Blogroll

Jumat, 17 Juni 2016

Laju Rupiah Kembali Berpotensi Melemah



Laju Rupiah Kembali Berpotensi Melemah

Keadaan rupiah tidak dapat dipungkiri bahwa selalu mengalami fluktuasi selama beberapa pekan ini. Hal ini dipicu karena berbagai faktor yang ada, seperti mengenai permasalahan minyak mentah dunia yang beberapa bulan yang lalu sempat menjadi perbincangan yang hangat di kalangan para pengamat ekonomi. Kali ini rupiah kembali mengalami pelemahan ketika menjelang libur panjang. Penyebab pelemahan rupiah ini dikarenakan adanya faktor dari eksternal sehingga mampu mempengaruhi pelemahan rupiah pada saat ini. Namun keadaan harga minyak mentah dunia juga masih menjadi faktor dominan dalam pelemahan rupiah. Perlu kita ketahui bahwa daerah pasar yang terbesar bagi minyak mentah di Amerika Serikat adalah pada kawasan Asia. Sedangkan dilain pihak, produksi minyak mentah yang berada di Arab Saudi, Nigeria dan Aljazair dimana yang pada dulunya menjual minyak untuk daerah Amerika Serikat, sekarang justru beralih menjual minyak pada daerah pasar Asia pula. Karena hal tersebut menyebabkan banyaknya supply minyak mentah di pasaran. Karena banyaknya supply minyak tersebut, akhirnya menyebabkan harga minyak mentah di dunia mengalami penurunan secara signifikan pada beberapa periode ini. Secara singkat dapat dikatakan bahwa adanya penurunan pada harga selama beberapa periode ini disebabkan oleh karena adanya kelebihan pada produksi minyak, sedangkan di sisi lain jumlah akan permintaannya lebih sedikit. Sehingga daya tawar menewar pada sebuah produk akan selalu menjadi rendah pada saat garis supply pada laju kurva akan lebih tinggi daripada garis demand.
 Faktor yang juga dapat menjadi beban bagi rupiah adalah karena adanya perilaku antisipasi pasar tentang data klaim pengangguran di negara Amerika Serikat. Karena apabila data tersebut ternyata lebih baik daripada dugaan pada sebelumnya, maka hal ini kemungkinan dapat menyebabkan optimisme pasar mengenai adanya peluang pada kenaikan suku bunga The Fed pada FOMC akan kembali lebih baik. Oleh karena itu, kondisi tersebut nantinya akan berimbas negatif bagi mata uang yang berlawanan dengan dollar AS termasuk pada rupiah. Terlebih apabila hal ini nantinya akan diikuti dengan sikap profit taking yang kemungkinan semakin berlanjut sehingga menyebabkan kondisi rupiah yang semakin menipis. Bagi kondisi dalam negeri, saat ini masih minim sentimen. Dimana pemerintah sendiri belum memberikan langkah kebijakan seperti apa yang kemungkinan dapat diambil sebagai solusi, baik itu mengenai tax amnesty maupun pada RAPBN.
Padahal dengan adanya penerapan kebijakan melalui tax amnesty kemingkinan nantinya dapat membantu dalam penguatan rupiah. Apabila penerimaan pada dana repatriasi yang masuk ke Indonesia dalam jumlah yang cukup banyak, maka nilai tukar rupiah nantinya dapat terdorong dalam fase penguatan selama kurun waktu kurang lebih tiga bulan terakhir dengan asumsi dana dari luar yang akan masuk ke Indonesia juga cukup banyak.
Faktor selanjutnya yang berpotensi menyebabkan pelemahan rupiah adalah karena faktor dari negara Eropa yang pada beberapa pekan ini menunjukkan kondisi sistem perekonomian yang memburuk. Kemudian Bank Sentral Eropa mengambil solusi untuk membeli obligasi dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi likuiditas dalam rangka menggerakkan ekonomi di Eropa. Apabila kondisi mata uang Euro membludak, maka nilai tukar Amerika nantinya juga akan naik kemudian akan berdampak pada negara lain termasuk pada negara Indonesia yang akhirnya menyebabkan rupiah kembali tertekan.
Apabila kondisi rupiah tetap mengalami pelemahan dari sekian waktu, tak dapat dipungkiri nantinya akan memberikan dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Dampak yang sekiranya akan dirasakan secara langsung adalah pada sektor industri yang menggunakan bahan baku dan bahan setengah jadi yang berasal dari luar negeri, atau bisa dikatakan diperoleh atas kegiatan impor, karena besarnya biaya impor pasti nantinya akan bertambah mahal. Atas efek dari mahalnya biaya impor, maka pihak produsen akan mengambil kebijakan untuk menaikkan harga jual pada produknya. Mahalnya harga jual menyebabkan para konsumen sulit untuk membeli barang yang menjadi kebutuhannya tersebut, khususnya adalah bagi masyarakat menengah kebawah. Meskipun demikian, masyarakat tetap menaruh harapan kepada pemerintah agar segera mengambil kebijakan untuk mengatasi kondisi yang sedemikian rupa agar depresiasi tidak terjadi secara berkelanjutan.


Rachma Priasti Ramadhani
130810101154

0 komentar:

Posting Komentar