PENURUNAN
BI RATE DAN DAMPAKNYA BAGI PEREKONOMIAN
Oleh: Fatchur Rozi
Penurunan suku bunga acuan yang dilakukan oleh
otoritas moneter ke posisi sekarang 6,75 persen tentu akan berpengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap investasi di sektor surat
berharga seperti SBN. Penurunan ini akan berdampak terhadap salah satu nilai
investasi yang akan dihasilkan salah satunya terhadap tingkat yield dari hasilinvestasi tersebut.
Dimana penurunan suku bunga yang diikuti dengan tingkat yield yang menurun akan mampu menambah proporsi permintaan untuk
investasi di sektor surat berharga seperti obligasi.
Tentu penurunan yield
akan mampu memberikan ketertarikan dan diversifikasi investasi non saham
untuk media investasi jangka menengah dan panjang di kalangan investor.
Disebutkan untuk yield SBN dengan
jatuh tempo 10 tahun sebesar 8 persen. Tingkat yield sejumlah 8 persen munurut saya merupakan ukuran suatu nilai
yang cukup kompetitif. Kondisi permintaan yang cukup tinggi karena didukung
suatu kebijakan terkait lembaga dana pension dan asuransi untuk
menginvestasikan nilai investasi di sektor surat berharga cukup berkontribusi
dan saling berkorelasi positif karen permintaan yang cukup tinggi tersebut
mampu menghimpun dana modal oleh negara menjadi lebih tinggi. Dengan semakin
banyak modal yang terkumpul tersebut diharapkan modal tersebut dapat
diinvestasikan pemerintah ke sektor ekonomi yang produktif guna menciptakan
niai tambah yang semakin besar manfatnya.
Arah kebijakan ekonomi
yang saling integratif seperti antara lembaga asuransi dan dana pensiun
guna meningkatkan permintaan seperti yang telah disinggung sebelumnya merupakan
suatu inovasi kebijakan yang terarah. Kebanyakan masyarakat kita dan investor
local jarang yang berinvestasi di sektor pasar keuangan karena mungkin banyak
yang belum familiar dengan investasi di surat-surat berharga tersebut padahal
sebenarnya prospeknya cukup bagus, dana mampu memerikan impact positif bagi
perekonomian. Bahkan disebutkan pula dalam artikel tersebut, penopang
pembiayaan APBN berasal dari penjualan SBN tersebut. Ini menujukkan bahwa peran
SBN dalam perekonomian sungguh besar. Tetapi saying di dalam artikel tersebut
tidak dijelaskan lebih dalam bagaiman mekanisme dan peran SBN serta korelasinya
dalam perekonomian.
Penurunan BI rate juga menujukkan bahwa otoritas
moneter sebagai pelaksana kebijakan moneter sedang menjalankan kebijakan
pelonggaran di sektor moneter atau menjalankan kebijakan moneter ekspansif.
Penjualan dan pelelangan SBN sebagai salah satu media invetasi jangka menengah
dan panjang menunjukan bahwa pemerintah membutuhkan aliran dana untuk pemodalan
pemerintah baik untuk pembiayaan maupun investasi seperti yang telah disebutkan
sebelumnya.
Penurunan BI rate tersebut diperkirakan akan berdampak
pada performa imbal hasil (yield) yang
secara berangsug-angsur akan turun juga seperti yang telah disinggung di dalam
artikel diatas. Penurunan yield ini
boleh dikatakan akan sedikit menguntungkan pemerintah karena beban yang
ditanggung untuk pengembalian juga akan ikut turun tetapi ini tidak berlaku
apabila investor SBN tersebut merupakan investor luar negeri dimana pembayaran
menggunakan dollar, sedangkan nilai kurs rupiah saat ini sedang terpuruk
walaupun prosentase yield mengalami
penurunan.
Disebutkan juga di dalam artikel selain tingkat suku
bunga, kondisi likuiditas dan inflasi merupakan factor lain yang juga turut
berpengaruh terhadap nilai yield.
