Kenapa harus 7-Days Repo Rate? Ada apa dengan
BI Rate?
Oleh : Diah Retno Yuniasih; Fakultas
Ekonomi, Universitas Jember
Beberapa hari terakhir pemberitaan
nasional terutama pemberitaan mengenai ekonomi diramaikan oleh wacana Bank
Indonesia yang ingin mengganti instrumen atau alat kebijakannya dari suku bunga
yang awalnya adalah dengan BI Rate akan diubah ke kebijakan suku bunga 7-Days Reserve
Repo Rate (selanjutnya digunakan 7-days repo rate). Rencana pergantian ini akan
direalisasikan pada tanggal 19 Agustus mendatang sehingga pengumuman wacana
tersebut setidaknya dapat dijadikan sebagai langkah persiapan bagi
pelaku-pelaku bisnis pada sektor-sektor keuangan dan perbankan di Indonesia. Bank
sentral sebenarnya memiliki dua instrumen kebijakan yang utama untuk
merealisasikan arah kebijakannya, yaitu melalui basis moneternya; yang meliputi
jumlah uang beredar dimasyarakat dan tingkat suku bunga. Efektifitas dari
masing-masing interumen kebijakan tersebut dapat dijelaskan melalui bagaimana
interaksi dan hubungan dari instrument kebijakan dengan target dan tujuan dari
kebijakan moneter itu sendiri. Jika dilihat dari keputusan Bank Indonesia yang
ingin mengganti BI Rate ke BI 7days repo rate. Ada beberapa harapan dan efek
dari ditetapkannya 7 days repo rate ini, yaitu sebagai sinyal penguat bagi
kebijakan moneter pada pasar keuangan dan meningkatkan efektivitas dari
transmisi kebijakan moneter, tercantum dalam Sindonews (15/04/2016). Sebelum
resmi menggunakan suku bunga kebijakan baru yaitu 7 days repo rate, Bank
Indonesia masih akan terus menginformasikan besaran BI rate yang berlaku saat
ini, yaitu 6,75% dan BI 7-days repo rate sebesar 5,50%
Lalu apa bedanya? BI Rate merupakan
suku bunga kebijakan dari bank sentral yang mencerminkan sikap atau stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada
publik, setidaknya begitulah yang tertulis dalam website resmi Bank Indonesia.
BI Rate, seperti pengertiannya diatas, digunakan sebagai acuan atau pedoman
oleh bank-bank umum untuk menjalankan fungsi likuidasi perbankan yang meliputi;
pemberian tabungan (bunga simpanan), pemberian simpanan kepada nasabah (bunga
kredit), dan lain-lain. Sedangkan untuk BI 7days repo rate, meskipun tenor
waktu yang diberikan adalah tujuh hari namun, suku bunga tersebut tidak akan
berlaku satu tahun, contohnya: ketika anda membeli obligasi dengan 7-day repo
rate dengan bunga 5,50% dan menjualnya lagi setelah tujuh hari maka bunga yang
diterima dari penjulan obligasi tersebut adalah 0,10%.
Pemantapan
arah kebijakan moneter di Indonesia melalui perubahan acuan suku bunga ini,
telah banyak dinanti-nantikan oleh para investor di luar sana. Suku bunga yang
berlaku di Indonesia masih tergolong yang paling tinggi di ASEAN, setidaknya
itu pada tahun 2015 kemarin. Namun tingginya suku bunga tersebut bukan tanpa
alasan, banyak pertimbangan seperti tingkat inflasi dan neraca transaksi
berjalan. Inflasi yang tinggi dan Defisit Neraca Berjalan merupakan faktor
utama yang menyebabkan tingginya suku bunga di Indonesia. Hingga pada akhir
penurunanya, pada kuartal pertama 2016 suku bunga acuan BI saat ini masih
tercatat di angka 6,75 persen meskipun masih tergolong tinggi, penurunan suku
bunga tersebut setidaknya BKPM ( Badan Koordinasi Penanaman Modal) pada Januari
2016 menyatakan bahwa telah terjadi kenaikkan
nilai komitmen investasi di Indonesia sebesar Rp 206 Triliun atau naik
sebesar 119 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada periode yang
yang sama.
