LTV DAN GWM DALAM KERANGKA MAKROPRUDENSIAL
Oleh:
Fatchur Rozi
Bank Indonesia pada tahun 2015
menerbitkan dua kebijakan makroprudensial untuk memastikan terpeliharnya
stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh. Salah satu langkahnya adalah
dengan melalui LTV dan penyesuaian ketentuan giro wajib minimum. Kebijakan LTV
digunakan untukmempengaruhi kredit property dan kendaraan bermotor. Sedangkan
kebijakan penyesuan Giro Wajib Minimum (GWM) adalah dengan mempengaruhi kredit
perbankan.
Kedua langkah diatas merupakan
sebuah langka yang stratgis yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang pada
intinya adalah sama-sama mempengaruhi tingkat kredit termasuk ketersediaan
kredit dalam perekonomian. Kredit merupakan salah satu bagian yang terpenting
dalam perekonomian terutama untuk negara yang berkembang seperti Indonesia.
Karena di dalam negara yang sedang berkembang akan dibutuhkan banyak dana dan
modal untuk melakukan pembangunan dan merangsang investasi. Kredit ini juga
dibutuhkan saat perekonomian sedang mengalami masa resesi, karena kredit untuk
investasi akan mampu menjalankan sektor perekonomian.
Langkah inovatif yang patut
diapresiasi diantara kebijakan tersebut adalah dengan memperhitungkan
surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh pihak Bank sebagai dana pihak ketiga
dalam kebijakan LTV. Komponen perhitungan ini menjadi bagi penting dalam
perekonomian terutama untuk sektor keuangan, karena dana pihak ketiga dalam
bentuk surat berharga tersebut bisa juga menjadi dana sumber pembangunan dalam
perekonomian sehingga perlu juga diawasi dan di control. Oleh karenanya Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan perlu menjalankan wewenang yang telah
diamantkan tersebut agar jangan sampai dana pihak ketiga dalam bentuk surat
berharga tersebut tidak memberikan dampak yang produktif bagi perekonomian
tetapi justru malah menyebabkan dan menggangu perekonomian kerena peredarannya
yang tidak terkontrol dan tidak diawasi oleh otoritas terkait.
Terkait dengan kebijakan
makroprudensial yang berhubungan dengan penyesuan tingkat GWM, jika dilakukan
penurunan rasio cadangan GWM ini akan berdampak terhadap ketersediaan kredit di
perbankan akan semakin meningkat, sehingga peningkatan ketersediaan kredit yang
lebih banyak ini biasanya juga akan direspon
melalui penurunan tingkat suku bunga yang semakin kompetitif. Kebijakan
ini tentu akan menguntungkan para investor karena dengan bunga yang semakin
kompetitif biaya pengembalian tentu akan
menjadi semakin rendah. Tetapi yang juga
perlu diperhatikan dalam hal ini adalah pengawasan dari aliran kredit tersebut, harus mendapat
pengawasan yang ketat oleh otoritas terkait dalam hal ini Bank Indonesia dan
OJK yang mempunyai wewenang tersebut.
Aliran kredit tersebut perlu diawasi
agar menjadi lebih terkontrol dalam penggunaan dana sehingga maslah kredit
macet dapat dihindari. Peran pengawasan secara mikro oleh OJK melalui kebijakan
mikroprudensial disini sangat dibutuhkan. Terkait dengan pengawasan secara
institusi dari lembaga perbankan yang ada, untuk menghindar resiko secara
sistemik dalam skala makro kebijakan makroprudensial yang dijalankan oelh Bank
Indonesia sangat diperlukan, sehingga dalam hal pengawasan dan kontrol kredit
tersebut sangat dibutuhkan kerjasama yang kuat antara Bank Indonesia dengan OJK
terkait dengan implementasi tugas dan wewenang yang telah diamanatkannya.
Sektor produktif yang cukup
potensial adalah disalurkan untuk kredit UMKM sperti yang telah disebutkan
dalam artikel diatas. Sektor UMKM merupakan sektor yang paling potensial karena
sektor ini memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap nilai tambah total
dalam perekonomian (PDB) yang lebih dari 94 persen. Sehingga sektor ini juga
cukup potensial dan harus mendaatkan perhatian yang lebih untuk lebih
diutamakan dalam penyaluran kredit tersebut.
