DILEMA
TUNTUTAN GLOBALISASI
Era globalisasi menuntut semua aspek kehidupan dalam masyarakat
yang serba efisien. Masyarakat menginginkan segala sesuatu yang serba instan.
Dari bangun tidur hingga tidur lagi kita tidak dapat terlepas dari hal-hal yang
instan. Selain serba instan, era yang modern juga
mengandalkan teknologi dalam berbagai macam pekerjaan dan dalam memenuhi
kebutuhan. Misalnya, untuk memasak kita tidak perlu lagi repot-repot dengan
kompor. Dengan satu tombol saja sudah cukup. Tidak hanya efisien dalam tenaga
namun juga efisien dalam biaya. Teknologi yang semakin berkembang juga menuntut
perusahaan teknologi semakin mengembangkan inovasinya untuk menciptakan
teknologi yang irit dan ramah lingkungan. Di era modern ini, semuanya dilakukan
dengan sebuah perangkat portabel yang sederhana namun bersifat multifungsi.
Berkembangnya teknologi
menjadi sebuah peluang untuk membuka usaha baru yang berbasis teknologi. Pada
saat ini, e-commerce atau perdagangan elektronik berkembang sangat
cepat. Tidak hanya aplikasi untuk memperdagangkan barang saja namun juga untuk
memasarkan jasa. Bahkan banyak pemilik atau penemu e-commerce tersebut
yang menuai keberhasilan. Hal ini dilatarbelakangi oleh keinginan masyarakat
terhadap sesuatu yang serba cepat. Pada sektor jasa, e-commerce sudah
mulai berkembang pada jasa transportasi. Pemesanan tiket secara elektronik
ataupun penggunaan aplikasi elektronik untuk memesan angkutan umum seperti ojek
dan taksi saat ini perkembangannya sangat drastis. Namun hal ini memiliki
dampak negatif bagi pengusaha kecil yang masih memasarkan produknya secara
trasdisional.
Pemerintah seharusnya
memberikan regulasi yang dapat mengembangkan jasa transportasi berbasis
aplikasi agar tidak membunuh usaha-usaha yang bergerak pada bidang yang sama
namun masih menggunakan sistem tradisional. Pemerintah harus membuat suatu
kebijakan yang dapat melindungi pengusaha-pengusaha kecil agar tidak terjadi
gap antar pengusaha sehingga dapat menciptakan keadaan ekonomi yang
berkeadilan. Kebijakan ini dapat dilakukan misalnya melalui pemberian pelatihan
kepada pengusaha jasa transportasi umum agar dapat mengejar
ketertinggalan. Mengintegrasikan
perusahaan software dengan perusahaan-perusahaan jasa angkutan yang masih belum
tersentuh aplikasi elektronik merupakan hal penting yang harus dilakukan.
Perusahaan jasa transportasi harus menjalin suatu kontrak kerja sama dengan
perusahaan software demi mengembangkan masing-masing usahanya. Terdapat banyak
keuntungan jika terdapat kerja sama tersebut. Biaya dan resiko yang timbul akan
menjadi rendah karena ditanggung secara bersama serta keuntungan yang
didapatkan akan maksimal.
Didominasinya jasa
angkutan berbasis aplikasi dapat menciptakan kondisi pasar monopoli. Keadaan
ini dapat terjadi pada saat hanya terdapat sebagian kecil saja perusahaan yang
menggunakan aplikasi elektronik sehingga perusahaan lain akan tertinggal jauh
dan sulit untuk mengejar ketertinggalan mengingat biaya untuk membuat sebuah
aplikasi elektronik tersebut sangat besar. Hal ini menyebabkan adanya
kesenjangan yang jauh. Perusahaan-perusahaan yang masih beroperasi secara
tradisional pendapatannya akan berkurang dan sedikit demi sedikit perusahaan
ini akan mengalami kebangkrutan. Masalah ini sangat berbahaya mengingat
sebagian besar perusahaan transportasi masih beroperasi tanpa menggunakan
aplikasi elektronik. Kebangkrutan ini akan menyebabkan bertambahnya
pengangguran secara drastis dan berkurangnya perusahaan-perusahaan yang
memiliki andil besar terhadap perekonomian nasional.