Semua kebijakan suku bunga dalam
suatu mekanisme transmisi kebijakan selalu mengarah pada pengendalian jumlah
uang yang beredar yang kemudian berakar pada stabilitas tingkat harga dan
inflasi. Keputusan Bank Indonesia untuk menggunakan kebijakan suku bunga acuan
baru tetap akan berindikasi pada inflasi yang lebih tinggi karena akan
menimbulkan beberapa guncangan atau shock
pada sisi penawaran dan permintaan uang di Indonesia. Dimana keduannya dapat
berinteraksi karena adanya faktor endogen sebagai bentuk penyesuaian pasar atas
kebijakan tersebut ataupun dari faktor eksogen yang datang langsung dari Bank
Indonesia melalui penawaran uang.
Dari faktor endogen ketika Bank
Indonesia memutuskan untuk beralih pada kebijakan suku bunga 7-day repo rate,
dengan tingkat bunga sebesar 5,50% lebih rendah dari tingkat suku bunga
sebelumnya BI rate, sebesar 6,75%, akan mendorong perbankan untuk cenderung
menurunkan suku bunganya, jika diasumsikan bahwa respon penurunan suku bunga
tersebut berasal dari suku bunga kredit tingkat ketersediaan kredit pada
masing-masing perbankan akan mengalami peningkatan karena orang akan lebih
cenderung untuk berwirausaha pada saat bunga turun. Permintaan uang yang
terlalu banyak dimasyarakat akan membuat jumlah uang yang beredar (JUB) menjadi
overloaded. Namun masalah yang
kemudian muncul disini adalah bagaimana efektifitas pengendalian harga disini?
Ketika guncangan permintaan uang tersebut berlebih dengan tingkat bunga konstan
maka salah satu cara agar keseimbangan permintaan dan penawaran uang dapat
terwujud Bank Indonesia harus melakukan penyesuaian pada penurunan supply uang
atau dengan meningkatkan tingkat suku bunganya. Memang tidak sesederhana itu,
mengurangi dan menaikkan suku bunga juga harus tetap mempertimbangkan
resiko-resiko yang lain, seperti harga yang cenderung bersifat kaku setelah
terjadi kenaikkan, maka untuk menjadikan pilihan instrumen kebijakan mana yang
lebih efektif harus memperhatikan ketepatan dari arah kebijakan, melalui
instrumen, dan target dan tujuan. Serta juga masih banyak diperlukan
informasi-informasi yang menjadi sumber penyebab dari lamanya waktu pencapaian.
Seperti yang disebutkan diawal, keinginan dan
harapan dari Bank Indonesia untuk menjadikan tingkat suku bunga kebijakan 7-day
repo rate sebagai suku bunga kebijakan yang baru adalah untuk memonitoring dan
mengendalikan pereekonomian terumata dari sektor finansial secara lebih
efektif. Perubahan kebijakan tingkat suku bunga yang dapat secara tidak
langsung mempengaruhi perilaku perbankan sebagai pelaku dalam pasar keuangan
akan turut untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan yang ada.
Masalah
yang seringkali muncul ketika menjadikan tingkat suku bunga sebagai pengontrol
suatu kondisi perekonomian adalah pengaruh yang diberikan Bank Indonesia
terhadap pengendalian stabilitas sistem keuangan masih terbilang umum sedangkan
tidak dapat dipungkiri bahwa perbankan juga pasti memiliki berbagai jenis
produk keuangan dengan berbagai tingkat bunga juga, sehingga untuk
mngoptimalkan kinerja dari instrumen kebijakan suku bunga yang baru Bank
Indonesia harus mendukung kebijakan tersebut dengan kebijakan yang dirasa
tepat, seperti discount rate atau overnight loan rate.
Masalah
lain yang muncul dari sini adalah masalah tenggang waktu, dampak dari perubahan
kebijakan diharapkan dapat segera direalisasikan. Dan terkait kebijakan suku
bunga yang baru ini, perbankan juga tidak dapat secara langsung merespon dengan
penurunan bunga di masing-masing bank. Dan untuk mengkompensasi dari
keterlambatan semacam ini perlu dilakukan pendekatan lembaga pada lembaga demi
tercapai tujuan kebijakan
0 komentar:
Posting Komentar