Blogroll

Rabu, 15 Juni 2016

NPI DALAM PEREKONOMIAN



NPI DALAM PEREKONOMIAN
Oleh: Fatchur Rozi


Posisi Neraca Pembayaran Indonesia di tahun 2015 yang menujukkan nilai atau angka yang defisit sangat disayangkan terjadi. Itu berarti NPI yang defisit itu akan semakin menggerus posisi devisa negara kita. Tentu ini akan mengganggu kondisi perekonomian secara makro. Tetapi jika melihat realita ekonomi yang terjadi saat ini, posisi NPI yang defisit tersebut cukup rasional mengingat kinerja ekpor dan impor kita belum menujukkan kinerja yang memuaskan. Selain itu bayang-bayang perlambatan ekonomi global yang terjadi saat ini juga mungkin menjadi salah satu penyebabnya. Apalagi perlambatan berpengaruh terhadap daya beli atau sektor permintaan di negara lain sehingga kinerja ekspor belum memuaskan.
Perlu diperhatikan terkait dengan posisi NPI tersebut adalah nilainya dan proporsi penurunan NPI tersebut dibandingakn dengan periode sebelumnya. Dijelaskan bahwa terjadi defisit sebesar 1,1 milyar dollar AS dibandingakn dengan periode sebelumnya yang mencatatkan surplus sebesar 15,2 milyar dollar AS. Menurut saya penurunan ini cukup signifikan dan mencolok, mengingat periode sebelumnya mencatatkan surplus yang cukup tinggi. Dari angka tersebut juga menujukkan adanya penurunan kinerja NPI sebsar 16,3 milyar dollar AS. Penurunan tersebut bukanlah suatu angka yang kecil, pemerintah sebagai otoritas fiskal dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter juga diharapkan mengevaluasi penyebab yang menyeluruh terkait dengan kinerja NPI yang mengalami defisit dan mengalami peneurunan sebesar itu. Tentu penurunan sebanyak itu cukup membahayakan posisi dan cadangan devisa negara kita. Devisa negara kita akan semakin tergerus dan tentu akan berbahaya bagi perekonomian baik perekonomian sektor riil maupun sektor moneter.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan adanya NPI yang defisit tersebut adalah dengan meningkatkan kinerja ekspor. Pemerintah dan para pemangku kebijakan ekonomi lainnnya harus mampu melihat peluang dari adanya penurunan minyak global yang sedang terjadi saat ini.  Momentum ini harus bisa dimanfaatkan oleh para eksportir dan para usaha dalam negeri untuk berasing di pasar internsaional, apalagi saat ini nilai valas atau nilai tukar rupiah dengan dolar juga sedang mengalami penurunan. Kondisi ini memungkinakan harga barang ekspor dapat dijual pada tingkat harga yang cukup kompetitif, dengan syarat begitu maka harga barang komoditas cukup bisa bersaing.
Langkah selanjutnya adalah dengan pemberian insentif dan kebijakan pendukung juga perlu dilakukan, seperti dalam hal ini, untuk meningkatkan rasio kecukupan kredit dalam perekonomian tau msyarakat maka perlu ditambah melalui kebijakan moneter seperti penurunan tingkat suku bunga maupun melalui kebijakan makroprudensial berupa penurunan GWM.
Insentif dan penerapan kebijakan tersebut tentu saja dapat meningkatkan nilai investasi terutama investasi sektor riil untuk tujuan ekspor mengingat kredit semakin mudah maka perbankan akan menawarkan berbagai produk kredit dengan bunga kredit yang cukup kompetitif. Di sektor fiskal dapat dilakukan melalu insentif seperti pemberian subsidi, kemudahan dan keringanan pajak, tax allowance atau tax holiday. Disektor keuangan, untuk meningkatkan surplus dalam NPI dapat dilakukan dengan mendorong adanya peningkatan aliran dana Investasi Asing Langsung (FDI) kedalam negeri. Oleh karenanya dalam hal ini Bank Indonesia dapat menjalakannya melalui penjualan surat-surat berharga dalam bentuk SBI atau portofolio, oblogasi dan lain sebagainya.
