NPI DALAM PEREKONOMIAN
Oleh:
Fatchur Rozi
Posisi Neraca
Pembayaran Indonesia di tahun 2015 yang menujukkan nilai atau angka yang defisit sangat disayangkan terjadi.
Itu berarti NPI yang defisit
itu akan semakin menggerus posisi devisa negara kita. Tentu ini akan mengganggu
kondisi perekonomian secara makro. Tetapi jika melihat realita ekonomi yang
terjadi saat ini, posisi NPI yang defisit tersebut cukup rasional mengingat
kinerja ekpor dan impor kita belum menujukkan kinerja yang memuaskan. Selain
itu bayang-bayang perlambatan ekonomi global yang terjadi saat ini juga mungkin
menjadi salah satu penyebabnya. Apalagi perlambatan berpengaruh terhadap daya
beli atau sektor permintaan di negara lain sehingga kinerja ekspor belum
memuaskan.
Perlu
diperhatikan terkait dengan posisi NPI tersebut adalah nilainya dan proporsi
penurunan NPI tersebut dibandingakn dengan periode sebelumnya. Dijelaskan bahwa terjadi defisit
sebesar 1,1 milyar dollar AS dibandingakn dengan
periode sebelumnya yang mencatatkan surplus sebesar 15,2 milyar dollar AS. Menurut saya penurunan ini
cukup signifikan dan mencolok, mengingat periode sebelumnya mencatatkan surplus
yang cukup tinggi. Dari angka tersebut juga menujukkan adanya penurunan kinerja
NPI sebsar 16,3 milyar dollar AS. Penurunan tersebut
bukanlah suatu angka yang kecil, pemerintah sebagai otoritas fiskal dan Bank
Indonesia sebagai otoritas moneter juga diharapkan mengevaluasi penyebab yang
menyeluruh terkait dengan kinerja NPI yang mengalami defisit dan mengalami
peneurunan sebesar itu. Tentu penurunan sebanyak itu cukup membahayakan posisi
dan cadangan devisa negara kita. Devisa negara kita akan semakin tergerus dan
tentu akan berbahaya bagi perekonomian baik perekonomian sektor riil maupun sektor
moneter.
Salah satu
solusi yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan adanya NPI yang defisit
tersebut adalah dengan meningkatkan kinerja ekspor. Pemerintah dan para
pemangku kebijakan ekonomi lainnnya harus mampu melihat peluang dari adanya
penurunan minyak global yang sedang terjadi saat ini. Momentum ini harus bisa dimanfaatkan oleh
para eksportir dan para usaha dalam negeri untuk berasing di pasar
internsaional, apalagi saat ini nilai valas atau nilai tukar rupiah dengan
dolar juga sedang mengalami penurunan. Kondisi ini memungkinakan harga barang
ekspor dapat dijual pada tingkat harga yang cukup kompetitif, dengan syarat
begitu maka harga barang komoditas cukup bisa bersaing.
Langkah
selanjutnya adalah dengan pemberian insentif dan kebijakan pendukung juga perlu
dilakukan, seperti dalam hal ini, untuk meningkatkan rasio kecukupan kredit
dalam perekonomian tau msyarakat maka perlu ditambah melalui kebijakan moneter
seperti penurunan tingkat suku bunga maupun melalui kebijakan makroprudensial
berupa penurunan GWM.
Insentif dan
penerapan kebijakan tersebut tentu saja dapat meningkatkan nilai investasi
terutama investasi sektor riil untuk tujuan ekspor mengingat kredit semakin
mudah maka perbankan akan menawarkan berbagai produk kredit dengan bunga kredit
yang cukup kompetitif. Di sektor fiskal dapat dilakukan melalu insentif seperti
pemberian subsidi, kemudahan dan keringanan pajak, tax allowance atau tax
holiday. Disektor keuangan, untuk meningkatkan surplus dalam NPI dapat
dilakukan dengan mendorong adanya peningkatan aliran dana Investasi Asing
Langsung (FDI) kedalam negeri. Oleh karenanya dalam hal ini Bank Indonesia
dapat menjalakannya melalui penjualan surat-surat berharga dalam bentuk SBI
atau portofolio, oblogasi dan lain sebagainya.
