FENOMENA PENURUNAN BBM TERHADAP
INFLASI BULANAN (Februari 2016)
Oleh:
Fatchur Rozi
Fenomena penurunan harga BBM di pasaran pada beberap
periode di bulan Januari dan Februari tentu berdampak terhadap kondisi
perekonomian dalam hal inflasi bulanan. Harga BBM merupakan salah satu
penyumbang terbesar dari terjadinya tingkat inflasi yang terjadi. Karena
kenaikan BBM tentu akan berdampak terhadap kenaikan harga komoditas barang dan
jasa di sektor lain secara kontunyu baik secara langsung seperti komoditas
pangan, ataupun secara tidak langsung seperti sektor jasa keuangan atau
pelayanan fasilitas publik.
Pada minggu pertama Februari terjadi deflasi sebesar
0,15 persen, minggu kedua 0,14 persen, dan minggu ketiga 0,13 persen. Dengan
ekspektasi tersebut menujukkan bahwa kemungkinan bulan februari akan terjadi
deflasi dengan asumsi tingkat inflasi tidak mungkin melampaui 0,14 % pada
minggu keempat. Seperti yang saya singgung sebelumnya penurunan harga BBM
mungkin menjadi salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap terjadinya
deflasi di bulan Februari.
Deflasi boleh saja terjadi asalkan dapat terkontrol
dan masih dalam tahap batas ambang yang aman. Tetapi tidak serta merta kita
abai terhadap deflasi ini, bias saja deflasi yang terjadi ini juga merupakan
dampak dari efek domino perlambatan ekonomi global. Jika deflasi ini terjadi
secara kontinyu tentu akan berdampak buruk terhadap perekonomian negara kita.
Tetapi saya juga menilai bahwa kebijakan moneter yang dicangkan oleh otorits
moneter ditunjang dari keaktifan pemerintah melalui pengendalian harga cukup
efektif dalam meredam gejolak harga dan mapu meredam nilai inflasi pada
tingkatan yang terkendali. Dengan berangkat dari Inflation Targeting Framwework yang menjadi basis arah kebijakan
moneter yang dijalankan oleh Bank Indonesia saat ini bukan tidak mungkin target
inflasi tahunan diperkirakan berada pada tingkatan 4% dapat tercapai apalagi
diperkirakan bulan Februari ini terjadi deflasi, sedangkan bulan Januari
sendiri melambat.
Fenomena perlambatan ekonomi global yang terjadi di
beberapa negara Eropa yang terjadi saat ini juga perlu mendapatkan perhatian
yang serius terutama oleh otoritas
moneter dan fiskal. Fenomena ini bisa saja berdampak terhadap kondisi neraca
perdagangan kita dan penurunan ekspor. Sehingga penerimaan dari devisa negara
tentu akan menurun. Kontrol harga komoditas pokok juga penting dilakukan
control harga dapat dilakukan melalui mekanisme penyesuaian harga BBM.
Penurunan harga pada BBM beberpa ratus rupiah pada periode bulan Januari sampai
Februari tentu diharapkan terjadi juga penurunan harga pada komoditas pangan
atau pokok.
Dampak perlambatan ekonomi global tersebut jangan
sampai berdanpak terhadap sektor perekonomian di Indonesia. Target pertumbuhan
ekonomi yang tidak tercapai di tahun 2015 seharusnya menjadi pelajaran dan
pemahaman dari para pemikir ekonomi, dan para pengambil kebajikan negeri ini
untuk menganalisis kenapa proyeksi pertumbuhan ekonomi yang ditergetkan tidak
data tercapai.
Tentu banyak factor-faktor yang melandasi bagaimana
perlambatan ekonomi itu bisa terjadi, bisa jadi karena factor eksternal dan
internal itu sendiri. Kondisi penguatan ekonomi dan resiliensi ekonomi dalam
negeri sangat perlu dilakukan. Sebagai negara berkembang tentu penguatan untuk
menjaga kestabilan ekonomi membutuhkan biaya atau modal yang tidak sedikit.
Karakteristik negara berkembang dimana biasanya pengaruh eksternal perekonomian
sangat besar, karena kebanyakan arus modal pembungunan biasanya dari luar
negeri dalam bentuk FDI (Foreign Direct
Investment).