Perbaikan dalam ketersediaan
pendanaan untuk kredit di sektor UMKM dapat memacu UMKM tersebut untuk
mengembangkan usahanya dan ikut bersaing di pasar ekspor jika UMKM memiliki
produk unggulan yang mempunyai nilai lebih untuk bisa berrsaing di pasar
internasional, apalagi saat ini nilai tukar dolar AS cukup tinggi di pasaran
sehingga pasar ekspor diperkirakan mampu memberikan keuntungan yang lebih
dengan harga jual produk yang cukup kompetitif di pasar internasional.
Jika pemerintah turut ambil bagian
dalam memberikan kemudahan terhadap akses keuangan dan kredit perbankan
tersebut terhadap UMKM tentu saja akan lebih banyak kredit yang dapat terserap
di sektor UMKM tersebut. Pemerintah juga harus mampu merusmkan suatu kebijakan
yang saling integrative dan mendukung kebijakan makroprudensial yang telah
dijalankan oleh Bank Indonesia tersebut. Salah satunya adalah dengan pemberian
insentif dan keringanan bunga kredit agar kredit tersebut lebih kompetetif dan
para investor di sektor UMKM akan semakin tertarik dalam memanfaatkan tambahan
ketersediaan kredit yang ada di perbankan tersebut.
Agar pemanfaatannya lebih merata,
pemerataan akses keuangan dalam bentuk penyedian saran dan prasarana fasilitas
keuangan guna memdahkan akses keuangan sangat perlu dilakukan mengingat
fasilitas perbankan dan akses keuangan di negara kita masih sangat minim.Tentu
jika pemerataan akses keuangan tercapai kebijakan tersebut dapat dijalankan
secara luas dengan begitu dampak yang ditimbulkan tentu akan lebih besar lagi
bagi perekonomian. Inilah yang harus menjadi perhatian yang serius oleh
pemerintah. Langkah ini seharusnya harus segera diimplementasikan karena
potensi untuk menggerakkan sektor perekonomian dari sektor riil sangat
diperlukan dan dampaknya terhadap pertumbuhan perekonomian sangat luas dan
massif karena kontribusinya terhadap PDB sangat besar.
Prinsip kehati-hatian seperti yang
disinggung sebelumnya juga perlu diperhatikan dan mendapatkan perhatian yang
serius. Seperti yang dsiinggung sebelumnya prinsip kehati-hatian disini dapat
berupa pengawasan yang terkontrol, terencana dan tearah terkait dengan
penggunaan dana kredit tersebut. Karena tidak semua UMKM berpotensi baik untuk
menerima aliran dana kredit tersebut. Menilai setiap potensi UMKM yang akan
diberikan kredit melalui penilaian yang ketat tetapi tidak sampai menyusahkan
dan mengahalangi tersalurnya aliran dana tersebut sangat perlu dilakukan.
Penilaian terhadap UMKM tersebut dapat dilakukan oleh perbankan yang akan
menyalurkan kredit tersebut melalui rekomendasi dari lembaga yang terkait
misalanya Kementrian Koperasi dan UMKM.
Selain akses keuangan juga
dibutuhkan akses informasi yang luas bagi para investor terutama investor di sektor
UMKM dalam mengkases informasi dana kredit tersebut. Bisa jadi kemudahan yang
telah ditawarkan oleh pihak perbankan luput dari para investor yang dinilai
cukup potensial dalam menggunakan dana kredit tersebut tentu ini akan sangat
disayangkan karena kredit terserap secara maksimal. Tetapi langkah ini sudah
diantisipasi oleh Bank Indonesia melalui akses informasi UMKM yang sudah
tersedia di dalam website resmi Bank Indonesia, tinggal bagaimana pihak
erbankan juga turut aktif menyebarkan informasi kredit dan perkembangan setiap kebijakan
yang akan dan tengah dijalankan oleh Pemerintah maupun Bank Indonesia agar
inforasi tersebut dapat dijadikan bahan perimbangan oleh setiap investor dalam
melakukan investasinya.
Kesimpulan yang didapatkan dari
pemaparan tersebut adalah kebijakan makroprudensial yang bertujuan untuk
menjaga kestabilan system keuangan secara menyeluru ternyaa dapat memberikan
dampak yang luas terhadap perekonomian baik di sektor moneter maupun sektor
riil. Salah satu kebijakan makroprudensial yang disinggung di dalam artikel
diatas asalah terkait dengan penyesuan cadangan minimum GWM. Pengurangan
cadangan minimum GWM ini ternyata akan memberikan dampak terhadap tambahan
ketersediaan kredit dalam perbankan, dengan begitu tambahan kredit dapat disalurkan ke sektor riil seperti sektor
UMKM denagn tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan dana
kredit tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar