Blogroll

Rabu, 15 Juni 2016

LTV DAN GWM DALAM KERANGKA MAKROPRUDENSIAL



LTV DAN GWM DALAM KERANGKA MAKROPRUDENSIAL
Oleh: Fatchur Rozi

Bank Indonesia pada tahun 2015 menerbitkan dua kebijakan makroprudensial untuk memastikan terpeliharnya stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh. Salah satu langkahnya adalah dengan melalui LTV dan penyesuaian ketentuan giro wajib minimum. Kebijakan LTV digunakan untukmempengaruhi kredit property dan kendaraan bermotor. Sedangkan kebijakan penyesuan Giro Wajib Minimum (GWM) adalah dengan mempengaruhi kredit perbankan.
Kedua langkah diatas merupakan sebuah langka yang stratgis yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang pada intinya adalah sama-sama mempengaruhi tingkat kredit termasuk ketersediaan kredit dalam perekonomian. Kredit merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam perekonomian terutama untuk negara yang berkembang seperti Indonesia. Karena di dalam negara yang sedang berkembang akan dibutuhkan banyak dana dan modal untuk melakukan pembangunan dan merangsang investasi. Kredit ini juga dibutuhkan saat perekonomian sedang mengalami masa resesi, karena kredit untuk investasi akan mampu menjalankan sektor perekonomian.
Langkah inovatif yang patut diapresiasi diantara kebijakan tersebut adalah dengan memperhitungkan surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh pihak Bank sebagai dana pihak ketiga dalam kebijakan LTV. Komponen perhitungan ini menjadi bagi penting dalam perekonomian terutama untuk sektor keuangan, karena dana pihak ketiga dalam bentuk surat berharga tersebut bisa juga menjadi dana sumber pembangunan dalam perekonomian sehingga perlu juga diawasi dan di control. Oleh karenanya Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan perlu menjalankan wewenang yang telah diamantkan tersebut agar jangan sampai dana pihak ketiga dalam bentuk surat berharga tersebut tidak memberikan dampak yang produktif bagi perekonomian tetapi justru malah menyebabkan dan menggangu perekonomian kerena peredarannya yang tidak terkontrol dan tidak diawasi oleh otoritas terkait.
Terkait dengan kebijakan makroprudensial yang berhubungan dengan penyesuan tingkat GWM, jika dilakukan penurunan rasio cadangan GWM ini akan berdampak terhadap ketersediaan kredit di perbankan akan semakin meningkat, sehingga peningkatan ketersediaan kredit yang lebih banyak ini biasanya juga akan direspon  melalui penurunan tingkat suku bunga yang semakin kompetitif. Kebijakan ini tentu akan menguntungkan para investor karena dengan bunga yang semakin kompetitif  biaya pengembalian tentu akan menjadi semakin rendah.  Tetapi yang juga perlu diperhatikan dalam hal ini adalah pengawasan dari  aliran kredit tersebut, harus mendapat pengawasan yang ketat oleh otoritas terkait dalam hal ini Bank Indonesia dan OJK yang mempunyai wewenang tersebut.
Aliran kredit tersebut perlu diawasi agar menjadi lebih terkontrol dalam penggunaan dana sehingga maslah kredit macet dapat dihindari. Peran pengawasan secara mikro oleh OJK melalui kebijakan mikroprudensial disini sangat dibutuhkan. Terkait dengan pengawasan secara institusi dari lembaga perbankan yang ada, untuk menghindar resiko secara sistemik dalam skala makro kebijakan makroprudensial yang dijalankan oelh Bank Indonesia sangat diperlukan, sehingga dalam hal pengawasan dan kontrol kredit tersebut sangat dibutuhkan kerjasama yang kuat antara Bank Indonesia dengan OJK terkait dengan implementasi tugas dan wewenang yang telah diamanatkannya.
Sektor produktif yang cukup potensial adalah disalurkan untuk kredit UMKM sperti yang telah disebutkan dalam artikel diatas. Sektor UMKM merupakan sektor yang paling potensial karena sektor ini memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap nilai tambah total dalam perekonomian (PDB) yang lebih dari 94 persen. Sehingga sektor ini juga cukup potensial dan harus mendaatkan perhatian yang lebih untuk lebih diutamakan dalam penyaluran kredit tersebut.