Penurunan aliran dana investasi asing langsung dan penurunana permintaan efektif global ditambah dengan ketidakpastian dari kondisi ekonomi global yang terjadi saat ini melanda negar-negara simana kebanyakan sumber aliran dana tersebut berasal, seperti Amerika, Inggris, Jepang bahkan China juga patut diwaspadai. Kerana itu dampak dari perlambatan ekonomi global perlu dianalisis secara menyeluruh apakah benar penurunan dari kinerja ekspor akibat dari imbas tersebut? Bagaimana juga dampaknya apakah bersifat temporer atau permanen? Skalanya masif atau masih bisa diatasi?. Menurut saya keadaan perekonomian global yang sedang mengalami perlambatan tidak bisa dijadikan sandaran penuh dari penurunan NPI,  bisa jadi hambatan yang menjadi penghambat terhadap peningkatan NPI berasal dari dalam negara kiurunan NPI,  bisa jadi hambatan yang menjadi penghambat terhadap peningkatan NPI berasal dari dalam negara kita sendiri.
Oleh karena itu ditengah ketidak pastian kondisi ekonomi global yang terjadi saat ini, penguatan perekonomian local perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sektor konsumsi yang menjadi basis dari pertumbuhann ekonomi negara kita dapat di stimulus melalui beberapa kebijakan baik dari pemerintah untuk mempengaruhi sektor fiskal maupun dari Bank Indonesia untuk mempengaruhi sektor moneter. Momentum penurunan minyak dunia sehingga turut menurunkan beberapa komoditas barang perdagangan dunia juga seharusnya mampu menjadi momentum. Produksi dalam negeri yang berorientasi pada sektor ekspor tentu harus diberi insentif yang lebih baik oleh pemerintah maupun Bank Indonesia melalui kebijakan fiskal dan moneter termasuk juga kebijakan Makroprudensial yang dijalankan oleh Bank Indonesia.
Optimisme terhadap perbaikan kondisi sektor ekonomi domestic perlu juga  dijalankan melalui kerangka kebijakan reformasi struktural yang terarah.  Optimisme ini perlu dilakuakan untuk membuat kondisi pasar mengarah kepada arah yang postif dan menjaga kondusif dari isu-isu yang mampu memperburuk keadaan pasar. Kondisi pasar yang kondusif sangat dibutuhkan dalam menjalankan setiap kebijakan agar berjalan sesuai dengan koridor yang dianginkan, atau lebih terarah dan terancana dengan baik.
Sebuah artikel berita pernah menyinggung, akibat persepsi ekonomi domestik yang melemah banyak sektor swasta yang kemudian menyimpan danyanya di perbankan luar negeri, hal ini sangat disayangkan. Tentu saja dana dari sektor swasta ini juga sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi dalam negeri. Jika dana mereka disimpan di dalam perbankan asing maka dana tersebut tidak akan memberikan efek yang berarati bagi perkembangan ekonomi nasional. Sebagai negara yang sedang berkemabang tentu saja Indonesia membutuhkan banyak dana untuk menjalankan program pembangunan ekonominya.
Bank Indonesia selaku otoritas moneter dan mendapatkan mandate dari pemerintah untuk mengelola kas dari pemerintah termasuk didalamnya mengataur masalah transakasi pembayaran juga diharapkan mampu memunculkan gebrakan dalam kebijakannya termasuk kebijakan moneter maupun kebijakan makroprudensial yang komperhensif dan integratif. Kebijakan tersebut dapat di implementasikan dari melihat kondisi pasar yang terjadi saat ini.
Kerangka kebijakan yang komperhensif dan integratif ini bisa berdampak besar terhadap perbaikan atau peningkatan keadaan perekonomian jika kebijakan tersebut saling menguatakan dan tidak adanya tumpeng tindih atau overlapping kepentingan dan kebijakan didalamnya. Efektivitas dan efisiensi kebijakan dapat tercapai jika kebajakan tersebut mempunyai kerangka kebijakan yang jelas, terarah dan terukur serta mampu mengakomodir dan menginterpretasikan permasalahan yang sedang terjadi.
Inovasi dalam setiap kebijakan yang akan diambil juga perlu dilakukan karena inovasi ini diharpkan memberikan keluweasan dalam menghdapi permasalahan ekonomi yang sifatnya selalu dinamis dan berubah-ubah. Kolaborasi antara Pemerintah, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan juga perlu dilakukan termasuk sisdalamnya adalah dengan menjalin komunikasi yang intens agar memiiki tujuan yang liner sehingga permasalah ekonomi beserta probelamatikannya dapat dihadadapi dan dijalankan dengan efektif dan efisien seperti yang telah disinggung sebelumnya.

0 komentar:

Posting Komentar