Blogroll

Rabu, 08 Juni 2016

Kenapa harus 7-Days Repo Rate? Ada apa dengan BI Rate?



 Kenapa harus 7-Days Repo Rate? Ada apa dengan BI Rate?
Oleh : Diah Retno Yuniasih; Fakultas Ekonomi, Universitas Jember
            Beberapa hari terakhir pemberitaan nasional terutama pemberitaan mengenai ekonomi diramaikan oleh wacana Bank Indonesia yang ingin mengganti instrumen atau alat kebijakannya dari suku bunga yang awalnya adalah dengan BI Rate akan diubah ke kebijakan suku bunga 7-Days Reserve Repo Rate (selanjutnya digunakan 7-days repo rate). Rencana pergantian ini akan direalisasikan pada tanggal 19 Agustus mendatang sehingga pengumuman wacana tersebut setidaknya dapat dijadikan sebagai langkah persiapan bagi pelaku-pelaku bisnis pada sektor-sektor keuangan dan perbankan di Indonesia. Bank sentral sebenarnya memiliki dua instrumen kebijakan yang utama untuk merealisasikan arah kebijakannya, yaitu melalui basis moneternya; yang meliputi jumlah uang beredar dimasyarakat dan tingkat suku bunga. Efektifitas dari masing-masing interumen kebijakan tersebut dapat dijelaskan melalui bagaimana interaksi dan hubungan dari instrument kebijakan dengan target dan tujuan dari kebijakan moneter itu sendiri. Jika dilihat dari keputusan Bank Indonesia yang ingin mengganti BI Rate ke BI 7days repo rate. Ada beberapa harapan dan efek dari ditetapkannya 7 days repo rate ini, yaitu sebagai sinyal penguat bagi kebijakan moneter pada pasar keuangan dan meningkatkan efektivitas dari transmisi kebijakan moneter, tercantum dalam Sindonews (15/04/2016). Sebelum resmi menggunakan suku bunga kebijakan baru yaitu 7 days repo rate, Bank Indonesia masih akan terus menginformasikan besaran BI rate yang berlaku saat ini, yaitu 6,75% dan BI 7-days repo rate sebesar 5,50%
            Lalu apa bedanya? BI Rate merupakan suku bunga kebijakan dari bank sentral yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik, setidaknya begitulah yang tertulis dalam website resmi Bank Indonesia. BI Rate, seperti pengertiannya diatas, digunakan sebagai acuan atau pedoman oleh bank-bank umum untuk menjalankan fungsi likuidasi perbankan yang meliputi; pemberian tabungan (bunga simpanan), pemberian simpanan kepada nasabah (bunga kredit), dan lain-lain. Sedangkan untuk BI 7days repo rate, meskipun tenor waktu yang diberikan adalah tujuh hari namun, suku bunga tersebut tidak akan berlaku satu tahun, contohnya: ketika anda membeli obligasi dengan 7-day repo rate dengan bunga 5,50% dan menjualnya lagi setelah tujuh hari maka bunga yang diterima dari penjulan obligasi tersebut adalah 0,10%.
Pemantapan arah kebijakan moneter di Indonesia melalui perubahan acuan suku bunga ini, telah banyak dinanti-nantikan oleh para investor di luar sana. Suku bunga yang berlaku di Indonesia masih tergolong yang paling tinggi di ASEAN, setidaknya itu pada tahun 2015 kemarin. Namun tingginya suku bunga tersebut bukan tanpa alasan, banyak pertimbangan seperti tingkat inflasi dan neraca transaksi berjalan. Inflasi yang tinggi dan Defisit Neraca Berjalan merupakan faktor utama yang menyebabkan tingginya suku bunga di Indonesia. Hingga pada akhir penurunanya, pada kuartal pertama 2016 suku bunga acuan BI saat ini masih tercatat di angka 6,75 persen meskipun masih tergolong tinggi, penurunan suku bunga tersebut setidaknya BKPM ( Badan Koordinasi Penanaman Modal) pada Januari 2016 menyatakan bahwa telah terjadi kenaikkan  nilai komitmen investasi di Indonesia sebesar Rp 206 Triliun atau naik sebesar 119 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada periode yang yang sama.
