Blogroll

Jumat, 17 Juni 2016

PERBEDAAN PENGENDALIAN INFLASI TIAP DAERAH



PERBEDAAN PENGENDALIAN INFLASI TIAP DAERAH
           
Dapat di lihat bahwa pengendalian harga atau laju inflasi di pulau jawa cukup baik dan stabil jika di bandingkan dengan pulai lain. Karena distribusi barang dan tranportasi di pulau jawa memiliki biaya rendah dan proses distribusi barang terealisasi dengan cepat. Sehingga proses transaksi perejonomian di kota yang berada di pulau jawa lebih stabil.
Jika di bandingkan dengan pulau  lain sepereti  pulau Sumatera,Sulawesi dan Kalimantan dan pulau lainnya yang berada di Indonesia. Dalam pengendalian harga atau laju inflasi yang dirasa masih belum stabil karena adanya masalah kompleks yaitu  distribusi barang yang menjadi penghambat dalam  proses perekonomian antar pulau. Besarnya biaya transportasi distribusi barang merupakan kendala dalam menstabilkan harga dan tingkat inflasi di kota di luar pulau jawa. Sehingga menghambat transaksi perekonomian masyarakat di daerah tersebut.
Dilihat dari sector riil, sector yang paling kelihatan tingkat pertumbuhannya yaitu dari sector konstruksi, transportas, listrik. Di tambah dengan stimulus yang dikeluarkan oleh sector fiscal yang lebih cepat diharapkan dapat memerikan suatu stimulus terhadap perekonomian Republik Indonesia (RI) juga termasuk dari sector swasta yang ikut andil dalam perekonomian domestic.
Empat stimulus hasil kerjasama bank Indonesia (BI) dengan pemerintah sudah berjalan dan diharapakan bisa berjalan secara konsisten. Emapat stimulus tersebut yaitu stimulus fiscal, reformasi structural, stimulus makroprudensial dan diperkuat dengan pelonggaran monteter. Diaharapkan dari empat stimulus tersebut bisa membawa perekonomian Indonesia menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Empat stimulus tersebut sudah mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi jangan diahrapakan pertumbuhan ekonomi langsung dapat melonjak pesat , karena dari adanya empat stimulus tersebut sudah mulai membawa dampak yang postif terhadap pertumbuhan ekonomi yang meningkat sehinggadapat diperkirakan  target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen bisa tercapai pada tahun 2016 ini.
Perkiraan dari pertumbuhan ekonomi tersebut sudah memperhitungkan penurunan dari harga komoditas padatahun 2016 yang turun sebesar 10 persen yang disebabkan oleh anjloknya harhga minyak dunia.
Bank Indonesia (BI)  sudah menjalankan stimulus makroprudensial melalui pelonggaran kebijakan Loan to value (LTV) sedangkan stimulus dari peonggaran kebijakan  moneter bisa berupa penurunan tingkat suku bunga atau BI rate dan likuiditas.
Akantetapi stimulus  pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut akan tetap dilakukan setelah bank Indonesia melakukan penilaian menyeluruh terhadap perkeonomian domestic seperti penilaian terhadap variabel makro seperti pertumbuhan ekonomi dan defiist neraca berjalan. Jika semua sesuai dengan yang diramalkan maka masih ada ruang stimulus dari pelonggaran moneter
Dilihat dari sisi eksternal atau global, stimulus dari pelonggaran kebijakan moneter masih harus mempertimbakan dan memperhitungkan  pengaruh dari adanya kenaikan tingkat bunga The Fed yang direncanakan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang diperkirkaran mengalami kenaikan dimana dari 50 basis poin diperkirakan akan naik menjadi 100 basis poin. Dan juga pertimbangan bagi bank Indonesia (BI)  dari sisi eksternal lain yaitu dari perekonomian dan kebijakan moneter di China yang rencananya akan dibahas dalam Rapat Dewan Gubenur (RGD).
Pelaksanaan Rapat Dewan Gubenur (RGD) Bank Indonesia (BI) di ataur dalam pasal 43 Undang-Undang No.23 Tahun 1999 mengenai Bank Indonesia sebagaimana telah diubag beberpa kali, terkahir dengan   Undang-Undang No.6 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan dilaksanakan Pelaksanaan Rapat Dewan Gubenur (RGD) untuk kewajiban umum di bidang moneter. Pelaksanaan Rapat Dewan Gubenur (RGD) bulanan merupakanforum pengambilan keputusan tertinggi untuk melakukan evaluasi atas kebijakan moneter yang ditempuh serta untuk menetapkan arah kebijakan moneter kedepan. (Sumber : www.bi.go.id)
