PERBEDAAN
PENGENDALIAN INFLASI TIAP DAERAH
Dapat
di lihat bahwa pengendalian harga atau laju inflasi di pulau jawa cukup baik
dan stabil jika di bandingkan dengan pulai lain. Karena distribusi barang dan
tranportasi di pulau jawa memiliki biaya rendah dan proses distribusi barang terealisasi
dengan cepat. Sehingga proses transaksi perejonomian di kota yang berada di
pulau jawa lebih stabil.
Jika
di bandingkan dengan pulau lain
sepereti pulau Sumatera,Sulawesi dan
Kalimantan dan pulau lainnya yang berada di Indonesia. Dalam pengendalian harga
atau laju inflasi yang dirasa masih belum stabil karena adanya masalah kompleks
yaitu distribusi barang yang menjadi
penghambat dalam proses perekonomian
antar pulau. Besarnya biaya transportasi distribusi barang merupakan kendala
dalam menstabilkan harga dan tingkat inflasi di kota di luar pulau jawa.
Sehingga menghambat transaksi perekonomian masyarakat di daerah tersebut.
Dilihat
dari sector riil, sector yang paling kelihatan tingkat pertumbuhannya yaitu
dari sector konstruksi, transportas, listrik. Di tambah dengan stimulus yang
dikeluarkan oleh sector fiscal yang lebih cepat diharapkan dapat memerikan
suatu stimulus terhadap perekonomian Republik Indonesia (RI) juga termasuk dari
sector swasta yang ikut andil dalam perekonomian domestic.
Empat
stimulus hasil kerjasama bank Indonesia (BI) dengan pemerintah sudah berjalan
dan diharapakan bisa berjalan secara konsisten. Emapat stimulus tersebut yaitu
stimulus fiscal, reformasi structural, stimulus makroprudensial dan diperkuat
dengan pelonggaran monteter. Diaharapkan dari empat stimulus tersebut bisa
membawa perekonomian Indonesia menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Empat
stimulus tersebut sudah mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi jangan diahrapakan
pertumbuhan ekonomi langsung dapat melonjak pesat , karena dari adanya empat
stimulus tersebut sudah mulai membawa dampak yang postif terhadap pertumbuhan
ekonomi yang meningkat sehinggadapat diperkirakan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen
bisa tercapai pada tahun 2016 ini.
Perkiraan
dari pertumbuhan ekonomi tersebut sudah memperhitungkan penurunan dari harga
komoditas padatahun 2016 yang turun sebesar 10 persen yang disebabkan oleh
anjloknya harhga minyak dunia.
Bank
Indonesia (BI) sudah menjalankan stimulus
makroprudensial melalui pelonggaran kebijakan Loan to value (LTV) sedangkan
stimulus dari peonggaran kebijakan
moneter bisa berupa penurunan tingkat suku bunga atau BI rate dan
likuiditas.
Akantetapi
stimulus pelonggaran kebijakan moneter
lebih lanjut akan tetap dilakukan setelah bank Indonesia melakukan penilaian
menyeluruh terhadap perkeonomian domestic seperti penilaian terhadap variabel
makro seperti pertumbuhan ekonomi dan defiist neraca berjalan. Jika semua
sesuai dengan yang diramalkan maka masih ada ruang stimulus dari pelonggaran
moneter
Dilihat
dari sisi eksternal atau global, stimulus dari pelonggaran kebijakan moneter
masih harus mempertimbakan dan memperhitungkan
pengaruh dari adanya kenaikan tingkat bunga The Fed yang direncanakan oleh
Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang diperkirkaran mengalami kenaikan dimana
dari 50 basis poin diperkirakan akan naik menjadi 100 basis poin. Dan juga
pertimbangan bagi bank Indonesia (BI)
dari sisi eksternal lain yaitu dari perekonomian dan kebijakan moneter
di China yang rencananya akan dibahas dalam Rapat Dewan Gubenur (RGD).