            Semua kebijakan suku bunga dalam suatu mekanisme transmisi kebijakan selalu mengarah pada pengendalian jumlah uang yang beredar yang kemudian berakar pada stabilitas tingkat harga dan inflasi. Keputusan Bank Indonesia untuk menggunakan kebijakan suku bunga acuan baru tetap akan berindikasi pada inflasi yang lebih tinggi karena akan menimbulkan beberapa guncangan atau shock pada sisi penawaran dan permintaan uang di Indonesia. Dimana keduannya dapat berinteraksi karena adanya faktor endogen sebagai bentuk penyesuaian pasar atas kebijakan tersebut ataupun dari faktor eksogen yang datang langsung dari Bank Indonesia melalui penawaran uang.
            Dari faktor endogen ketika Bank Indonesia memutuskan untuk beralih pada kebijakan suku bunga 7-day repo rate, dengan tingkat bunga sebesar 5,50% lebih rendah dari tingkat suku bunga sebelumnya BI rate, sebesar 6,75%, akan mendorong perbankan untuk cenderung menurunkan suku bunganya, jika diasumsikan bahwa respon penurunan suku bunga tersebut berasal dari suku bunga kredit tingkat ketersediaan kredit pada masing-masing perbankan akan mengalami peningkatan karena orang akan lebih cenderung untuk berwirausaha pada saat bunga turun. Permintaan uang yang terlalu banyak dimasyarakat akan membuat jumlah uang yang beredar (JUB) menjadi overloaded. Namun masalah yang kemudian muncul disini adalah bagaimana efektifitas pengendalian harga disini? Ketika guncangan permintaan uang tersebut berlebih dengan tingkat bunga konstan maka salah satu cara agar keseimbangan permintaan dan penawaran uang dapat terwujud Bank Indonesia harus melakukan penyesuaian pada penurunan supply uang atau dengan meningkatkan tingkat suku bunganya. Memang tidak sesederhana itu, mengurangi dan menaikkan suku bunga juga harus tetap mempertimbangkan resiko-resiko yang lain, seperti harga yang cenderung bersifat kaku setelah terjadi kenaikkan, maka untuk menjadikan pilihan instrumen kebijakan mana yang lebih efektif harus memperhatikan ketepatan dari arah kebijakan, melalui instrumen, dan target dan tujuan. Serta juga masih banyak diperlukan informasi-informasi yang menjadi sumber penyebab dari lamanya waktu pencapaian.
             Seperti yang disebutkan diawal, keinginan dan harapan dari Bank Indonesia untuk menjadikan tingkat suku bunga kebijakan 7-day repo rate sebagai suku bunga kebijakan yang baru adalah untuk memonitoring dan mengendalikan pereekonomian terumata dari sektor finansial secara lebih efektif. Perubahan kebijakan tingkat suku bunga yang dapat secara tidak langsung mempengaruhi perilaku perbankan sebagai pelaku dalam pasar keuangan akan turut untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan yang ada.
Masalah yang seringkali muncul ketika menjadikan tingkat suku bunga sebagai pengontrol suatu kondisi perekonomian adalah  pengaruh yang diberikan Bank Indonesia terhadap pengendalian stabilitas sistem keuangan masih terbilang umum sedangkan tidak dapat dipungkiri bahwa perbankan juga pasti memiliki berbagai jenis produk keuangan dengan berbagai tingkat bunga juga, sehingga untuk mngoptimalkan kinerja dari instrumen kebijakan suku bunga yang baru Bank Indonesia harus mendukung kebijakan tersebut dengan kebijakan yang dirasa tepat, seperti discount rate atau overnight loan rate.
Masalah lain yang muncul dari sini adalah masalah tenggang waktu, dampak dari perubahan kebijakan diharapkan dapat segera direalisasikan. Dan terkait kebijakan suku bunga yang baru ini, perbankan juga tidak dapat secara langsung merespon dengan penurunan bunga di masing-masing bank. Dan untuk mengkompensasi dari keterlambatan semacam ini perlu dilakukan pendekatan lembaga pada lembaga demi tercapai tujuan kebijakan

0 komentar:

Posting Komentar