Tidak heran banyak
perusahaan yang menolak keberadaan jasa angkutan berbasis aplikasi elektronik
tersebut. Namun hal ini tidak dapat dihindari karena keadaan pasar semakin
berkembang. Keadaan masyarakat yang semakin “melek teknologi” menyebabkan
masyarakat lebih memilih yang efisien sehingga perusahaan jasa yang hanya
menggunakan aplikasi elektronik yang dipilih dan perusahaan tradisional akan
terpinggirkan. Pemerintah
seharusnya melindungi
perusahaan-perusahaan kecil tersebut dengan memberi “pagar” bagi perusahaan
yang telah berbasis aplikasi agar tidak mendominasi dan memonopoli usaha jasa
angkutan umum. Kebijakan ini harus menciptakan persaingan yang sehat kepada
semua pengusaha sehingga jurang pemisah antara pengusaha dengan berbasis
aplikasi dan pengusaha tradisional ini tidak terlalu jauh. Kebijakan pemerintah
melalui kebijakan fiskal juga harus dipertimbangkan. Misalkan melalui pengenaan
pajak yang lebih tinggi kepada perusahaan jasa angkutan berbasis aplikasi.
Setelah itu pemerintah harus menerapkan subsidi silang, yaitu dengan cara
memberi subsidi atau bantuan lain kepada jasa angkutan yang masih belum
menggunakan aplikasi dimana dananya diperoleh dari pajak jasa angkutan aplikasi
tersebut. Bantuan ini dapat berupa pengadaan kerja sama antara perusahaan start
up dengan perusahaan jasa angkutan non aplikasi tersebut sehingga
perusahaan jasa angkutan ini dapat mengejar ketertinggalan. Jika ini
dilaksanakan, maka konsep ekonomi yang berkeadilan akan tercapai dimana
terdapat sistem gotong royong di dalamnya.
Telah banyak perusahaan
yang bangkrut karena adanya dominasi jasa angkutan umum berbasis teknologi
dalam pasar. Pengangguran yang ditimbulkan dari kolapsnya perusahaan-perusahaan
ini cukup tinggi dan membuat angka pengangguran di Indonesia meningkat walaupun
tidak signifikan. Meskipun begitu, tetap saja terdapat suatu ketidakadilan
dalam masyarakat tersebut. Kesenjangan yang terjadi akan menyebabkan adanya
kecemburuan sosial.
Selain menggunakan aplikasi teknologi, kabarnya penyedia
jasa angkutan tersebut juga memasang tarif di bawah harga umum. Mungkin hal ini
dikarenakan biaya operasional menggunakan aplikasi lebih efisien dari pada
sistem tradisional yang masih mencari pelanggan kesana kemari sehingga biaya
operasional jauh lebih mahal. Hal ini pula yang membuat jasa angkutan yang
belum menggunakan aplikasi semakin tertinggal jauh. Pasar khususnya masyarakat
tentu akan lebih memilih jasa angkutan tersebut karena selain mudah juga murah.
Oleh karena itu, pemantauan pemerintah terhadap tata laksana operasional dari
perusahaan-perusahaan tersebut harus dijaga. Pemerintah harus memberikan batas
atas dan batas bawah dari tarif agar terdapat kepastian bagi konsumen dan juga
penyedia jasa tentang seberapa besar tarif yang direkomendasikan.
Pada saat ini, pengangguran di Indonesia masih tinggi
walaupun setiap tahun tercatat selalu mengalami penurunan. Banyaknya masyarakat
yang kurang terdidik dan kurang terampil menjadi faktor utama tingginya
pengangguran di Indonesia. Tenaga kerja yang kurang terdidik dan terampil hanya
bisa merasakan pekerjaan sebagai buruh bahkan buruh pada sektor informal yang
pendapatannya masih di bawah rata-rata. Kurangnya respon pemerintah terhadap
adanya masalah-masalah kecil yang dapat memicu pertumbuhan pengangguran menjadi
faktor yang menyumbangkan tingginya tingkat pengangguran di Indonesia.
Perlindungan terhadap usaha-usaha kecil harus dilakukan agar tidak bersaing
dengan perusahaan-perusahaan besar. Pemerintah harusnya menginterpretasikan
sistem persaingan yang menciptakan rasa keadilan sehingga tercipta lingkungan
ekonomi kerakyatan yang menjadi asas perekonomian Indonesia.
Pemerintah dengan kebijakan fiskal dan moneternya
memiliki otorisasi dalam mengatur perekonomian nasional. Jumlah pengangguran
yang tinggi ini dapat diatasi dengan meningkatkan jumlah investasi yang
dipancing dengan menggunakan kebijakan moneter ekspansif. Investasi juga dapat
diundang melalui penciptaan iklim investasi yang nyaman. Tentunya kebijakan
fiskal juga memiliki peran penting dalam merealisasikan kebijakan tersebut.
Pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur harus ditingkatkan terutama
infrastruktur pada daerah-daerah lain yang masih belum mengalami pembangunan
dan termasuk daerah tertinggal. Jika investasi meningkat, maka produktivitas
akan meningkat. Meningkatnya produktivitas tersebut tentunya dibutuhkan adanya
peningkatan input berupa tenaga kerja sehingga tenaga kerja-tenaga kerja akan
terserap dan pengangguran akan berkurang.
0 komentar:
Posting Komentar