Gejolak laju inflasi yang tembus mencapai angka0,93 persen pada bulan juli 2015. Hal ini dipicu oleh adanya momentum perayaan hari raya lebaran yang jatuh pada bulan lalu  yaitu bulan juni. Menurut catatan badan Pusat Statistik (BPS) laju inflasi pada bulan juli 2015 mencapai 0,93 persen daripada laju inflasi bulan juni yang menyentuh hanya mencapai angka 0,54 yang berarti bahwa laju inflasi dibulan juli lebih tinggi 0,39 persen  jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Gejolak inflasi pada bulan juli ini beriringan atau bersamaan dengan adanya inflasi yang yang disebabkan oleh kenaikan harga makanan dan trasportasi yang terjadi sebelum momen perayaan hari raya lebaran maupun sesudahnya. Transportasi memberi bagian yang cukup tinggi yaitu adanya arus mudik dan arus balik pada bulan juli pada tahun 2015. Gejolak laju inflasi yang tembus mencapai angka0,93 persen pada bulan juli 2015, jika di lihat dari laju inflasi year on year (YoY) atau secra tahun berjalan mencapai sebesar 7,26 persen. Dan jika laju inflasi dilihat atau dihitung  dari year to date (YtD) atau secara selama tahun kalender berjalan maka mencapai sebesar angka 1,90 persen. Jika dilihat angkanya sama persis dengan laju inflasi pada bulan juli 2014.
Mengacu pada data BPS pada akhir bulan Juli 2015 dilihat dari indeks kelompok pengeluaran dapat diketahui bahwa kenaikan harga bahan makanan merupakan kelompok yang mengalami kenaikan harga paling tinggi yaitu sebesar 2,02 persen. Disusul oleh kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami kenaikan laju inflasi sebesar 1,74 persen dan selanjutnya kelompok makanan jadi, minuman,rokok dan tembakau dengan kenaikan harga sebesar 0,51 persen.
Dan untuk kelompok kesehatan  dengan kenaikan harga mencapai 0,36 persen dn kelompok perumhan, air, listrik, gas, harga bahan bakar hanya mengalami kenaikan harga sebesar 0,13 persen dan untuk kelompok pengeluaran sandnag mengalami kenaikan harga mencapai 0,39 persen.
Oleh karena itu, laju inflasi komponen inti pada bulan juli 2015 mengalami kenaikan mencapai angka 0,34 persen  jika dibandingkan dengan bulan juli tahun 2014 lalu yang mencapai angka sebesar 4,86 persen dapat diartikan bahwa jika dilihat secara umum komponen ekonomi dapat mempengaruhi inflasi yang cukup baik sepeerti tingkat suku bunga.
Dari 82 kota yang disurvei oleh Badan Statistik Daerah (BPS) terdapat 80 kota yang mengalami inflasi sedangkan 2 kota lainnya mengalami deflasi. Tingkat laju inflasi tertinggi terjadi di kota Pangkal Pinang dimana mencapai laju inflasi sebesar 3,18 persen sedangkan laju inflasi tersendah terjadi di kota Pemantang Siantar yang hanya mengalami inflasi sebesar 0,06 persen. Dan kota yang mengalai deflasi tertinggi terjadi di Merauke dengan tingkat deflasi sebesar 0,65 persen.
Dan dari 26 kota yang berada di pulau Jawa hampir seluruhnya mencapai laju inflasi di bawah 1 persen. Sedangkan 23 kota yang berada di pulau Sumatera hanya 10 kota yang memiliki tingkat inflasi sebesar 1 persen pada bulan juli 2015 dan sisanya dari 10 kota tersebut mengalami rentan kenaikan sebesar 1 hingga 2 persen.
Dengan tujuan akhir yaitu untuk menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dicerminkan dari pencapaian tingkat inflasi yang rendah dan stabil, maka tujuan akhir dari instrument tingkat suku bunga sebagai instrument kebijakan utama yaitu pencapaian tingkat inflasi yang rendah. Dalam pencapaiannya dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral Indonesia (BI)  memerlukan waktu (time lag) cukup lama dan sangat kompleks.

0 komentar:

Posting Komentar