Seberapa krusial
kah rupiah?
Pelemahan
ekonomi global pada 2015 tidak dapat dipungkiri telah banyak mencatatkan
kinerja perlambatan dari berbagai sektor ekonomi yang mennjadi andalan untuk
menopang besarnya PBD di Indonesia. Dorongan untuk terus menambahkan dan
meperluas bebagai stimulus dan insentive kepada sektor-sektor yang terdampak
pelemahan terus dilakukan agar tidak memperburuk perekonomian nasional.
Masalah-masalah krusial yang melibatkan sektor keuangan merupakan yang paling
banyak mendapatkan insentif dari pemerintah. Data yang tercatat, pada sektor
ini swasta lebih banyak melakukan transaksi pembayaran dibandingkan dengan
penarikan di luar negeri. Inilah yang cukup membuat cadangan devisa menjadi
turun karena pembayaran hutang yang telah jatuh tempo juga tidak dapat
dihindari sehingga surplus pada neraca pembayaran juga ikut tertekan. Sumbangan
dari sektor keuangan melalui investasi juga tidak dapat menutupi defisit NPI
tersebut. Ketidakstabilan perekonomian global merupakn masalah bagi semua negara,
terutama bagi negara-negara emerging
faktor eksternal seperti ini pastinya telah berpengaruh besar pada kinerja
perkonomian nasional, terutama jika dipandang dari segi nilai tukar mata uang.
Sepanjang 2015 rupiah telah mengalami depresiasi mata uang sekitar 10 persen.
Dengan depresiasi ini, cadangan devisa menjadi sedikit mengalami tekanan,
karena naiknya nilai hutang negara.
Masalah-masalah
yang timbul dari dampak pelemahan tersebut, membuat pemerintah untuk terus
berupaya memperbaiki daya beli masyarakat dan beberapa kebijakan juga mengarah
pada rangsangan investor dalam negeri yang menanamkan modalnya diluar negeri
untuk kembali berinvestasi di Indonesia. Sehingga dapat meringankan kinerja
rupiah yang terus mengalami deperesiasi. Oleh karena itu, berbagai stimulus
fiskal dikeluarkan pemerintah guna mendorong pertumbuhan ekonomi dari berbagai
sektor, terutama dari sektor riil melalui UMKM. Peran UMKM sebagai pendorong
pertumbuhan ekonomi di Indonesia terutama dari sektor riil terus berusaha atau
mungkin diusahakan agar dapat mencapai kemandiriannya. Permasalahn UMKM yang
tidak pernah habis inilah kemudian yang mendorong pemerintah untuk lebih fokus
pada permasalahan yang dihadapi UMKM. Mulai dari keringanan ijin usaha,
permodalan hingga manajemen internal UMKM juga menjadi tantangan pemerintah
untuk menguatkan sektor ini.
Dari
sisi defisit neraca perdagangan, yang perlu dilakukan adalah selain mmendorong
ekspor, langkah lain yang bisa ditempuh adalah dengan mngurangi konsuumsi
masyarakat melalui kenaikan pajak barang konsumsi kecuali barang kebutuhan
pokok. Melihat kontribusi dari konsumsi yang besar dari masyarakat terhadap
impor inilah yang kemudian membuat neraca perdangangan Indonesia. meskipun
beberapa kali pemrintah menekankan bahwa turunnya nilai tukar bisa menjadi
peluang eksppor yang lebih baik tetapi penurunan atau turunnya nilai tukar
bukan ide yang baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama
jjika dilihat secara makro. Akan ada lebih banyak faktor atau sektor riil yang
akan menderita jika dibandingkan pertumbuhan ekspor yang positif. Misalnya saja
pengangguran. Titik temu antara pengangguran dan pelemahan nilai tukar ini
berada pada hengkangnya sejumlah perusahaan yang mengandalkan bahan mentah
impor, seperti PHK diberbagai perusahaan tekstil, garmen, bahkan sampai
penutupan toko-toko kecil karena turunnya daya beli masyarakat. Sehingga bisa
disimpulkan bahwa, pelemahan ekonomi dari sisi nilai tukar terutama dalam
jangka pendek dari sisi ekspor akan memberikan pengaruh yang positif, tapi
dilain hal jjika dibiarkan terlalu lama dan tanpa upaya perbaikan, tinggal
tunggu waktu, karena krisis pasti terjadi. Apalagi jika melihat aimo masyarakat
yang seolah-olah pelemahan rupiah adalah hal yang paling buruk, bukan tidak
mungkin sikap pesimis tersebut akan ditangkap oleh investor sebagai sinyal
untuk “ I`m done. I`m out”,
selesailah drama perekonomian kita.
0 komentar:
Posting Komentar