Blogroll

Rabu, 15 Juni 2016

TARGET PERTUMBUHAN EKONOMI 5,4 PERSEN RASIONALKAH?



TARGET PERTUMBUHAN EKONOMI 5,4 PERSEN RASIONALKAH?
Oleh: Fatchur Rozi

Dari publikasi di suatu surat kabar, piihak otoritas Moneter dalam hal ini Bank Indonesia telah memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun ini sebesar 5,4 persen. Angka  tersebut menurut saya cukup rasional mengingat pengalaman ditahun 2015 realsasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai hanya sebsar 4,7 persen. Untuk mencapai target tersebut ditengah perlambatan ekonomi global yang terjadi merupakan suatu tantangan tersendiri. Pemerintah bersama otoritas moneter perlu berkolaborasi untuk menentukan arah kebijakan yang jelas terkait dengan target dan ouput perekonomian yang hendak dicapai.
Kebijakan pelonggaran di sektor moneter yang dilakukan oleh otoritas moneter dalam artikel tersebut menurut saya merupakan salah satu langkah yang tepat. Realisaasi tersebut dapat berdampak terhadap sektor lainnya seperti sektor riil yang juga berkembang karena tingkat investasi diharpakan dapat meningkat melalui penurunan tingkat suku bunga dan kebijakan moneter eksapnsif yang berciri dengan menambah jumlah uang yang beredar tentu akan memudahkan para investor dalam  menadapatkan dana dan modal tersebut.
Realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut juga didukung oleh pengeluaran pemerintah dan swasta yang meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa sektor swasta dan pemerintah turut mendongkrak perekonomian. Terutama pengeluaran di sektor swasta, harus mendapat perhatian karena kita tidak hanya bisa bertopang pada sektor pengeluaran pemerintah. Pengeluaran sektor pemerintah biasanya digunakan untuk pembangunan sarana dan dan prasaran fasilitas public. Dengan adanaya peningkatan pengeluaran di sektor pemerintah tersebut tentu akan berdampak eksternalitas terhadap sektor lainnya, terutam sektor swasta karena kecenderungannya jika infrastruktur dan fasilitas public memadai maka motivasi untuk sektor swasta dalam investasi akan meningkat.
Jadi sebenarnnya terdapat korelasi yang saling menguatkan antara pengeluaran pemerintah dengan pengeluaran di sektor swasta dengan catatan pengeluaran pemerintah tersebut untuk sektor yang lebih produktif maka dampaknya akan semakin besar. Pengendalian di sektor moneter seperti tingkat GWM juga diturunkan sebagai bentuk pelonggaran kebijakan di sektor moneter. Penurunan tingkat GWM tersebut juga mengindikasikan bahwa kondisi sektor keuangan dinilai cukup stabil dan jarang mengalami masalah likuiditas yang ditunjukkan dengan penarikan dana besar-besaran oleh para nasabah.
Selain melalui pengeluaran pemerintah di sektor produktif guna mendukung dan merangasang pengeluaran sektor swasta juga perlu didukung melalu kebijakan lainnya seperti paket kebijakan ekonomi yang disebutkan dalam artiket tersebut.Kebijakan pemerintah seperti terkait masalah birokrasi juga dapat menjadi poin tersendiri dalam paket kebijakan ekonomi tersebut. Tentu kemudahan terkait ijin ini pasti berdampak positif terhadap output investasi swasta sehingga kebijakan moneter ekspansif saja tidaklah cukup dalam meransang peningkatan pengeluaran di sektor swasta. Yang menjadi catatan selanjutnya adalah jika memang semua kebijakan tersebut  dalam realisainya mampu meningkatkan penambahan nilai investasi baik di sektor swata maupun pemerintah, harus perlu diliahat juga kualitas daan pengalokasian nilai investasi tersebut. Akibat inflasi dari peningkatan investasi juga perlu diperhatikan, sehingga inflasi yang terkontrol dan terkendali masih dalam tahap batas yang wajar, sehingga tidak berpengaruh negative terhadap kondisi makro dan mikro ekonomi. Karena inflasi merupakan masalah yang cukup riskan dan bisa berdampak positif maupun negatif bagi perekonomian. Dikatakan negatif jika inflasinya terlalu tinggi dan tidak mampu dikontrol dan bersifat sistemik. Dan inflasi juga bisa menimbulkan efek domino bagi perekonomian di berbagai sektor.
