TARGET PERTUMBUHAN EKONOMI 5,4 PERSEN RASIONALKAH?
Oleh:
Fatchur Rozi
Dari publikasi di suatu surat kabar, piihak otoritas
Moneter dalam hal ini Bank Indonesia telah memproyeksikan tingkat pertumbuhan
ekonomi pada tahun ini sebesar 5,4 persen. Angka tersebut menurut saya cukup rasional
mengingat pengalaman ditahun 2015 realsasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai
hanya sebsar 4,7 persen. Untuk mencapai target tersebut ditengah perlambatan
ekonomi global yang terjadi merupakan suatu tantangan tersendiri. Pemerintah
bersama otoritas moneter perlu berkolaborasi untuk menentukan arah kebijakan
yang jelas terkait dengan target dan ouput perekonomian yang hendak dicapai.
Kebijakan pelonggaran di sektor moneter yang dilakukan
oleh otoritas moneter dalam artikel tersebut menurut saya merupakan salah satu
langkah yang tepat. Realisaasi tersebut dapat berdampak terhadap sektor lainnya
seperti sektor riil yang juga berkembang karena tingkat investasi diharpakan
dapat meningkat melalui penurunan tingkat suku bunga dan kebijakan moneter
eksapnsif yang berciri dengan menambah jumlah uang yang beredar tentu akan
memudahkan para investor dalam
menadapatkan dana dan modal tersebut.
Realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut juga didukung
oleh pengeluaran pemerintah dan swasta yang meningkat. Hal ini menunjukkan
bahwa sektor swasta dan pemerintah turut mendongkrak perekonomian. Terutama
pengeluaran di sektor swasta, harus mendapat perhatian karena kita tidak hanya
bisa bertopang pada sektor pengeluaran pemerintah. Pengeluaran sektor
pemerintah biasanya digunakan untuk pembangunan sarana dan dan prasaran
fasilitas public. Dengan adanaya peningkatan pengeluaran di sektor pemerintah
tersebut tentu akan berdampak eksternalitas terhadap sektor lainnya, terutam
sektor swasta karena kecenderungannya jika infrastruktur dan fasilitas public
memadai maka motivasi untuk sektor swasta dalam investasi akan meningkat.
Jadi sebenarnnya terdapat korelasi yang saling
menguatkan antara pengeluaran pemerintah dengan pengeluaran di sektor swasta
dengan catatan pengeluaran pemerintah tersebut untuk sektor yang lebih
produktif maka dampaknya akan semakin besar. Pengendalian di sektor moneter
seperti tingkat GWM juga diturunkan sebagai bentuk pelonggaran kebijakan di
sektor moneter. Penurunan tingkat GWM tersebut juga mengindikasikan bahwa
kondisi sektor keuangan dinilai cukup stabil dan jarang mengalami masalah
likuiditas yang ditunjukkan dengan penarikan dana besar-besaran oleh para
nasabah.
Selain melalui pengeluaran pemerintah di sektor
produktif guna mendukung dan merangasang pengeluaran sektor swasta juga perlu
didukung melalu kebijakan lainnya seperti paket kebijakan ekonomi yang
disebutkan dalam artiket tersebut.Kebijakan pemerintah seperti terkait masalah
birokrasi juga dapat menjadi poin tersendiri dalam paket kebijakan ekonomi tersebut.
Tentu kemudahan terkait ijin ini pasti berdampak positif terhadap output
investasi swasta sehingga kebijakan moneter ekspansif saja tidaklah cukup dalam
meransang peningkatan pengeluaran di sektor swasta. Yang menjadi catatan
selanjutnya adalah jika memang semua kebijakan tersebut dalam realisainya mampu meningkatkan
penambahan nilai investasi baik di sektor swata maupun pemerintah, harus perlu
diliahat juga kualitas daan pengalokasian nilai investasi tersebut. Akibat
inflasi dari peningkatan investasi juga perlu diperhatikan, sehingga inflasi
yang terkontrol dan terkendali masih dalam tahap batas yang wajar, sehingga
tidak berpengaruh negative terhadap kondisi makro dan mikro ekonomi. Karena
inflasi merupakan masalah yang cukup riskan
dan bisa berdampak positif maupun negatif bagi perekonomian. Dikatakan negatif
jika inflasinya terlalu tinggi dan tidak mampu dikontrol dan bersifat sistemik.
Dan inflasi juga bisa menimbulkan efek domino bagi perekonomian di berbagai
sektor.
