Blogroll

Rabu, 15 Juni 2016

PENURUNAN BI RATE DAN DAMPAKNYA BAGI PEREKONOMIAN



PENURUNAN BI RATE DAN DAMPAKNYA BAGI PEREKONOMIAN
Oleh: Fatchur Rozi


Penurunan suku bunga acuan yang dilakukan oleh otoritas moneter ke posisi sekarang 6,75 persen tentu akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap investasi di sektor surat berharga seperti SBN. Penurunan ini akan berdampak terhadap salah satu nilai investasi yang akan dihasilkan salah satunya terhadap tingkat yield dari hasilinvestasi tersebut. Dimana penurunan suku bunga yang diikuti dengan tingkat yield yang menurun akan mampu menambah proporsi permintaan untuk investasi di sektor surat berharga seperti obligasi.
Tentu penurunan yield akan mampu memberikan ketertarikan dan diversifikasi investasi non saham untuk media investasi jangka menengah dan panjang di kalangan investor. Disebutkan untuk yield SBN dengan jatuh tempo 10 tahun sebesar 8 persen. Tingkat yield sejumlah 8 persen munurut saya merupakan ukuran suatu nilai yang cukup kompetitif. Kondisi permintaan yang cukup tinggi karena didukung suatu kebijakan terkait lembaga dana pension dan asuransi untuk menginvestasikan nilai investasi di sektor surat berharga cukup berkontribusi dan saling berkorelasi positif karen permintaan yang cukup tinggi tersebut mampu menghimpun dana modal oleh negara menjadi lebih tinggi. Dengan semakin banyak modal yang terkumpul tersebut diharapkan modal tersebut dapat diinvestasikan pemerintah ke sektor ekonomi yang produktif guna menciptakan niai tambah yang semakin besar manfatnya.
Arah kebijakan ekonomi  yang saling integratif seperti antara lembaga asuransi dan dana pensiun guna meningkatkan permintaan seperti yang telah disinggung sebelumnya merupakan suatu inovasi kebijakan yang terarah. Kebanyakan masyarakat kita dan investor local jarang yang berinvestasi di sektor pasar keuangan karena mungkin banyak yang belum familiar dengan investasi di surat-surat berharga tersebut padahal sebenarnya prospeknya cukup bagus, dana mampu memerikan impact positif bagi perekonomian. Bahkan disebutkan pula dalam artikel tersebut, penopang pembiayaan APBN berasal dari penjualan SBN tersebut. Ini menujukkan bahwa peran SBN dalam perekonomian sungguh besar. Tetapi saying di dalam artikel tersebut tidak dijelaskan lebih dalam bagaiman mekanisme dan peran SBN serta korelasinya dalam perekonomian.
Penurunan BI rate juga menujukkan bahwa otoritas moneter sebagai pelaksana kebijakan moneter sedang menjalankan kebijakan pelonggaran di sektor moneter atau menjalankan kebijakan moneter ekspansif. Penjualan dan pelelangan SBN sebagai salah satu media invetasi jangka menengah dan panjang menunjukan bahwa pemerintah membutuhkan aliran dana untuk pemodalan pemerintah baik untuk pembiayaan maupun investasi seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Penurunan BI rate tersebut diperkirakan akan berdampak pada performa imbal hasil (yield) yang secara berangsug-angsur akan turun juga seperti yang telah disinggung di dalam artikel diatas. Penurunan yield ini boleh dikatakan akan sedikit menguntungkan pemerintah karena beban yang ditanggung untuk pengembalian juga akan ikut turun tetapi ini tidak berlaku apabila investor SBN tersebut merupakan investor luar negeri dimana pembayaran menggunakan dollar, sedangkan nilai kurs rupiah saat ini sedang terpuruk walaupun prosentase yield mengalami penurunan.
