan kondisi rupiah yang semakin menipis. Bagi kondisi dalam negeri,
saat ini masih minim sentimen. Dimana pemerintah sendiri belum memberikan
langkah kebijakan seperti apa yang kemungkinan dapat diambil sebagai solusi,
baik itu mengenai tax amnesty maupun
pada RAPBN.
Padahal dengan adanya penerapan kebijakan
melalui tax amnesty kemingkinan
nantinya dapat membantu dalam penguatan rupiah. Apabila penerimaan pada dana
repatriasi yang masuk ke Indonesia dalam jumlah yang cukup banyak, maka nilai
tukar rupiah nantinya dapat terdorong dalam fase penguatan selama kurun waktu
kurang lebih tiga bulan terakhir dengan asumsi dana dari luar yang akan masuk
ke Indonesia juga cukup banyak.
Faktor selanjutnya yang berpotensi
menyebabkan pelemahan rupiah adalah karena faktor dari negara Eropa yang pada
beberapa pekan ini menunjukkan kondisi sistem perekonomian yang memburuk.
Kemudian Bank Sentral Eropa mengambil solusi untuk membeli obligasi dengan
tujuan untuk meningkatkan kondisi likuiditas dalam rangka menggerakkan ekonomi
di Eropa. Apabila kondisi mata uang Euro membludak, maka nilai tukar Amerika
nantinya juga akan naik kemudian akan berdampak pada negara lain termasuk pada
negara Indonesia yang akhirnya menyebabkan rupiah kembali tertekan.
Apabila kondisi rupiah tetap mengalami
pelemahan dari sekian waktu, tak dapat dipungkiri nantinya akan memberikan
dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Dampak yang sekiranya akan
dirasakan secara langsung adalah pada sektor industri yang menggunakan bahan
baku dan bahan setengah jadi yang berasal dari luar negeri, atau bisa dikatakan
diperoleh atas kegiatan impor, karena besarnya biaya impor pasti nantinya akan
bertambah mahal. Atas efek dari mahalnya biaya impor, maka pihak produsen akan
mengambil kebijakan untuk menaikkan harga jual pada produknya. Mahalnya harga
jual menyebabkan para konsumen sulit untuk membeli barang yang menjadi
kebutuhannya tersebut, khususnya adalah bagi masyarakat menengah kebawah.
Meskipun demikian, masyarakat tetap menaruh harapan kepada pemerintah agar
segera mengambil kebijakan untuk mengatasi kondisi yang sedemikian rupa agar
depresiasi tidak terjadi secara berkelanjutan.
Rachma
Priasti Ramadhani
130810101154
0 komentar:
Posting Komentar