Dimana saya menilai kondisi likuiditas di sektor keuangan saat ini cukup bagus
dimana nilai indeks resiko sistemik perbankan menunjukkan nilai yang cukup aman
sedangkan kondisi inflasi juga sangat terkendali. Sehingga masalah likuiditas
dan inflasi bukan menjadi suatu permaslahan yang berarti dalam mokro ekonomi
negara kita. Justru yang menjadi perhatian saat ini tentang kondisi
perekonomian eksternal di mana kecenderungannya ekonomi global terutama di
negara maju seperti di Eropa sedang mengalami perlambatan ekonomi. Inilah yang
perlu diwaspadai. Jangan sampai perlambatan dan resesi ini ikut berdampak dan
merembet ke perekonomian negara kita. Itulah mengapa dalam setiap kerangka
kebijakan ekonomi yang dijalankan tentu diharapkan memberikan dampak terhadap
penguatan perekonomian dalam negeri, hal ini perlu mengingat saat ini tekanan
atau kondisi eksternal ekonomi semakin besar pegaruhnya ditengah integasi
ekonomi yang tengah dijalankan saat ini seperti adanya masyarakat ekonomi ASEAN
dan tekanan atau pengaruh intervensi dari lembaga-lembaga komunitas ekonomi
internasional.
Masalah jeda waktu atau time lag dari setiap dampak penurunan BI Rate terhadap nilai yield memang sulit untuk diperkirakan
dengan pasti, karena kondisi tersebut sangat erat kaitanya dengan kondisi di
sektor pasar uang, ekspektasi para investor terhadap hasil yang didapatkannya
dari investasi tersebut dan permintaan itu sendiri. Jadi menurut saya setiap
penurunan BI rate tersebut tidak selalu mutlak akan diikuti penerunan yield
dari SBN. Mungkin kecenderngan jangka pendek akan menurun tetapi dalam jangka
menengah atau panjang trennya menunjukkan kenaikan. Karena SBN merupakan salah
satu media investasi jangka menengah dan panjang maka hal tersebut bisa saja
terjadi. Kondisi makroekonomilah yang menjadi kuncinya.
Kesimpulan yang diperoleh dari opini yang saya tulis
adalah bahwa penurunan nilai BI rate yang dilakukan oleh otoritas moneter saat
ini menunjukkan bahwa otoritas moneter sedang menjalankan kebijakan pelonggaran
moneter atau kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan ini tentu menyiratkan bahwa
saat ini diharpakan akan ada pertumbuhan investasi sehingga di harapkan
pertumbuhan investasi tersebut mampu menopang perekonomian dan mingkatan
kesmpatan kerja.
Selain itu dampak pelonggaran kebijakan moneter
tersebut akan berdampak pada sektor investasi pasar surat berharga termasuk
terkait penerbitan SBN dan yield dari SBN tersebut. Dimana karena terjadi
penurunan tingkat suku bunga kecenderungan yang terjadi adalah penurunan nilai
yield. Tetapi semua itu sangat ditentukan juga dari kondisi makro ekonomi yang
terjadi termasuk likuiditas dan inflasi yang terjadi.
Likuiditas dan inflasi merupakan salah satu varibel
ekonomi yang saling mempengaruhi satu sama lain.dimana bisanya inflasi tinggi
biasanya menyebabkan gagl bayar sehingga bisa menyebabkan terjadinya msalah
likuiditas. Inflasi sendiri biasanya terkait dengan kenaikan harga barang atau
jasa secara umum, sedangkan likuiditas sendiri terkait dengan masalah
penyediaan aliran dana atau kas lancer dalam perekonomian, dimana jika terjadi
masalah likuiditas maka kemampuan untuk membayar dalam bentuk dana lancer akan
terganggu. Sehingga tentu akan berdampak buruk terhadap perekonomian baik
secara mikro maupun secara makro ekonomi. Oleh karenanya kondisi kestabilan
ekonomi dalam negeri sangat perlu dibutuhkan.
Inovasi kebijakan dan kebijakan yang bersifat
integrative dapat dijalankan guna mendorong aliran dana ke media investasi di
pasar surat berharga tersebut. Seperti disebutkan bahwa kebijakan antara
lembaga dana pensiun dan asuransi untuk menginvestasikan nilai portofolionya di
pasar SBN merupakan suatu langkah yang cukup inovatif, mengingat investasi pada
pasar non saham ini kebanyakan masih belum banyak dilirik oleh para investor
oleh karenanya sangat perlu digalakkan untuk investasi di sektor ini mengingat
penjualan SBN di gunakan oleh pemerintah
sebagai salah satu penopang dalam pembiayaan APBN. Dan tentu saja
kondisi tersebut munjukkan bahwa ternyata SBN merupakan salah satu media
investasi yang cukup penting dalam perekonomian.
0 komentar:
Posting Komentar