Disebutkan juga di dalam artikel selain tingkat suku bunga, kondisi likuiditas dan inflasi merupakan factor lain yang juga turut berpengaruh terhadap nilai yield. Dimana saya menilai kondisi likuiditas di sektor keuangan saat ini cukup bagus dimana nilai indeks resiko sistemik perbankan menunjukkan nilai yang cukup aman sedangkan kondisi inflasi juga sangat terkendali. Sehingga masalah likuiditas dan inflasi bukan menjadi suatu permaslahan yang berarti dalam mokro ekonomi negara kita. Justru yang menjadi perhatian saat ini tentang kondisi perekonomian eksternal di mana kecenderungannya ekonomi global terutama di negara maju seperti di Eropa sedang mengalami perlambatan ekonomi. Inilah yang perlu diwaspadai. Jangan sampai perlambatan dan resesi ini ikut berdampak dan merembet ke perekonomian negara kita. Itulah mengapa dalam setiap kerangka kebijakan ekonomi yang dijalankan tentu diharapkan memberikan dampak terhadap penguatan perekonomian dalam negeri, hal ini perlu mengingat saat ini tekanan atau kondisi eksternal ekonomi semakin besar pegaruhnya ditengah integasi ekonomi yang tengah dijalankan saat ini seperti adanya masyarakat ekonomi ASEAN dan tekanan atau pengaruh intervensi dari lembaga-lembaga komunitas ekonomi internasional.
Masalah jeda waktu atau time lag dari setiap dampak penurunan BI Rate terhadap nilai yield memang sulit untuk diperkirakan dengan pasti, karena kondisi tersebut sangat erat kaitanya dengan kondisi di sektor pasar uang, ekspektasi para investor terhadap hasil yang didapatkannya dari investasi tersebut dan permintaan itu sendiri. Jadi menurut saya setiap penurunan BI rate tersebut tidak selalu mutlak akan diikuti penerunan yield dari SBN. Mungkin kecenderngan jangka pendek akan menurun tetapi dalam jangka menengah atau panjang trennya menunjukkan kenaikan. Karena SBN merupakan salah satu media investasi jangka menengah dan panjang maka hal tersebut bisa saja terjadi. Kondisi makroekonomilah yang menjadi kuncinya.
Kesimpulan yang diperoleh dari opini yang saya tulis adalah bahwa penurunan nilai BI rate yang dilakukan oleh otoritas moneter saat ini menunjukkan bahwa otoritas moneter sedang menjalankan kebijakan pelonggaran moneter atau kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan ini tentu menyiratkan bahwa saat ini diharpakan akan ada pertumbuhan investasi sehingga di harapkan pertumbuhan investasi tersebut mampu menopang perekonomian dan mingkatan kesmpatan kerja.
Selain itu dampak pelonggaran kebijakan moneter tersebut akan berdampak pada sektor investasi pasar surat berharga termasuk terkait penerbitan SBN dan yield dari SBN tersebut. Dimana karena terjadi penurunan tingkat suku bunga kecenderungan yang terjadi adalah penurunan nilai yield. Tetapi semua itu sangat ditentukan juga dari kondisi makro ekonomi yang terjadi termasuk likuiditas dan inflasi yang terjadi.
Likuiditas dan inflasi merupakan salah satu varibel ekonomi yang saling mempengaruhi satu sama lain.dimana bisanya inflasi tinggi biasanya menyebabkan gagl bayar sehingga bisa menyebabkan terjadinya msalah likuiditas. Inflasi sendiri biasanya terkait dengan kenaikan harga barang atau jasa secara umum, sedangkan likuiditas sendiri terkait dengan masalah penyediaan aliran dana atau kas lancer dalam perekonomian, dimana jika terjadi masalah likuiditas maka kemampuan untuk membayar dalam bentuk dana lancer akan terganggu. Sehingga tentu akan berdampak buruk terhadap perekonomian baik secara mikro maupun secara makro ekonomi. Oleh karenanya kondisi kestabilan ekonomi dalam negeri sangat perlu dibutuhkan.
Inovasi kebijakan dan kebijakan yang bersifat integrative dapat dijalankan guna mendorong aliran dana ke media investasi di pasar surat berharga tersebut. Seperti disebutkan bahwa kebijakan antara lembaga dana pensiun dan asuransi untuk menginvestasikan nilai portofolionya di pasar SBN merupakan suatu langkah yang cukup inovatif, mengingat investasi pada pasar non saham ini kebanyakan masih belum banyak dilirik oleh para investor oleh karenanya sangat perlu digalakkan untuk investasi di sektor ini mengingat penjualan SBN di gunakan oleh pemerintah  sebagai salah satu penopang dalam pembiayaan APBN. Dan tentu saja kondisi tersebut munjukkan bahwa ternyata SBN merupakan salah satu media investasi yang cukup penting dalam perekonomian.

0 komentar:

Posting Komentar