Selain itu aliran dana dari luar negeri dalam bentuk FDI (Foreign Direct Investement) tentu juga bisa menjadi penopang kegiatan perekonomian. Aliran dana asing yang masuk kedalam negara kita disatu sisi bisa menguatkan nilai mata uang kita ditengah keterpurakan dan pelemahan mata uang rupah yang bersifat terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Kebijakan pelonggakan moneter ekan dapat berjalan lancer jika aliran dana di sektor keuangan dapat terkontrol dan terkendali sehingga masalah hambatan atau barrier dalam sektor keuangan mampu di cover dengan baik oleh otoritas moneter yang menjalankan kebijakan ekonomi tersebut.
Penurunan suku bunga acuan dan tingkat GWM yang disebutkan di dalam artikel tersebut diatas juga sebagai bukti keseriusan yang dijalankan oleh otoritas moneter dalam menempuh dan merealisasikan kebijakan peonggaran moneter. Harapannya mungkin dengan adanya penurunan tingkat suku bunga acuan dan tingkat GWM dapat diikuti oleh perbankan komersial dengan melakukan penurunan pada bunga kredit perbankan. Sehingga ketersediaan dana liquid dalam masyarakat dapat dengan mudah didapatkan terutama untuk pemodalan investasi. Tetapi pengawasan dan pengalokasian nya itu harus jelas agar kemudahan aliran dana yang diperoleh dapat tersalurkan untuk invastasi di sektor yang lebih produktif seperti yang telah disinggung sebelumnya. Oleh karenanya factor pengawasan dan pengalokasian yang tepat guna dari dana tersebut akan menciptakan efisiensi dan efektivitas ganda dari setiap kebijakan yang dijalankan tersebut.
Nilai rupiah yang ikut terapresiasi dengan menujukkan tren yang positif seperti yang disinggung di dalam artikel tersebut. Mungkin merupakan dampak dari banyaknya arus modal asing yang masuk ke dalam negeri. Karena dari data yang saya himpun dari sebuah data ekonomi  nilai FDI bulan Januari tahun 2016 mengalami peningkatan yang cukup pesat mencapai tittik tertinggi sedngkan kinerja ekspor masih cukup fluktuatif hingga bula januari 2016. Sehingga memang tren positif dari nilai tukar rupaiah yang dsinggung dalam artikel tersebut cukup sesuai dan masuk akal.
Seperti kebijakan lainnya dalam kegiatan perekonomian kebijikan pelonggaran moneter tidak serta merta dijalnkan dan dilaksanan tanpa melihat kondisi dan factor-faktor yang melatarbelakanginya atau factor yang membacking kebijakan tersebut. Kondisi kestabalin politik dan makroekonomi cukup menentukanya. Otoritas moneter menjalankan dan melaksanakan kebijakan tersebut menyiratkan bahwa kondisi ekonomi dalam negeri cukup stabil.
Kesimpulannya yang didapat adalah bahwa kebijakan memperlonggar kebijakan moneter mampu memberikan dampak yang berkesinambungan terhadap sektor-sektor lainnya. Kebijakan memperlonggar moneter mampu berdampak pada sektor riil dimana sektor riil dapat diinterpretasikan melalui peningkatan pengeluaran investasi sektor swasta dan sektor pemerintah. Pengeluaran sektor pemerintah mampu mendorong dan merangsang peningkatan pengeluaran investasii sektor swasta.
Invastasi yang diikuti dengan tren positif di sektor keuangan dalam kelancaran aliran dana tentu semakin bisa mendongkrak perekonomian, bukan tidak mungkin target pertumbuhan ekonomi sebsar 5,4 persen yang dicanangkan oleh otoritas moneter bukan tidak mungkin dapat terealisasi dan tercapai asalkan framework kebijakan tersebut dijalankan secara terarah dan  terkoordinir.
Pengawasan dan pengendalian control aliran dana keuangan dapat dijalankan agar setiap penggunaan dana investasi dapat diarahakan ke sektor yang produktif sehingga efek multiplier bagi perekonomian dapat dengan jelas dilihat, dan dirasakan kemanfaatannya. Dengan begitu pertumbuhan ekonomi bukan hanya suatu gambaran kuantitas saja terkait peningkatan output nilai total pertumbuhan perekonomian secara agregat  tapi juga menujukkan kualitas dan mampu menginterpretasikan kondisi riil masyarakatnya. Sehingga tujuan utama perekonomian dalam menciptakan kesejahteraan riil masyarakat bukan sebuah kajian teoritis semata tanpa implementasi yang berarti, karena sebenarnya pengukuran terbaik dari kebijakan perekonomian yang dijalankan diukur dari dampak atau impcactnya bukan  dari seberapa kompleks framework policy yang akan dijalankan.

0 komentar:

Posting Komentar