Perbaikan dalam ketersediaan pendanaan untuk kredit di sektor UMKM dapat memacu UMKM tersebut untuk mengembangkan usahanya dan ikut bersaing di pasar ekspor jika UMKM memiliki produk unggulan yang mempunyai nilai lebih untuk bisa berrsaing di pasar internasional, apalagi saat ini nilai tukar dolar AS cukup tinggi di pasaran sehingga pasar ekspor diperkirakan mampu memberikan keuntungan yang lebih dengan harga jual produk yang cukup kompetitif di pasar internasional.
Jika pemerintah turut ambil bagian dalam memberikan kemudahan terhadap akses keuangan dan kredit perbankan tersebut terhadap UMKM tentu saja akan lebih banyak kredit yang dapat terserap di sektor UMKM tersebut. Pemerintah juga harus mampu merusmkan suatu kebijakan yang saling integrative dan mendukung kebijakan makroprudensial yang telah dijalankan oleh Bank Indonesia tersebut. Salah satunya adalah dengan pemberian insentif dan keringanan bunga kredit agar kredit tersebut lebih kompetetif dan para investor di sektor UMKM akan semakin tertarik dalam memanfaatkan tambahan ketersediaan kredit yang ada di perbankan tersebut.
Agar pemanfaatannya lebih merata, pemerataan akses keuangan dalam bentuk penyedian saran dan prasarana fasilitas keuangan guna memdahkan akses keuangan sangat perlu dilakukan mengingat fasilitas perbankan dan akses keuangan di negara kita masih sangat minim.Tentu jika pemerataan akses keuangan tercapai kebijakan tersebut dapat dijalankan secara luas dengan begitu dampak yang ditimbulkan tentu akan lebih besar lagi bagi perekonomian. Inilah yang harus menjadi perhatian yang serius oleh pemerintah. Langkah ini seharusnya harus segera diimplementasikan karena potensi untuk menggerakkan sektor perekonomian dari sektor riil sangat diperlukan dan dampaknya terhadap pertumbuhan perekonomian sangat luas dan massif karena kontribusinya terhadap PDB sangat besar.
Prinsip kehati-hatian seperti yang disinggung sebelumnya juga perlu diperhatikan dan mendapatkan perhatian yang serius. Seperti yang dsiinggung sebelumnya prinsip kehati-hatian disini dapat berupa pengawasan yang terkontrol, terencana dan tearah terkait dengan penggunaan dana kredit tersebut. Karena tidak semua UMKM berpotensi baik untuk menerima aliran dana kredit tersebut. Menilai setiap potensi UMKM yang akan diberikan kredit melalui penilaian yang ketat tetapi tidak sampai menyusahkan dan mengahalangi tersalurnya aliran dana tersebut sangat perlu dilakukan. Penilaian terhadap UMKM tersebut dapat dilakukan oleh perbankan yang akan menyalurkan kredit tersebut melalui rekomendasi dari lembaga yang terkait misalanya Kementrian Koperasi dan UMKM.
Selain akses keuangan juga dibutuhkan akses informasi yang luas bagi para investor terutama investor di sektor UMKM dalam mengkases informasi dana kredit tersebut. Bisa jadi kemudahan yang telah ditawarkan oleh pihak perbankan luput dari para investor yang dinilai cukup potensial dalam menggunakan dana kredit tersebut tentu ini akan sangat disayangkan karena kredit terserap secara maksimal. Tetapi langkah ini sudah diantisipasi oleh Bank Indonesia melalui akses informasi UMKM yang sudah tersedia di dalam website resmi Bank Indonesia, tinggal bagaimana pihak erbankan juga turut aktif menyebarkan informasi kredit dan perkembangan setiap kebijakan yang akan dan tengah dijalankan oleh Pemerintah maupun Bank Indonesia agar inforasi tersebut dapat dijadikan bahan perimbangan oleh setiap investor dalam melakukan investasinya.
Kesimpulan yang didapatkan dari pemaparan tersebut adalah kebijakan makroprudensial yang bertujuan untuk menjaga kestabilan system keuangan secara menyeluru ternyaa dapat memberikan dampak yang luas terhadap perekonomian baik di sektor moneter maupun sektor riil. Salah satu kebijakan makroprudensial yang disinggung di dalam artikel diatas asalah terkait dengan penyesuan cadangan minimum GWM. Pengurangan cadangan minimum GWM ini ternyata akan memberikan dampak terhadap tambahan ketersediaan kredit dalam perbankan, dengan begitu tambahan kredit  dapat disalurkan ke sektor riil seperti sektor UMKM denagn tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan dana kredit tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar