Blogroll

Jumat, 17 Juni 2016

Terjunnya Harga Minyak Dunia, Bagaimana Nasib Negara Eksportir & Importir ?



Terjunnya Harga Minyak Dunia, Bagaimana Nasib Negara Eksportir & Importir ?

Setelah adanya berbagai masalah seperti tappering-off , dan kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat, sekarang fokus permasalahan ekonomi global beralih pada merosotnya harga minyak mentah dunia. Awalnya pemerintah hanya memprediksi bahwa merosotnya harga minyak mentah dunia hanyalah fenomena yang terjadi sementara, namun ternata lambat laun harga minyak mentah dunia terus mengalami penurunan yang semakin sigkifikan. Kenyataanya banyak yang tidak menduga bahwa negara - negara penghasil minyak terbesar yang beberapa saat ini tertimpa masalah seperti contohnya adalah negara Irak yang sempat terdapat konflik dengan beberapa sekelompok pengikut aliran lain yang disebut dengan ISIS (Islamic State of Iraq & Syria) seharusnya dengan adanya konflik tersebut, dapat menaikkan harga minyak dunia. Namun ternyata yang terjadi justru sebaliknya, minyak mentah dunia yang semakin anjlok. Terlebih adalah adanya kabar bahwa sekelompok ISIS tersebut telah menguasai daerah kilang minyak yang cukup besar di daerah Irak, yaitu pada daerah yang dulunya merupakan pimpinan Saddam Husein.
Kemudian bagaimana tentang dampak dari penurunan harga imnyak mentah dunia itu sendiri ?. Akibat yang ditimbulkan dari gejolak tersebut pastinya akan berbeda pada tiap – tiap negara yang bersangkutan. Hal ini masih membutuhkan kajian yang panjang untuk mengetahui siapa yang akan di utungkan dan dirugikan atas adanya permasalahan tersebut. Mengingat dari tiap – tiap negara tersebut memiliki kapasitas kebutuhan akan minyak yang berbeda – beda. Namun apabila dilihat dari sudut pandang secara umum, bagi negara – negara importir minyak akan lebih diuntungkan karena adanya penurunan harga minyak tersebut. Dapat dikatakan diuntungkan karena negara yang bersangkutan akan memiliki potensi keringanan dalam hal pembayaran. Kemudian bagi negara – negara eksportir mungkin saja akan menalami guncangan ekonomi yang disebabkan oleh defisit anggaran dari target sebelumnya yang telah diperkirakan.
Kita ambil saja contoh pada negara Amerika Serikat yang selama ini dikenal dengan negara dengan konsumsi minyak yang cukup tinggi daripada negara – negara lainnya. Produksi minyak Amerika Serikat yang secara umum terus mengalami pertumbuhan, hal ini masih dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan minyak untuk negaranya itu sendiri. Negara Amerika Serikat dapat dikatakan negara dengan importir minyak yang tertinggi. Menurut data Organisasi Negara – negara Penghasil Minyak (OPEC), konsumsi minyak dunia pada tahun 2015 telah mencapai 92,8 juta barel per harinya (bph). Sedangkan negara Amerika Serikat tercatat dengan negara pertama dengan besar konsumsi minyak yang melebihi 1,5 juta bph yaitu dengan jumlah konsumsi sebesar 19 juta bph. Kemudian disusul dengan negara Cina dengan konsumsi minyak sebesar 11,1 juta bph. Sedangkan negara Indonesia menempati posisi ke 13 dengan besar konsumsi minyak sebesar 1,6 juta bph. Besar konsumsi minyak dunia ini pastinya akan semakin bertambah dari tiap tahun ke tahun, meskipun besarnya tidak terlalu besar. Bagi negara amerika Serikat dengan adanya penurunan minyak dunia dan dengan kebutuhan minyaknya yang cukup banyak, maka nantinya anggaran pemerintah Amerika Serikat untuk alokasi impor akan menjadi lebih hemat. Keadaan seperti ini sebenarnya dapat dimanfaatkan bagi pemerintah Amerika Serikat untuk mendorong perekonomian yang telah mengalami kelambatan ini dengan cara mengarahkan margin kentungan ke dalam hal – hal yang sekiranya akan mendukung pertumbuhan ekonomi, seperti pada investasi. Kemudian untuk jangka panjangnya, pemerintah dapat membuka lapangan pekerjaan baru dan penguatan posisi untuk dollar AS terhadap mata uang lainnya. Secara umum, nilai tukar dolar AS memang akan selalu mengalami penguatan pada saat harga minyak merosot, begitu pula sebaliknya. Adanya fakta tersebut seharusnya dapat membuat kita lebih memahami siapa nantinya yang akan diuntungkan apabila akan terjadi kondisi seperti ini lagi.
Sedangkan bagi negara eksportir, adanya kondisi penurunan minyak sebenarnya sangatlah tidak dikehendaki. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan akan menyebabkan defisit anggaran yang nantinya dapat pula menyebabkan jatuhnya perekonomian pada negara tersebut. Terlebih apabila negara eksportir tersebut memiliki kontribusi yang cukup besar dalam total pendapatan negara yang bersangkutan. Adanya penurunan harga minyak pada tingkat dibawah break – even point dikhawatirkan akan mengganggu kondisi stabilitas perekonomian negara dari jalur kondisi yang strategis, mulai dari pada kondisi pos pendapatan yang akan mempengaruhi anggaran hingga kondisi pada nilai tukar mata uang (kecuali pada negara Arab Saudi yang menggunakan sistem nilai tukar tetap). Adanya pengurangan pada pendapatan menandakan pengetatan likuiditas dapat memperburuk kondisi kredit bagi negara – negara yang bersangkutan. Karena penggunaan kredit kemungkinan dapat menjadi suatu hal yang mampu memrusak perekonomian negara tersebut.

Rachma Priasti Ramadhani
130810101154

0 komentar:

Posting Komentar