Selain itu aliran dana dari luar negeri dalam bentuk
FDI (Foreign Direct Investement)
tentu juga bisa menjadi penopang kegiatan perekonomian. Aliran dana asing yang
masuk kedalam negara kita disatu sisi bisa menguatkan nilai mata uang kita
ditengah keterpurakan dan pelemahan mata uang rupah yang bersifat terus menerus
dalam jangka waktu yang cukup lama. Kebijakan pelonggakan moneter ekan dapat
berjalan lancer jika aliran dana di sektor keuangan dapat terkontrol dan
terkendali sehingga masalah hambatan atau barrier
dalam sektor keuangan mampu di cover
dengan baik oleh otoritas moneter yang menjalankan kebijakan ekonomi tersebut.
Penurunan suku bunga acuan dan tingkat GWM yang
disebutkan di dalam artikel tersebut diatas juga sebagai bukti keseriusan yang
dijalankan oleh otoritas moneter dalam menempuh dan merealisasikan kebijakan
peonggaran moneter. Harapannya mungkin dengan adanya penurunan tingkat suku
bunga acuan dan tingkat GWM dapat diikuti oleh perbankan komersial dengan
melakukan penurunan pada bunga kredit perbankan. Sehingga ketersediaan dana liquid dalam masyarakat dapat dengan
mudah didapatkan terutama untuk pemodalan investasi. Tetapi pengawasan dan
pengalokasian nya itu harus jelas agar kemudahan aliran dana yang diperoleh
dapat tersalurkan untuk invastasi di sektor yang lebih produktif seperti yang
telah disinggung sebelumnya. Oleh karenanya factor pengawasan dan pengalokasian
yang tepat guna dari dana tersebut akan menciptakan efisiensi dan efektivitas
ganda dari setiap kebijakan yang dijalankan tersebut.
Nilai rupiah yang ikut terapresiasi dengan menujukkan
tren yang positif seperti yang disinggung di dalam artikel tersebut. Mungkin
merupakan dampak dari banyaknya arus modal asing yang masuk ke dalam negeri.
Karena dari data yang saya himpun dari sebuah data ekonomi nilai FDI bulan Januari tahun 2016 mengalami
peningkatan yang cukup pesat mencapai tittik tertinggi sedngkan kinerja ekspor
masih cukup fluktuatif hingga bula januari 2016. Sehingga memang tren positif
dari nilai tukar rupaiah yang dsinggung dalam artikel tersebut cukup sesuai dan
masuk akal.
Seperti kebijakan lainnya dalam kegiatan perekonomian
kebijikan pelonggaran moneter tidak serta merta dijalnkan dan dilaksanan tanpa
melihat kondisi dan factor-faktor yang melatarbelakanginya atau factor yang
membacking kebijakan tersebut. Kondisi kestabalin politik dan makroekonomi
cukup menentukanya. Otoritas moneter menjalankan dan melaksanakan kebijakan
tersebut menyiratkan bahwa kondisi ekonomi dalam negeri cukup stabil.
Kesimpulannya yang didapat adalah bahwa kebijakan
memperlonggar kebijakan moneter mampu memberikan dampak yang berkesinambungan
terhadap sektor-sektor lainnya. Kebijakan memperlonggar moneter mampu berdampak
pada sektor riil dimana sektor riil dapat diinterpretasikan melalui peningkatan
pengeluaran investasi sektor swasta dan sektor pemerintah. Pengeluaran sektor
pemerintah mampu mendorong dan merangsang peningkatan pengeluaran investasii
sektor swasta.
Invastasi yang diikuti dengan tren positif di sektor
keuangan dalam kelancaran aliran dana tentu semakin bisa mendongkrak
perekonomian, bukan tidak mungkin target pertumbuhan ekonomi sebsar 5,4 persen
yang dicanangkan oleh otoritas moneter bukan tidak mungkin dapat terealisasi
dan tercapai asalkan framework
kebijakan tersebut dijalankan secara terarah dan terkoordinir.
Pengawasan dan pengendalian control aliran dana
keuangan dapat dijalankan agar setiap penggunaan dana investasi dapat
diarahakan ke sektor yang produktif sehingga efek multiplier bagi perekonomian
dapat dengan jelas dilihat, dan dirasakan kemanfaatannya. Dengan begitu
pertumbuhan ekonomi bukan hanya suatu gambaran kuantitas saja terkait
peningkatan output nilai total pertumbuhan perekonomian secara agregat tapi juga menujukkan kualitas dan mampu menginterpretasikan
kondisi riil masyarakatnya. Sehingga tujuan utama perekonomian dalam
menciptakan kesejahteraan riil masyarakat bukan sebuah kajian teoritis semata
tanpa implementasi yang berarti, karena sebenarnya pengukuran terbaik dari
kebijakan perekonomian yang dijalankan diukur dari dampak atau impcactnya bukan dari seberapa kompleks framework policy yang akan dijalankan.
0 komentar:
Posting Komentar