Blogroll

Rabu, 15 Juni 2016

KETIKA TUJUAN PENGUATAN RUPIAH MENJADI SEBELAH MATA



KETIKA TUJUAN PENGUATAN RUPIAH MENJADI SEBELAH MATA  
Oleh Fara Dila Sandy, Ilmu Ekonomi di Universitas Jember

            Ketika pelemahan rupiah semakin  menjadi kejadian yang hampir terjadi setiap harinya. Rupiah, salah satu mata uang yang terkategori sebagai soft currency, memiliki peranan yang cukup rendah terhadap perekonomian dalam perdagangan maupun kegiatan yang berskala internasional. Kondisi Indonesia yang masih dalam tahap pemulihan infrastruktur, membuat Indonesia memiliki tujuan dalam menopang berbagai produktivitas untuk mencapai kekuatan didalam nilai mata uang Rupiah. Namun tujuan tersebut bertolakbelakang dengan pernyataan wakil presiden Yusuf Kalla, sang wakil presidem Indonesia ini ingin lebih menfokuskan diri pada nilai Rupiah yang seimbang bukan pada kategori yang paling kuat. Dari beberapa pernyataan tersebut, terdapat kontradiksi dengan berbagai tujuan  lembaga-lembaga pemerintahan maupun negara yang lebih fokus terhadap meningkatkan nilai mata uang Rupiah sebagai variabel penunjang perekonomian suatu negara.
            Tidak dapat dipungkiri, alasan Sang wakil presiden memiliki kesamaan arah dengan kebijakan depresiasi yang pernah dicanangkan oleh pemerintah China dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor ke berbagai negara alasan kebijakan tersebut ialah karena  dengan kebijakan depresiasi akan merangsang produk yang diproduksi memiliki nilai harga yang cenderung lebih murah. Hal ini lah yang menjadi cerminan wakil presiden Yusuf.
            Memang benar , apabila nilai mata uang suatu negara berada pada titik yang paling “perkasa” maka akan berdampak pada produk yang diproduksi menghasilkan harga yang tinggi sehingga memunculkan hukum pasar  hukum pasar yakni permintaan yang menurun. Akan tetapi, meskipun Indonesia lebih memilih untuk tidak berminat meningkatkan nilai Rupiah atau dikenal dengan istilah depresiasi. Hal tersebut tidak akan berdampak, alasan utamanya ialah Indonesia tidak memiliki cukup basic dalam menerapkan kebijakan depresiasi seperti yang diterapkan oleh China. Arti Basic disini ialah Kondisi Indonesia masih berada jauh dari China baik dilihat dari kondisi ekonomi, politik,sosial maupun fudemental lainya.
            Infrastruktur yang kurang memadai, kondisi politik yang masih jauh dari kata perbaikan, tingkat devisa masih rendah, jumlah utang yang semakin tinggi, dan lain sebagainya. Seharusnya dengan kondisi tersebut bisa dijadikan sebagai indikator resmi dalam mengambil keputusan dan kebijakan, karen jika kita hanya mencermikan diri pada negara lain tanpa memperhatikan kondisi yang riil pada Indonesia maka kebijakan tersebut tidak akan memiliki pengaruh yang signifikan   atau bahkan hanya akan memberikan impact negatif terhadap perekonomian Indonesia. Harus ada koordinasi antara kebijakan yang sifatnya makro dan mikro, agar terjadi keseimbangan dan kondisi yang optimal dalam perekonomian.

0 komentar:

Posting Komentar