Penurunan
aliran dana investasi asing langsung dan penurunana permintaan efektif global ditambah dengan
ketidakpastian dari kondisi ekonomi global yang terjadi saat ini melanda
negar-negara simana kebanyakan sumber aliran dana tersebut berasal, seperti
Amerika, Inggris, Jepang bahkan China juga patut diwaspadai. Kerana itu dampak dari perlambatan
ekonomi global perlu dianalisis secara menyeluruh apakah benar penurunan dari
kinerja ekspor akibat dari imbas tersebut? Bagaimana juga dampaknya apakah
bersifat temporer atau permanen? Skalanya masif atau masih bisa diatasi?. Menurut saya keadaan perekonomian global yang
sedang mengalami perlambatan tidak bisa dijadikan sandaran penuh dari penurunan
NPI, bisa jadi hambatan yang menjadi
penghambat terhadap peningkatan NPI berasal dari dalam negara kiurunan
NPI, bisa jadi hambatan yang menjadi
penghambat terhadap peningkatan NPI berasal dari dalam negara kita sendiri.
Oleh karena
itu ditengah ketidak pastian kondisi ekonomi global yang terjadi saat ini,
penguatan perekonomian local perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sektor
konsumsi yang menjadi basis dari pertumbuhann ekonomi negara kita dapat di
stimulus melalui beberapa kebijakan baik dari pemerintah untuk mempengaruhi sektor
fiskal maupun dari Bank Indonesia untuk mempengaruhi sektor moneter. Momentum
penurunan minyak dunia sehingga turut menurunkan beberapa komoditas barang
perdagangan dunia juga seharusnya mampu menjadi momentum. Produksi dalam negeri
yang berorientasi pada sektor ekspor tentu harus diberi insentif yang lebih
baik oleh pemerintah maupun Bank Indonesia melalui kebijakan fiskal dan moneter
termasuk juga kebijakan Makroprudensial yang dijalankan oleh Bank Indonesia.
Optimisme
terhadap perbaikan kondisi sektor ekonomi domestic perlu juga dijalankan melalui kerangka kebijakan
reformasi struktural
yang terarah. Optimisme ini perlu
dilakuakan untuk membuat kondisi pasar mengarah kepada arah yang postif dan
menjaga kondusif dari isu-isu yang mampu memperburuk keadaan pasar. Kondisi
pasar yang kondusif sangat dibutuhkan dalam menjalankan setiap kebijakan agar
berjalan sesuai dengan koridor yang dianginkan, atau lebih terarah dan
terancana dengan baik.
Sebuah artikel berita pernah
menyinggung, akibat persepsi ekonomi domestik yang melemah banyak sektor
swasta yang kemudian menyimpan danyanya di perbankan luar negeri, hal ini
sangat disayangkan. Tentu saja dana dari sektor swasta ini juga sangat
diperlukan dalam pembangunan ekonomi dalam negeri. Jika dana mereka disimpan di
dalam perbankan asing maka dana tersebut tidak akan memberikan efek yang
berarati bagi perkembangan ekonomi nasional. Sebagai negara yang sedang
berkemabang tentu saja Indonesia membutuhkan banyak dana untuk menjalankan program
pembangunan ekonominya.
Bank
Indonesia selaku otoritas moneter dan mendapatkan mandate dari pemerintah untuk
mengelola kas dari pemerintah termasuk didalamnya mengataur masalah transakasi
pembayaran juga diharapkan mampu memunculkan gebrakan dalam kebijakannya
termasuk kebijakan moneter maupun kebijakan makroprudensial yang komperhensif
dan integratif.
Kebijakan tersebut dapat di implementasikan dari melihat kondisi pasar yang
terjadi saat ini.
Kerangka
kebijakan yang komperhensif dan integratif ini bisa berdampak besar terhadap perbaikan atau peningkatan
keadaan perekonomian jika kebijakan tersebut saling menguatakan dan tidak
adanya tumpeng tindih atau overlapping kepentingan
dan kebijakan didalamnya. Efektivitas dan efisiensi kebijakan dapat tercapai
jika kebajakan tersebut mempunyai kerangka kebijakan yang jelas, terarah dan
terukur serta mampu mengakomodir dan menginterpretasikan permasalahan yang
sedang terjadi.
Inovasi dalam
setiap kebijakan yang akan diambil juga perlu dilakukan karena inovasi ini
diharpkan memberikan keluweasan dalam menghdapi permasalahan ekonomi yang
sifatnya selalu dinamis dan berubah-ubah. Kolaborasi antara Pemerintah, Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan juga perlu dilakukan termasuk sisdalamnya
adalah dengan menjalin komunikasi yang intens agar memiiki tujuan yang liner
sehingga permasalah ekonomi beserta probelamatikannya dapat dihadadapi dan
dijalankan dengan efektif dan efisien seperti yang telah disinggung sebelumnya.
0 komentar:
Posting Komentar