Aliran dana yang ditopang dari pihak luar tentu saja
sangat diperlukan sehingga di satu sisi mampu memberikan dampak positif juga
sangat rawan apalagi jika kondisi perekonomian global tidak stabil, bisa jadi
aliran dana tersebut sewaktu-waktu dapat ditarik kembali. Akibatnya
perekonomian akan mengalami kegoncangan. Dan negara akan mengalami defisit dana
pembangunan. Salah satu ciri dari adanya perlambatan ekonomi bisanya terjadi
proses PHK besar-besar di suatu wilayah. Sedagkan deflasi yang diperkirakan
terjadi di bulan Februari tersebut menurut hemat saya belum bisa dikatakan
sebagai kecenderungan secara umum bahwa perekonomian akan mengalami perlambatan
yang diikuti PHK dalam skala besar.
Saya menilai target inflasi tahunan yang dicanangkan
oleh Bank Indonesia pada kisaran tingkat 4% cukup rasional.Target tersebut
sesuai dengan kondisi. makroekonomi yang terjadi ditengah permintaan masyarakat
juga cenderung stagnan. Permintaan masyarakat akan barang dan jasa tersebut
juga bias menghambat pertumbuhan ekonomi yang terjadi, karena basis ekonomi
negara kita perekonomiannya sebagaian besar ditopang dari sektot konsmusi.
Sektor konsumsi ini menjadi penggerak dari perputaran uang yang ada dalam
masyarakat. Selain itu sektor riil juga harus mendapatkan perhatian. Dengan
diperkirakan terjadinya deflasi ini, tingkat suku bunga acuan dapat
dipertimbangkan untuk diturunkan. Dengan penurunan tingkat suku bunga acuan
tersebut diharpkan investasi dapat menggeliat, sehingga roda perekonomian dapat
berputar. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah dampak sistemik dan berkepanjangan
dari adaanya dflasi yang menunjukkan cerminan kasar dari perlambatan ekonomi
dan penurunan konsumsi akan permintaan barang atau jasa.
Untuk mendukung peningkatan invesatasi otoritas
moneter dapat melakukan kebijakan moneter ekspansif dengan menambah jumlah uang
uang yang berederar dan melakukan pelonggaran kredit keuangan. Kebijakan ini
dinilai dapat menjadi stimulus yang cukup efektif dalam merangasang
terbentuknya akumulasi modal dan terbentuknya investasi. Pengarahan investasi
kea rah sektor-sektor yang produktif dan mampu mendongkrak perekonomian untuk
tumbuh secara positif dan terkontrol dapat juga diterapkan.
Terkait momentum penurunan harga BBM di pasar dunia
akhir-akhir ini, juga diharpkan menjadi momentum untuk dapat memanfaatkan
penurununan harga tersebut utamanya terhadap pengendalian inflasi itu sendiri
sehingga momentum penurunan harga BBM dunia dapat membawa angina segar bagi
kondisi perekonomian di dalam negeri. Kestabilan harga yang tercapai juga
menjadi basis penting dalam membentuk kestabilan perekonomian sektor rill dan
moneter.
Arah kebijakan sektor riil dan moneter yang
terintegrasi tersebut seperti yang disinggung sebelumnya terkait investasi dan
kondisi asar uang dan tingkat suku bunga dapat dijalankan secara simultan dan
beriringan. Karena baik kebijakan yang dijalan oleh otoritas moneter dan
otoritas fiskal adalah untuk mempengaruhi tingkat kesemptan kerja dan tingkat
pengeluaran.
Kesimpulannya dari semua itu adalah bahwa pengendalian
harga yang dilakukan oleh Pemerintah di Bulan Februari dinilai cukup berhasil
apalagi didukung dengan momentum penurunan harga minyak dunia yang berimbas
pada harga BBM dalam negeri yang beberapa kali juga mengalami penurunan
walaupun jumlah penurunan nilainya tidak terlalu besar. Penurunan harga BBM
merupakan salah satu factor utama yang berpengaruh terhadap penurunan harga
komoditas, sehangga dengan jeda waktu satu bulan sudah terlihat dampak tersebut
dengan terjadinya deflasi di bulan februari pada minggu pertama sampai minggu
ketiga dan diperkiran secara akumulatif pada bulan Februari 2016 akan terjadi
deflasi.
Momentum deflasi tersebut masih
dalam tahap wajar, sehingga kita harus mengapresiasi dengan positif, mengingat
daya beli masyarakat saat ini kecendurungannya turun. Dengan terjadi penurunan
harga tersebut diharapkan pertumuhan ekonomi dari sektor konsumsi dapat
mmberikan efek positif dalam perekonomian.
0 komentar:
Posting Komentar