Pelaksanaan
Rapat Dewan Gubenur (RGD) Bank Indonesia (BI) di ataur dalam pasal 43
Undang-Undang No.23 Tahun 1999 mengenai Bank Indonesia sebagaimana telah diubag
beberpa kali, terkahir dengan
Undang-Undang No.6 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya
satu kali dalam sebulan dilaksanakan Pelaksanaan Rapat Dewan Gubenur (RGD)
untuk kewajiban umum di bidang moneter. Pelaksanaan Rapat Dewan Gubenur (RGD)
bulanan merupakanforum pengambilan keputusan tertinggi untuk melakukan evaluasi
atas kebijakan moneter yang ditempuh serta untuk menetapkan arah kebijakan
moneter kedepan. (Sumber : www.bi.go.id)
Gejolak
laju inflasi yang tembus mencapai angka0,93 persen pada bulan juli 2015. Hal
ini dipicu oleh adanya momentum perayaan hari raya lebaran yang jatuh pada
bulan lalu yaitu bulan juni. Menurut
catatan badan Pusat Statistik (BPS) laju inflasi pada bulan juli 2015 mencapai
0,93 persen daripada laju inflasi bulan juni yang menyentuh hanya mencapai
angka 0,54 yang berarti bahwa laju inflasi dibulan juli lebih tinggi 0,39
persen jika dibandingkan dengan bulan
sebelumnya.
Gejolak
inflasi pada bulan juli ini beriringan atau bersamaan dengan adanya inflasi
yang yang disebabkan oleh kenaikan harga makanan dan trasportasi yang terjadi
sebelum momen perayaan hari raya lebaran maupun sesudahnya. Transportasi
memberi bagian yang cukup tinggi yaitu adanya arus mudik dan arus balik pada
bulan juli pada tahun 2015. Gejolak laju inflasi yang tembus mencapai angka0,93
persen pada bulan juli 2015, jika di lihat dari laju inflasi year on year (YoY)
atau secra tahun berjalan mencapai sebesar 7,26 persen. Dan jika laju inflasi
dilihat atau dihitung dari year to date
(YtD) atau secara selama tahun kalender berjalan maka mencapai sebesar angka
1,90 persen. Jika dilihat angkanya sama persis dengan laju inflasi pada bulan
juli 2014.
Mengacu
pada data BPS pada akhir bulan Juli 2015 dilihat dari indeks kelompok
pengeluaran dapat diketahui bahwa kenaikan harga bahan makanan merupakan
kelompok yang mengalami kenaikan harga paling tinggi yaitu sebesar 2,02 persen.
Disusul oleh kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami
kenaikan laju inflasi sebesar 1,74 persen dan selanjutnya kelompok makanan
jadi, minuman,rokok dan tembakau dengan kenaikan harga sebesar 0,51 persen.
Dan
untuk kelompok kesehatan dengan kenaikan
harga mencapai 0,36 persen dn kelompok perumhan, air, listrik, gas, harga bahan
bakar hanya mengalami kenaikan harga sebesar 0,13 persen dan untuk kelompok
pengeluaran sandnag mengalami kenaikan harga mencapai 0,39 persen.
Oleh
karena itu, laju inflasi komponen inti pada bulan juli 2015 mengalami kenaikan
mencapai angka 0,34 persen jika
dibandingkan dengan bulan juli tahun 2014 lalu yang mencapai angka sebesar 4,86
persen dapat diartikan bahwa jika dilihat secara umum komponen ekonomi dapat
mempengaruhi inflasi yang cukup baik sepeerti tingkat suku bunga.
Dari
82 kota yang disurvei oleh Badan Statistik Daerah (BPS) terdapat 80 kota yang
mengalami inflasi sedangkan 2 kota lainnya mengalami deflasi. Tingkat laju
inflasi tertinggi terjadi di kota Pangkal Pinang dimana mencapai laju inflasi
sebesar 3,18 persen sedangkan laju inflasi tersendah terjadi di kota Pemantang
Siantar yang hanya mengalami inflasi sebesar 0,06 persen. Dan kota yang
mengalai deflasi tertinggi terjadi di Merauke dengan tingkat deflasi sebesar
0,65 persen.
Dan
dari 26 kota yang berada di pulau Jawa hampir seluruhnya mencapai laju inflasi
di bawah 1 persen. Sedangkan 23 kota yang berada di pulau Sumatera hanya 10
kota yang memiliki tingkat inflasi sebesar 1 persen pada bulan juli 2015 dan
sisanya dari 10 kota tersebut mengalami rentan kenaikan sebesar 1 hingga 2
persen.
Dengan
tujuan akhir yaitu untuk menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang
dicerminkan dari pencapaian tingkat inflasi yang rendah dan stabil, maka tujuan
akhir dari instrument tingkat suku bunga sebagai instrument kebijakan utama
yaitu pencapaian tingkat inflasi yang rendah. Dalam pencapaiannya dari
kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral Indonesia (BI) memerlukan waktu (time lag) cukup lama dan sangat kompleks.
0 komentar:
Posting Komentar